Terbongkar Isi WA Pinangki dan Anita Sebut Nama JA, Siapa?

Pinangki Sirna Malasari (foto/net)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan isi percakapan antara Jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan Anita Dewi Kolopaking, pengacara Djoko Soegiarto Tjandra via WhatsApp.

Dari isi chat yang ditunjukkan oleh Boyamin itu terungkap penyebutan nama Rahmat dan JA. Hal itu disampaikan Boyamin ke wartawan di Jakarta, Rabu (16/9/ 2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tampak ada percakapan Pinangki yang hendak mengajak Rahmat untuk bertemu seseorang yang disebutnya sebagai JA. Selama ini, JA biasa digunakan sebagai sebutan untuk Jaksa Agung. Belum diketahui, apakah benar sebutan JA itu ditujukan untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Berikut isi percakapan tersebut:

Berikut isi percakapan tersebut:

Anita: Met Sore Mba

Pinangki: Rabu atau Kamis gmn?

Anita: Sy baru selesai meeting, Apa mau skrg?

Pinangki: Skr jg sama euy

Pinangki: Rabu aja ya

Pinangki: Siang2 gitu

Pinangki: Km raby paginya sy antar rahmat menghadap JA

Anita: Ok Rabu siang ya..

Lebih lanjut Boyamin mengungkapkan terdapat istilah “king maker” dalam bukti baru yang diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Djoko Soegiarto Tjandra (DST) dan kawan-kawan.

“Salah satu yang mengejutkan dan ini hal yang baru ada penyebutan istilah “king maker” antara pembicaraan-pembicaraan itu antara PSM (Pinangki Sirna Malasari), ADK (Anita Dewi Kolopaking) dan juga terkait dengan DST juga ada istilah ‘king maker’,” kata Boyamin.

Boyamin mengaku tidak dapat menyerahkan bukti soal “king maker” tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan juga Bareskrim Polri.

“Ini saya sudah tidak bisa membawa lagi “king maker” kepada polisi dan jaksa. Artinya, saya tidak bisa karena Kejaksaan Agung juga sudah berusaha cepat-cepat selesai, PSM juga sudah di P21 dan di Bareskrim nampaknya sebentar lagi berkasnya diserahkan kembali ke Kejaksaan Agung,” ungkap dia.

Oleh karena, ia pun menyerahkan bukti “king maker” tersebut ke KPK dan meminta lembaga antirasuah itu untuk mendalaminya.

“Kalau toh supervisi sudah terlalu ketinggalan ya saya minta pertama kali untuk mengambil alih tetapi nampaknya melihat nama “king maker” itu, saya minta dilakukan penyelidikan baru tersendiri yang ditangani oleh KPK untuk meneliti “king maker” itu siapa karena nampaknya dari pembicaraan itu terungkap ada istilah “king maker”, “tuturnya.

Diketahui, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan lembaganya dapat menindaklanjuti jika terdapat nama-nama lain terkait kasus Djoko Tjandra tidak diusut baik oleh Kejagung maupun Bareskrim Polri.

“KPK berdasarkan Pasal 10A ayat (2) huruf (a) (UU KPK) dapat langsung menangani sendiri pihak-pihak yang disebut terlibat tersebut, terpisah dari perkara yang sebelumnya disupervisi,” kata Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut dilakukan, kata dia, jika ada nama-nama lain yang didukung oleh bukti-bukti yang ada memiliki keterlibatan dengan kasus Djoko Soegiarto Tjandra (DST) maupun kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM), namun tidak ditindaklanjuti.

Sebelumnya, MAKI juga telah meminta KPK mendalami istilah dan inisial nama dalam rencana pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) oleh Pinangki dan pengacara Anita Dewi Kolopaking.

“KPK hendaknya mendalami aktivitas PSM dan ADK dalam rencana pengurusan fatwa dengan diduga sering menyebut istilah “Bapakmu” dan “Bapakku”. KPK perlu mendalami berbagai inisial nama yang diduga sering disebut PSM, ADK, dan DST dalam rencana pengurusan fatwa, yaitu T, DK, BR, HA, dan SHD,” kata Boyamin di Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Kasus suap Djoko Tjandra yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari serta Anita Kolopaking dinilai penanganannya sudah salah kaprah sejak awal. Kondisi itu mengakibatkan terjadi tebang pilih dan upaya melindungi satu sama lain di kalangan aparatur.

Ketua Presidium IPW, Neta Pane, menegaskan seharusnya saat melihat begitu banyak institusi dan aparatur yang terlibat, kasus ini seharusnya ditangani tim independen yang diketuai Menko Polkam di mana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi “leader”.

“Sebab dalam memburu gratifikasi uang segar di balik kasus DJoko Tjandra, kami melihat dalam kasus ini ada gratifikasi uang, gratifikasi asmara dan gratifikasi seks,” kata Neta di Jakarta, Ahad (13/9/2020).  (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar