PSBB dan PPKM Tiada Guna

PSBB dan PPKM Tiada Guna
ilustrasi warga memakai masker saat PSBB
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Tere Liye, penulis novel ‘Negeri Para Bedebah’, pembayar pajak di negeri ini.

Hajinews – Seminggu terakhir, rekor penambahan pasien Covid-19 terus terjadi. Kok bisa? Karena kegagalan PPKM itu jelas sekali terlihat di depan mata. Sama seperti PSBB dulu. Gagal total.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Nah, kok bisa gagal?

1. Hukum tidak tegak

Gimana kamu mau nyuruh masyarakat disiplin, jika hukum tidak tegak. Dan itu dipertontonkan secara terbuka, terang-terangan. Pejabat foto-foto lepas masker, rame-rame, bisa. Artis bisa. Giliran pedagang sate buka warung lewat jam 7 malam, elu marahi. Kacau. Kalau elu mau bikin rakyat nurut, hukum tegakkan. Tidak pandang bulu. Lah ini, malah pilih kasih. Ditafsirkan semau-maunya. Belum lagi, itu aparat, saat menertibkan, dia sendiri yang lepas masker, melanggar prokes, dll.

2. Strategi tidak jelas

Dari awal, strategi kita itu apa sih melawan pandemi? Lockdown tidak. Tidak lockdown, nyatanya ada lockdown-lockdown-an. Semua serba nanggung. Lockdown total nggak berani, nggak punya duit, lebih sayang ekonomi. Eh, nggak di lockdown, situ cemas pula lihat data-data penderita, tetap juga akhirnya bikin PSBB, PPKM, dll. Nanggung.

3. Elu plintat-plintut, eh nyalahin rakyat

Ini yang menyakitkan sekali. Dulu siapa yang nyuruh berdamai dengan corona? Rakyat sudah berdamai, meluk erat, sekarang elu panik lihat penderita terus bertambah menggila. Sorry, ada puluhan, bahkan ratusan pernyataan pejabat pemerintah yang bertolak-belakang soal penanganan pandemi ini. Ingat? Dulu ada menteri yang berisik sekali soal ekonomi, wisata. Eh, belakangan dia yang panik bikin peraturan perjalanan darat, dll, dsbgnya.

Tiga faktor ini, cukup sudah bikin rakyat malas. Dan saat mereka malas, kita berharap rakyat akan menahan diri? Membatasi aktivitas dll? Lah, kamu sendiri pas pilkada, dipaksa terus. Rakyat butuh makan, mereka butuh beraktivitas, dll. Lah, kamu cuma butuh jabatan, kekuasaan yang sebenarnya ‘ujian dunia’, berebut, dan jalan terus. Apalagi rakyat yang pusing bayar kontrakan, susu anak, dll.

Siapapun pejabat yang menyalahkan rakyat atas tidak efektifnya PPKM ini, maka suruh pejabat itu ngaca. Berhentilah hidup halu. Negeri ini masih bertahan, dan terlihat seolah baik-baik saja, simpel karena hutang terus bertambah. Utang, utang, utang. Hanya itu solusi mereka. Termasuk menghadapi pandemi.

Hampir setahun. Tidak ada perubahan signifikan. Dulu ada yang ngoceh bilang kapasitas layanan kesehatan tidak terbatas. Lah, buktikan dong. Bergegas bikin, tambah layanannya. Uangnya tidak ada? Kan tinggal utang.

Rakyat diharap mengurangi aktivitas? Disuruh mengurangi mobilitasnya? Sorry, coba kamu mulai dari kamu sendiri deh, Tuan, Nyonya. Kamu juga tetap berkeliaran kemana-mana. Ada yang rapat di Bali (padahal Jakarta bisa). Ada yang kunjung sana, kunjung sini, padahal live zoom juga bisa. Kamu mah enak, pesawat, hotel, test swab, dibayarin semua memang.

Lah rakyat? Mau jualan nasi goreng malam-malam saja susah.

Serius. Dikit-dikit nyalahin rakyat. Dikit-dikit yang salah rakyat. Lah, elu? Elu sudah benar semua? Sudah tahu jadi pejabat susah, lihat pilkada, rebutan. Bila perlu singkirkan yang lain biar anak, mantu, cucu, ponakan, bisa dapat rekomendasi parpol.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *