Hajinews — Pergerakan tanah terjadi di Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Sedikitnya 30 rumah terdampak dan infrastruktur jalan desa rusak akibat retakan yang muncul.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani mengatakan, kejadian serupa juga pernah terjadi tiga tahun yang lalu dan masih berkembang sampai sekarang.
“Jenis gerakan tanah diperkirakan berupa rayapan yang bergerak lambat, ditandai dengan retakan pada tanah dan merusak bangunan di atasnya,” kata Andiani dalam keterangan resmi PVMBG, Selasa (9/2/2021).
Ia mengatakan, secara umum lokasi bencana diperkirakan merupakan merupakan daerah perbukitan. Lokasi bencana berada pada ketinggian lebih dari 600 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Jampang, Jawa (Sukamto, 1975), daerah bencana tersusun oleh batuan Formasi Beser berupa breksi tuff, breksi andesit, dan lava andesit.
Kecamatan Nyalindung pun masuk ke dalam zona potensi gerakan tanah Menengah – Tinggi dalam Peta Prakiraan Terjadi Gerakan Tanah Bulan Februari 2021 yang dirilis PVMBG. “Artinya daerah ini mempunyai potensi menengah hingga tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali,” tutur Andiani, sebagaimana dilansir detikcom, Rabu (10/2/2021).
Penyebab Pergerakan Tanah
Terkait penyebab pergerakan tanah tersebut, ucapnya, dikarenakan kemiringan lereng yang agak curam. Selain itu, tanah pelapukan yang bersifat mudah meloloskan air melalui retakan yang terbentuk yang berada di atas batuan yang lebih kedap air (batupasir tufaan). “Batas antara keduanya diperkirakan sebagai bidang gelincir,” katanya.
“Kemudian, sistem penataan air permukaan (drainase) yang kurang baik dan tidak kedap air. Hujan yang turun dengan intensitas tinggi menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah,” katanya.
Mengingat curah hujan yang masih tinggi, maka untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda yang lebih besar, PVMBG merekomendasikan agar masyarakat lebih waspada dan melakukan pemantauan mandiri terhadap perkembangan retakan dan nendatan. “Jika terjadi perkembangan yang cepat agar segera melaporkan kepada aparat yang berwenang,” katanya.
Setelah itu, retakan tanah liat yang muncul harus segera ditutup dan mengarahkan aliran air menjauh dari retakan untuk mengurangi peresapan air. “Masyarakat di sekitar lokasi bencana/bahaya sebaiknya diungsikan dulu ke tempat yang lebih aman. Penanaman pepohonan berakar kuat dan dalam untuk memperkuat lereng,” katanya.