Muhammadiyah Bukanlah Wahabi, Tapi Ahlul Haq Wassunnah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Muhammadiyah Bukanlah Wahabi, Tapi Ahlul Haq Wassunnah

Baru saja saya mendapatkan edaran melalui WAG bahwa  Pimpinan Daerah Muhammadiyah  Kota Banjarmasin telah mengeluarkan maklumat yang disebarkan kepada Seluruh Cabang dan Ranting dalam amal Usahanya baik Masjid atau Mushalla untuk tidak Memberikan Kesempatan Ceramah atau Khutbah kepada Para Pendakwah yang berideologi Salafi. maklumat ini telah disahkan pada rapat Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Banjarmasin. hal ini dilakukan dalam rangka kepatuhan terhadap Peraturan Organisasi untuk meminimalisir kebingungan warga atau anggota Muhammadiyah terhadap apa yang sudah di tetapkan di HPT (Himpunan Putusan Tarjih Berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah).

Berideologi Salafi, barangkali maksudnya adalah wahabi. Jika benar, maka selebaran di atas sudah sangat tepat. Memang ada perbedaan mendasar antara idiologi Wahabi dengan Muhammadiyah. Di antaranya adalah:

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dari sisi kalam, Muhammadiyah menggunakan kalam ahli ahlul haq was-sunnah (ahli sunnah/Asyariyah), sementara Wahabi menggunakan kalam Wahabi. Di antara perbedaannya adalah bahwa Wahabi membagi tauhid menjadi tiga, yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma wa sifat, sementara Muhammadiyah tidak. Bagi Muhammadiyah, tiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisas-pisahkan. Ini adalah pendapat madzha Asyariyah. Oleh karena itu, kita tidak akan menemukan tri tauhid dalam HPT Muhammadiyah.

Terkait dengan ayat mutasyabihat, Muhammadiyah menggunakan tafwidh makna, atau takwil. Ini juga pendapat kalangan madzhab Asyari. Sementara wahabi menggunakan istbat makna dan melarang takwil. Perbedaannya adalah bahwa tafwidh makna, lafal mengandung makna tertentu. Hanya saja, makna hakiki diserahkan kepada Allah dan hanya Allah saja yang mengetahui. Sementara itu, itsbat makna adalah bahwa lafal tersebut mempunyai makna seperti halnya makna bahasa pada umumnya. Implikasinya, penerapan makna seperti ini akan membendakan Tuhan, atau menyerupakan Tuhan dengan mahluknya (tajsim).
7
Terkait perkara akidah, Muhammadiyah hanya menggunakan dalil yang qat’iy karena sifatnya yakin. Sementara wahabi menerima dalil ahad.

Sayangnya, banyak anggota Muhamamdiyah yang tidak menyadari mengenai perbedaan kalam Muhamamdiyah dengan Wahabi sehingga dalam pengajian atau diktat sekolahan/pesantren Muhammadiyah, banyak yang masih menggunakan kitab-kitab Wahabi.

Idealnya yang dijadikan rujukan kalam dalam pengajian dan diktat sekolah dan pesantren Muhammadiyah adalah buku HPT Muhammadiyah terutama seperti yang termuat dalam Bab Iman. Kemudian hal ini bisa diperdalam dengan kitab-kitab madzhab Asyari, bukan malah sebaliknya, tidak menggunakan HPT namun justru menggunakan kitab-kitab Wahabi.

Jadi, infiltrasi Wahabi di Muhammadiyah sesungguhnya bukan saja terkait dengan hisab rukyat saja, bukan juga masalah ketaatan para ulil amri saja, namun sudah masuk ke dalam dengan memasukkan kalam wahabi ke dalam paham Muhammadiyah.

Untuk lebih jelasnya, saya sampaikan beberapa poin terkait pemahaman kalam Muhammadiyah yang mirip dengan kalam Asyariy seperti yang ada di HPT Muhammadiyah.

Nadzar merupakan sebuah kewajiban. Hanya saja, kewajiban ini berdasarkan pada syariat.

وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Pengertian (nadzar) tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Tidak ada pemisahan antara uluhiyah, sifat dan af’al. dengan kata lain, tidak mengikuti tri tauhid seperti pembagian yang umum dilakukan oleh kelompok Wahabi.

الاَحَدُ فِىأُلُوْهِيَّتِهِ وَصِفاَتِهِ وَ اَفْعَالِهِ (8
Yang Esa tentang ketuhanan, sifat dan af’al-Nya (8)

dalam urusan akidah hanya menerima berita yang mutawatir. Berbeda⁵ dengan Wahabi yang menerima hadis ahad dalam akidah.

8 تَنْبِيْهٌ يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى االله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الْقُرْآنُ وَمَا تَوَاتَرَ الْخَبَرُ عَنهُ تَوَاتُرًا صَحِيحًا مُسْتَوْفِيًا لِشُرُوْطِهِ وَإِنَّمَا يَجِبُ الإِعْتِقَادُ عَلَى مَا هُوَ صَرِيْحٌ فِى ذَالِكَ فَقَطْ وَلاَ تَجُوْزُ الزِّيَادَةُ عَلَى مَاهُوَ قَطْعِىٌّ بِظَنِّىٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَ: إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يُونُس: 36 .( وَشَرْطُ صِحَّةِ الإِعْتِقَادِ فِى ذَالِكَ أَنْ لاَ يَكُونُ فِيهِ شَيئٌ يَمَسُّ التَّنْـزِيْهَ وَعُلُوَّ الْمَقَامِ الْاِلهِىِّ عَنْ مُشَابَحَةِ الْمَخْلُوْقِينَ فَاِنْ وَرَدَ مَا يُوْهِمُ ظَاهِرُهُ ذَالِكَ فِى الْمُتَوَاتِرِ وَجَبَ الإِعْرَاضُ عَنْهُ بِالتَّسْلِيْمِ لِلّهِ فِى العِلْمِ بِمَعْنَاهُ مَعَ الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ الظَّاهِرَ غَيْرُ المُرَادِ أَوْ بِتَأْوِيلٍ تَقُومُ عَلَيهِ القَرَائِنُ الْمَقْبُوْلَةُ.

PERHATIAN Oleh Allah kita dituntut untuk mengetahui hakekat Malaikat, kita hanya diperintahkan agar percaya akan adanya, adapun para Nabi, mereka pernah melihatnya dalam rupa manusia ataupun lain-lainnya (31). Tentang hal ini 7 beritanya telah mutawattir (menyakinkan). Namun kita tidak boleh menggambarkan tentang Malaikat, kecuali dengan dasar keterangan dari Nabi s.a.w. yang sampai kepada kita dengan pemberitaan yang menyakinkan.” Dan tiada seorangpun yang mengetahui hakekat tentara (Malaikat) Tuhannmu selain Dia.” (Surat Mudatstsir:31)

jika ada ayat mutasyabihat, menggunakan tafwidh makna atau takwil.

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى االله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الْقُرْآنُ وَمَا تَوَاتَرَ الْخَبَرُ عَنهُ تَوَاتُرًا صَحِيحًا مُسْتَوْفِيًا لِشُرُوْطِهِ وَإِنَّمَا يَجِبُ الإِعْتِقَادُ عَلَى مَا هُوَ صَرِيْحٌ فِى ذَالِكَ فَقَطْ وَلاَ تَجُوْزُ الزِّيَادَةُ عَلَى مَاهُوَ قَطْعِىٌّ بِظَنِّىٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَ: إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يُونُس: 36 .( وَشَرْطُ صِحَّةِ الإِعْتِقَادِ فِى ذَالِكَ أَنْ لاَ يَكُونُ فِيهِ شَيئٌ يَمَسُّ التَّنْـزِيْهَ وَعُلُوَّ الْمَقَامِ الْاِلهِىِّ عَنْ مُشَابَحَةِ الْمَخْلُوْقِينَ فَاِنْ وَرَدَ مَا يُوْهِمُ ظَاهِرُهُ ذَالِكَ فِى الْمُتَوَاتِرِ وَجَبَ الإِعْرَاضُ عَنْهُ بِالتَّسْلِيْمِ لِلّهِ فِى العِلْمِ بِمَعْنَاهُ مَعَ الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ الظَّاهِرَ غَيْرُ المُرَادِ أَوْ بِتَأْوِيلٍ تَقُومُ عَلَيهِ القَرَائِنُ الْمَقْبُوْلَةُ.

PERHATIAN Kita wajib percaya akan hal yang di bawa oleh Nabi s.a.w. yakni AlQur’an dan berita dari Nabi s.a.w yang mutawattir dan memenuhi syaratsyaratnya. Dan yang wajib kita percayai hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tidak boleh menambah – nambah keterangan yang sudah tegas – tegas itu dengan keterangan berdasarkan pertimbangan (perkiraan), karena firman Allah: “Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Surat Yunus:36). Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalam hal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi keangungan dan keluhuran Tuhan, dengan mempersamakan-Nya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawattir (menyakinkan), maka wajiblah orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepad Allah dengan kepercayaan bahwa yang terkesan pertama pada pikiran bukanlah yang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima.

Manusia tidak memiliki iradah (kehendak) yang sifatnya independen. Hanya kelak manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kasb (usahanya) di akhirat.

12 الاِيمَانُ بِالقَضَاءِ وَالقَدَرِ يَجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نُؤْمِنَ بِأَنَّ االلهَ خَلَقَ آُلَّ شَيئٍ (6 (وَأَمَرَ وَنَهَى (62 (وَآَانَ أَمْرُااللهِ قَدَرًا مَقْدُوْرًا (63 (وَأَنَّ االلهَ قَدَّرَ آُلَّ شَيئٍ قَبْلَ خَلْقِ الْخَلْقِ يُصَرِّفُ الكَائِنَاتِ عَلَى مُقْتَضَى عِلْمِهِ وَاخْتِيَارِهِ وَحِكْمَتِهِ وَإِرَادَتِهِ (64 (وَالاَفْعَالُ الصَّادِرَةُ عَنِ الْعِبَادِ آُلُّهَا بِقَضَاءِ االلهِ وَقَضَرِهِ (65 (وَلَيْسَ لِلعِبَادِ اِلاَّ الإِخْتِيَارِ. فَالتَّقْدِيْرُ مِنَ االلهِ وَالكَسْبُ مِنَ الْعِبَادِ فَحَرَآَةُ الْعَبْدِ بِاعْتِبَارِ نِسْبَتِهَا إِلَى قُدْرَتِهِ تُسَمَّى آَسْبًا لَهُ (66 (وَ بِاعْتِبَارِ نِسْبَتِهَا قُدْرَةِ االلهِ خَلْقًا (67 (وَالْعِبَادُ يَتَصَرَّفُ نَصِيْبَهُ مِمَّا اَنْعَمَ االلهُ بِهِ عَلَيْهِ مِنَ الرِّزْقِ وَغَيْرِهِ (68.(

IMAN KEPADA QADLA DAN QADAR Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu (61) dan dia telah menyuruh dan melarang (62). Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan (63). Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya (64). Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla’dan Qadar-Nya (65), sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar. Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri (66). Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah (67). Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain (68).

secara sharih menggunakan kelompok ahlil haq wassunnah, istilah yangs erring digunakan oleh para ulama Asyariy.

خَاتِمَةٌ هَذِهِ هِىَ أُصُوْلُ الْعَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ وَرَدَبِهَا القُرْآنُ وَالسُّنَّةُ وَشَهِدَتْ بِهَا الاَثَارُ المُتَوَاتِرَةُ. فَمَنِ اعْتَقَدَ جَمِيْعَ ذَالِكَ مُوْقِنًا بِهِ آَانَ مِنْ أَهْلِ الْحَقِّ وَالسُّنَّةِ وَفَارَقَ أَهْلَ الْبِدْعَةِ وَالضَّلاَلِ. فَنَسْأَلُ االلهَ آَمَالَ الْيَقِيْنِ وَالثَّبَاتَ فِى الدِّيْنِ لَنَا وَلِكَافَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ, اِنَّهُ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى االلهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

13 PENUTUP Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang benar terdapat dalam quran dan hadits yang dikuatkan oleh pemberitaan-pemberitaan yang mutawattir. Maka barang siapa percaya akan semua itu dengan kenyakinan yang teguh, masuklah ia kepada golongan mereka yang memegang kebenaran dan tuntunan Nabi serta lepas dari golongan ahli bid’ah dan kesesatan. Selanjutnya kita mohon kepada Allah kenyakinan yang kuat dan keteguhan menjalankan agama-Nya. Kita berdo’a untuk kita seluruh ummat Islam. Sesungguhnya Tuhanlah Yang Maha Penyayang.7 Semoga Allah melimpahkan kemurahan kepada junjungan Nabi Muhammmad s.a.w. penutup para Nabi dan Rasul serta kepada keluarga dan sahabatnya.

Baru saja saya mendapatkan edaran melalui WAG bahwa  Pimpinan Daerah Muhammadiyah  Kota Banjarmasin telah mengeluarkan maklumat yang disebarkan kepada Seluruh Cabang dan Ranting dalam amal Usahanya baik Masjid atau Mushalla untuk tidak Memberikan Kesempatan Ceramah atau Khutbah kepada Para Pendakwah yang berideologi Salafi. maklumat ini telah disahkan pada rapat Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Banjarmasin. hal ini dilakukan dalam rangka kepatuhan terhadap Peraturan Organisasi untuk meminimalisir kebingungan warga atau anggota Muhammadiyah terhadap apa yang sudah di tetapkan di HPT (Himpunan Putusan Tarjih Berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah).

Berideologi Salafi, barangkali maksudnya adalah wahabi. Jika benar, maka selebaran di atas sudah sangat tepat. Memang ada perbedaan mendasar antara idiologi Wahabi dengan Muhammadiyah. Di antaranya adalah:

Dari sisi kalam, Muhammadiyah menggunakan kalam ahli ahlul haq was-sunnah (ahli sunnah/Asyariyah), sementara Wahabi menggunakan kalam Wahabi. Di antara perbedaannya adalah bahwa Wahabi membagi tauhid menjadi tiga, yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma wa sifat, sementara Muhammadiyah tidak. Bagi Muhammadiyah, tiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisas-pisahkan. Ini adalah pendapat madzha Asyariyah. Oleh karena itu, kita tidak akan menemukan tri tauhid dalam HPT Muhammadiyah.

Terkait dengan ayat mutasyabihat, Muhammadiyah menggunakan tafwidh makna, atau takwil. Ini juga pendapat kalangan madzhab Asyari. Sementara wahabi menggunakan istbat makna dan melarang takwil. Perbedaannya adalah bahwa tafwidh makna, lafal mengandung makna tertentu. Hanya saja, makna hakiki diserahkan kepada Allah dan hanya Allah saja yang mengetahui. Sementara itu, itsbat makna adalah bahwa lafal tersebut mempunyai makna seperti halnya makna bahasa pada umumnya. Implikasinya, penerapan makna seperti ini akan membendakan Tuhan, atau menyerupakan Tuhan dengan mahluknya (tajsim).

Terkait perkara akidah, Muhammadiyah hanya menggunakan dalil yang qat’iy karena sifatnya yakin. Sementara wahabi menerima dalil ahad.

Sayangnya, banyak anggota Muhamamdiyah yang tidak menyadari mengenai perbedaan kalam Muhamamdiyah dengan Wahabi sehingga dalam pengajian atau diktat sekolahan/pesantren Muhammadiyah, banyak yang masih menggunakan kitab-kitab Wahabi.

Idealnya yang dijadikan rujukan kalam dalam pengajian dan diktat sekolah dan pesantren Muhammadiyah adalah buku HPT Muhammadiyah terutama seperti yang termuat dalam Bab Iman. Kemudian hal ini bisa diperdalam dengan kitab-kitab madzhab Asyari, bukan malah sebaliknya, tidak menggunakan HPT namun justru menggunakan kitab-kitab Wahabi.

Jadi, infiltrasi Wahabi di Muhammadiyah sesungguhnya bukan saja terkait dengan hisab rukyat saja, bukan juga masalah ketaatan para ulil amri saja, namun sudah masuk ke dalam dengan memasukkan kalam wahabi ke dalam paham Muhammadiyah.

Untuk lebih jelasnya, saya sampaikan beberapa poin terkait pemahaman kalam Muhammadiyah yang mirip dengan kalam Asyariy seperti yang ada di HPT Muhammadiyah.

Nadzar merupakan sebuah kewajiban. Hanya saja, kewajiban ini berdasarkan pada syariat.

وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Pengertian (nadzar) tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Tidak ada pemisahan antara uluhiyah, sifat dan af’al. dengan kata lain, tidak mengikuti tri tauhid seperti pembagian yang umum dilakukan oleh kelompok Wahabi.

الاَحَدُ فِىأُلُوْهِيَّتِهِ وَصِفاَتِهِ وَ اَفْعَالِهِ (8
Yang Esa tentang ketuhanan, sifat dan af’al-Nya (8)

dalam urusan akidah hanya menerima berita yang mutawatir. Berbeda dengan Wahabi yang menerima hadis ahad dalam akidah.

8 تَنْبِيْهٌ يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى االله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الْقُرْآنُ وَمَا تَوَاتَرَ الْخَبَرُ عَنهُ تَوَاتُرًا صَحِيحًا مُسْتَوْفِيًا لِشُرُوْطِهِ وَإِنَّمَا يَجِبُ الإِعْتِقَادُ عَلَى مَا هُوَ صَرِيْحٌ فِى ذَالِكَ فَقَطْ وَلاَ تَجُوْزُ الزِّيَادَةُ عَلَى مَاهُوَ قَطْعِىٌّ بِظَنِّىٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَ: إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يُونُس: 36 .( وَشَرْطُ صِحَّةِ الإِعْتِقَادِ فِى ذَالِكَ أَنْ لاَ يَكُونُ فِيهِ شَيئٌ يَمَسُّ التَّنْـزِيْهَ وَعُلُوَّ الْمَقَامِ الْاِلهِىِّ عَنْ مُشَابَحَةِ الْمَخْلُوْقِينَ فَاِنْ وَرَدَ مَا يُوْهِمُ ظَاهِرُهُ ذَالِكَ فِى الْمُتَوَاتِرِ وَجَبَ الإِعْرَاضُ عَنْهُ بِالتَّسْلِيْمِ لِلّهِ فِى العِلْمِ بِمَعْنَاهُ مَعَ الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ الظَّاهِرَ غَيْرُ المُرَادِ أَوْ بِتَأْوِيلٍ تَقُومُ عَلَيهِ القَرَائِنُ الْمَقْبُوْلَةُ.

PERHATIAN Oleh Allah kita dituntut untuk mengetahui hakekat Malaikat, kita hanya diperintahkan agar percaya akan adanya, adapun para Nabi, mereka pernah melihatnya dalam rupa manusia ataupun lain-lainnya (31). Tentang hal ini 7 beritanya telah mutawattir (menyakinkan). Namun kita tidak boleh menggambarkan tentang Malaikat, kecuali dengan dasar keterangan dari Nabi s.a.w. yang sampai kepada kita dengan pemberitaan yang menyakinkan.” Dan tiada seorangpun yang mengetahui hakekat tentara (Malaikat) Tuhannmu selain Dia.” (Surat Mudatstsir:31)

jika ada ayat mutasyabihat, menggunakan tafwidh makna atau takwil.

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى االله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الْقُرْآنُ وَمَا تَوَاتَرَ الْخَبَرُ عَنهُ تَوَاتُرًا صَحِيحًا مُسْتَوْفِيًا لِشُرُوْطِهِ وَإِنَّمَا يَجِبُ الإِعْتِقَادُ عَلَى مَا هُوَ صَرِيْحٌ فِى ذَالِكَ فَقَطْ وَلاَ تَجُوْزُ الزِّيَادَةُ عَلَى مَاهُوَ قَطْعِىٌّ بِظَنِّىٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَ: إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يُونُس: 36 .( وَشَرْطُ صِحَّةِ الإِعْتِقَادِ فِى ذَالِكَ أَنْ لاَ يَكُونُ فِيهِ شَيئٌ يَمَسُّ التَّنْـزِيْهَ وَعُلُوَّ الْمَقَامِ الْاِلهِىِّ عَنْ مُشَابَحَةِ الْمَخْلُوْقِينَ فَاِنْ وَرَدَ مَا يُوْهِمُ ظَاهِرُهُ ذَالِكَ فِى الْمُتَوَاتِرِ وَجَبَ الإِعْرَاضُ عَنْهُ بِالتَّسْلِيْمِ لِلّهِ فِى العِلْمِ بِمَعْنَاهُ مَعَ الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ الظَّاهِرَ غَيْرُ المُرَادِ أَوْ بِتَأْوِيلٍ تَقُومُ عَلَيهِ القَرَائِنُ الْمَقْبُوْلَةُ.

PERHATIAN Kita wajib percaya akan hal yang di bawa oleh Nabi s.a.w. yakni AlQur’an dan berita dari Nabi s.a.w yang mutawattir dan memenuhi syaratsyaratnya. Dan yang wajib kita percayai hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tidak boleh menambah – nambah keterangan yang sudah tegas – tegas itu dengan keterangan berdasarkan pertimbangan (perkiraan), karena firman Allah: “Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Surat Yunus:36). Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalam hal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi keangungan dan keluhuran Tuhan, dengan mempersamakan-Nya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawattir (menyakinkan), maka wajiblah orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepad Allah dengan kepercayaan bahwa yang terkesan pertama pada pikiran bukanlah yang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima.

Manusia tidak memiliki iradah (kehendak) yang sifatnya independen. Hanya kelak manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kasb (usahanya) di akhirat.

12 الاِيمَانُ بِالقَضَاءِ وَالقَدَرِ يَجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نُؤْمِنَ بِأَنَّ االلهَ خَلَقَ آُلَّ شَيئٍ (6 (وَأَمَرَ وَنَهَى (62 (وَآَانَ أَمْرُااللهِ قَدَرًا مَقْدُوْرًا (63 (وَأَنَّ االلهَ قَدَّرَ آُلَّ شَيئٍ قَبْلَ خَلْقِ الْخَلْقِ يُصَرِّفُ الكَائِنَاتِ عَلَى مُقْتَضَى عِلْمِهِ وَاخْتِيَارِهِ وَحِكْمَتِهِ وَإِرَادَتِهِ (64 (وَالاَفْعَالُ الصَّادِرَةُ عَنِ الْعِبَادِ آُلُّهَا بِقَضَاءِ االلهِ وَقَضَرِهِ (65 (وَلَيْسَ لِلعِبَادِ اِلاَّ الإِخْتِيَارِ. فَالتَّقْدِيْرُ مِنَ االلهِ وَالكَسْبُ مِنَ الْعِبَادِ فَحَرَآَةُ الْعَبْدِ بِاعْتِبَارِ نِسْبَتِهَا إِلَى قُدْرَتِهِ تُسَمَّى آَسْبًا لَهُ (66 (وَ بِاعْتِبَارِ نِسْبَتِهَا قُدْرَةِ االلهِ خَلْقًا (67 (وَالْعِبَادُ يَتَصَرَّفُ نَصِيْبَهُ مِمَّا اَنْعَمَ االلهُ بِهِ عَلَيْهِ مِنَ الرِّزْقِ وَغَيْرِهِ (68.(

IMAN KEPADA QADLA DAN QADAR Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu (61) dan dia telah menyuruh dan melarang (62). Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan (63). Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya (64). Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla’dan Qadar-Nya (65), sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar. Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri (66). Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah (67). Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain (68).

secara sharih menggunakan kelompok ahlil haq wassunnah, istilah yangs erring digunakan oleh para ulama Asyariy.

خَاتِمَةٌ هَذِهِ هِىَ أُصُوْلُ الْعَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ وَرَدَبِهَا القُرْآنُ وَالسُّنَّةُ وَشَهِدَتْ بِهَا الاَثَارُ المُتَوَاتِرَةُ. فَمَنِ اعْتَقَدَ جَمِيْعَ ذَالِكَ مُوْقِنًا بِهِ آَانَ مِنْ أَهْلِ الْحَقِّ وَالسُّنَّةِ وَفَارَقَ أَهْلَ الْبِدْعَةِ وَالضَّلاَلِ. فَنَسْأَلُ االلهَ آَمَالَ الْيَقِيْنِ وَالثَّبَاتَ فِى الدِّيْنِ لَنَا وَلِكَافَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ, اِنَّهُ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى االلهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

13 PENUTUP Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang benar terdapat dalam quran dan hadits yang dikuatkan oleh pemberitaan-pemberitaan yang mutawattir. Maka barang siapa percaya akan semua itu dengan kenyakinan yang teguh, masuklah ia kepada golongan mereka yang memegang kebenaran dan tuntunan Nabi serta lepas dari golongan ahli bid’ah dan kesesatan. Selanjutnya kita mohon kepada Allah kenyakinan yang kuat dan keteguhan menjalankan agama-Nya. Kita berdo’a untuk kita seluruh ummat Islam. Sesungguhnya Tuhanlah Yang Maha Penyayang. Semoga Allah melimpahkan kemurahan kepada junjungan Nabi Muhammmad s.a.w. penutup para Nabi dan Rasul serta kepada keluarga dan sahabatnya.

Wallahu’alam

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar