Jakarta, Hajinews.id – Para buruh menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan DPR pada 8 Oktober 2020 nanti. Terdapat tujuh alasan penolakan.
Sebelumnya, DPR menggelar Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I di DPR pada Sabtu (3/10) malam. Keputusan ini menuai protes keras dari golongan buruh.
Sebagai bentuk penolakan, sekitar dua juta buruh dari 10 ribu perusahaan di 25 provinsi bakal mengelar aksi mogok nasional yang dilakukan di lingkungan perusahaan masing-masing.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membeberkan tujuh alasan para buruh menolakn RUU Ciptaker.
Pertama, RUU Ciptaker menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).
Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh.
Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh. Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti.
Ketujuh, potensinya jaminan pensiun dan kesehatan hilang karena terus menggunakan karyawan kontrak dan outsourching.
“Karena itulah, sebanyak dua juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” ujar Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keteranannya, Senin (5/10).
Dalam pembahasan RUU Kontroversial ini, sebanyak tujuh fraksi tujuh fraksi yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP.
Sementara dua fraksi yang menyampaikan penolakan pengesahan RUU Ciptaker itu adalah Partai Demokrat dan PKS. (mh)