Jokowi, PDIP, Terlibat Kudeta Partai Demokrat ?

Jokowi, PDI-P, Terlibat Kudeta Partai Demokrat ?
foto : Jokowi dalam kongres pdip
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Hajinews – Politisi PDIP Andreas Hugo Pareira menilai langkah Presiden Jokowi, untuk tidak menjawab surat dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono adalah hal tepat. Pasalnya, menurut Andreas, Jokowi tidak seharusnya diseret dalam kisruh internal partai yang sedang terjadi. (6/2/2021).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Andreas, penolakan Jokowi untuk menjawab surat tersebut menjadi kegagalan bagi Partai Demokrat untuk menarik opini, bahwa pemerintahan Jokowi telah melakukan praktik politik intervensi.

“Sebagaimana upaya framing opini, Jokowi mempraktikan politik intervensi Orde Baru pada kasus Demokrat yang dikembangkan oleh Andi Malarangeng dalam beberapa diskusi di media elektronik,” ungkapnya.

Nampaknya, PDIP masih tetap mengutamakan pendekatan ‘kekuasaan’ dalam memahami manuver politik Partai Demokrat. PDIP, kurang rinci mengamati peristiwa politik ini, sehingga gagal menyimpulkan sejumlah respons politik bagi eksistensi Jokowi, juga PDIP.

Perlu untuk didalami, serangkaian analisis sebagai berikut :

Pertama, surat yang dikirim AHY kepada Jokowi adalah surat yang akan memberikan dampak politik menguntungkan bagi Partai Demokrat, sekaligus menyudutkan Jokowi, baik dijawab maupun tidak dijawab. Surat yang dikirim, telah dikalkulasi dampaknya sehingga tidak dijawabnya surat merupakan bagian dari goal yang diharapkan Partai Demokrat.

Demokrat memahami, pada sejumlah peristiwa penting negara, Jokowi selalu menggunakan strategi ‘bungkam’ dan ‘buang badan’. Pada Kasus penghinaan Islam di Perancis dan pembunuhan 6 laskar FPI misalnya. Pada awalnya, Jokowi bungkam walau akhirnya karena desakan publik Jokowi terpaksa bersuara.

Kondisi menyebabkan demokrat mendapatkan posisi politik lebih legitimate dalam isu ini ketimbang Jokowi. Keengganan Jokowi membalas surat AHY menjadikan Demokrat leluasa membangun narasi politik tanpa ada ‘rival’ penyeimbang, dan pada akhirnya akan memenangkan hati publik dalam isu ini.

Ingat, tujuan manuver politik selain mengunci lawan adalah untuk menenangkan hati publik. Sebab, dalam peradilan politik, sengketa politik itu divonis oleh publik.

Publik ibarat ‘juri’ dalam sebuah persidangan. Suara publik ini, akan sangat menentukan pertarungan politik dalam memenangkan legitimasi rakyat.

Kedua, Jokowi tidak mau bicara, tetapi sejumlah kader PDIP termasuk orang istana (Moeldoko) aktif menanggapi. Itu artinya, kebijakan politik Jokowi tidak lepas dari sejumlah manuver yang ditempuh Moeldoko, termasuk apa yang dikatakan oleh Andreas ini.

Publik membaca, respons politik Moeldoko, istana, juga PDIP, terlihat gagap, galau, tidak percaya diri, dan justru semacam memberikan konfirmasi kebenaran isu kudeta politik Partai Demokrat. Mengenai, bagaimana peran Jokowi dan PDIP dalam konteks kudeta partai politik, sudah saya jelaskan pada tulisan saya terdahulu.

Ketiga, Jokowi dan PDIP gagal memutus isu kudeta partai demokrat ini dengan mengundi visualisasi kasus pada sosok Moeldoko. Sebab, Moeldoko sendiri ‘nyanyi’ kemana mana dalam rangka untuk mencari perlindungan. Dan terakhir, hingga menyebut nama Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Marvel di kabinet Jokowi.

Pada sisi yang lain, riuhnya komentar sejumlah kader PDIP justru menguatkan praduga, ada hubungan yang kuat antara kudeta partai demokrat, pengkhianat internal Partai Demokrat dijembatani Moeldoko yang menghubung ke istana dan PDIP. Untuk alasan apa ? Sederhana, ini semua hanya soal kekuasaan.

Jadi, up date isu politik kudeta Partai Demokrat bukan menjauhkan istana dan PDIP dari keterlibatannya. Namun, perkembangan politik justru semakin menguatkan kesimpulan ada istana dan PDI-P dibalik kudeta Partai Demokrat

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *