Nasehat Nabi Nuh kepada Puteranya Agar Naik Kapal, Jangan Bersama Orang Kafir

Nasehat Nabi Nuh kepada Puteranya Agar Naik Kapal, Jangan Bersama Orang Kafir
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Mohammad Nasih, Pengajar di FISIP UMJ dan Pascasarjana Ilmu Politik UI, Guru Utama di Rumah Perkaderan MONASH INSTITUTE Semarang, Pengasuh Pesantren dan Sekolah Alam Planet NUFO Rembang. ( Redaksi Ahli Hajinews.id )

HajinewsNabi Nuh sudah berdakwah selama ratusan tahun agar kaumnya mengesakan Allah. Namun, dakwahnya itu tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Hanya beberapa gelintir orang saja yang beriman kepadanya. Bahkan istri dan anaknya sendiri termasuk orang-orang yang menentangnya. Karena mayoritas umatnya melakukan penentangan itu, maka Allah hendak membinasakan mereka dengan bencana besar dan menyelamatkan orang-orang beriman. Karena bencana yang dimaksud oleh Allah berupa banjir besar, maka Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat kapal. Namun, setiap kali kaumnya melihat Nabi Nuh membuat kapal, mereka menertawakannya. Sebab, Nabi Nuh membuat kapal tidak di pinggir laut.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلَأٌ مِنْ قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ ۚ قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ

Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (Hud: 38)

Nabi Nuh bersama dengan orang-orang yang percaya kepadanya terus bekerja untuk menyelesaikan pembuatan kapal itu. Sampai akhirnya pembuatan kapal itu benar-benar selesai, datanglah banjir besar yang memporakporandakan pemukiman mereka. Pada saat banjir makin besar, Nabi Nuh berusaha menasehati putranya, Kana’an, agar ikut bersamanya, tidak bersama dengan orang-orang kafir.

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir”. (Hud: 2).

Namun, bukti kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Nuh ternyata tidak juga membuat Kana’an sadar bahwa ayahnya adalah seorang rasul yang menyampaikan kebenaran dari Allah. Karena itu, dia malah terus menentang ajakan ayahnya dengan mengatakan bahwa dia akan naik ke puncak gunung. Dia pikir, dengan berada di puncak gunung, dia akan selamat dari air bah. Padahal, bajir yang terjadi itu tidak menyisakan permukaan tanah, sehingga semua yang dilewatinya binasa. Al-Qur’an menjelaskan kesombongan anak di depan bapaknya yang telah menunjukkan kasih sayang yang luar biasa ini:

قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hud: 43)

Sebenarnya Nabi Nuh sangat bersedih dengan penolakan Kana’an. Bahkan setelah puteranya itu tewas ditelan gelombang, Nabi Nuh masih menyakan perihal janji Allah untuk menyelamatkan keluarganya.

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ

Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. (Hud: 45)

Namun, Allah memberikan ketegasan bahwa keluarga sejati adalah keluarga yang bukan hanya terhubung karena darah, tetapi yang lebih penting lagi adalah iman yang benar kepada Allah. Jika seorang anggota keluarga tidak beriman dengan benar, maka sesuangguhnya ia bukan keluarga. Dan karena itu pula, mendoakan kebaikan untuknya setelah meninggal adalah perbuatan yang tidak baik dan tidak berdasarkan ilmu Allah.

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (Hud: 46).

Nasehat Nabi Nuh kepada puteranya yang jelas-jelas membangkang ini merupakan ekspresi kasih sayang pada umumnya orang tua kepada anaknya. Orang tua tidak ingin anaknya mengalami kecelakaan, baik di dunia, maupun apalagi di akhirat. Namun, jika takdir telah ditetapkan, maka semua harus diterima dengan lapang dada. Sebab, petunjuk Allah hanya diberikan kepada orang yang mau mencarinya dengan sungguh-sungguh. *

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *