Ketika Semua Industri Terpukul Oleh Covid, Budidaya Yang Satu Ini Tetap Berjaya

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Ketika COVID-19 melanda Indonesia, industri seperti perikanan hancur. Namun, ada satu sektor yang melawan tren tersebut: budidaya rumput laut.

Penelitian para peneliti The Conversation Alexandra Langford, Hasnawati Saleh PhD, Scott Waldron, dan Sulfahri menunjukkan, budidaya rumput laut di Indonesia berkembang pesat selama pandemi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ada berbagai kemungkinan alasan untuk perubahan ini, termasuk kondisi lingkungan, praktik pertanian, dan dampak COVID-19.

Ketahanan budidaya rumput laut sangat penting, mengingat status bangsa sebagai penghasil rumput laut hidrokoloid terbesar di dunia. Indonesia menghasilkan dua pertiga dari pasokan global.

Rumput laut ini umumnya tidak dimakan, tetapi dijual ke pabrik untuk diolah menjadi bubuk yang digunakan untuk mengentalkan makanan seperti es krim.

Penelitian
Untuk studi kasus garis pantai daratan Pangkep di Sulawesi Selatan, para peneliti The Conversation menggunakan citra satelit frekuensi tinggi resolusi tinggi yang baru tersedia dari perusahaan pencitraan Bumi yang berbasis di AS, PlanetLabs, untuk memetakan budidaya rumput laut dari waktu ke waktu.

Meskipun Pangkep hanyalah satu kabupaten yang berkontribusi pada industri rumput laut Indonesia, metodologi para peneliti The Conversation memberikan wawasan tentang dampak COVID-19. Pendekatan ini dapat diperluas untuk menjelajahi wilayah yang lebih luas.

para peneliti The Conversation memetakan produksi rumput laut di sepanjang daratan Pangkep dari April 2017 hingga Desember 2020. Peta tersebut mengungkapkan bagaimana produksi rumput laut berubah sepanjang musim, hampir semua rumput laut ditanam pada paruh pertama tahun ini.

Selanjutnya, mereka membandingkan produksi rumput laut pada 2020 dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan. Mereka menemukan, produksi rumput laut antara Mei hingga September 2020 jauh lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya.

Kondisi lingkungan, praktik pertanian lokal, dan dampak ekonomi COVID-19, seperti gangguan perdagangan dan hilangnya pekerjaan, mungkin berkontribusi pada tren ini.

1. Kondisi lingkungan
Berbagai faktor mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut. Ini termasuk suhu air, sinar matahari, salinitas, nutrisi, tingkat keasaman, ukuran benih dan materi genetik, sedimentasi, kadar oksigen air, dan infeksi penyakit.

Misalnya, salinitas laut (konsentrasi garam dalam air laut) memiliki pengaruh yang sangat kuat pada pertumbuhan rumput laut.

Salinitas Laut Jawa bervariasi sepanjang tahun karena hujan monsun meningkatkan aliran sungai ke laut.

Akibatnya, pola curah hujan yang berbeda setiap tahun dapat meningkatkan atau menurunkan laju pertumbuhan rumput laut. Petani menanggapi hal ini dengan mengubah produksinya.

2. Praktik bertani
Cara bercocok tanam juga dapat mempengaruhi jumlah rumput laut yang dihasilkan. Faktor yang sangat penting adalah cara perbanyakan tanaman, catat para peneliti The Conversation.

Rumput laut Indonesia diperbanyak secara klonal dari stek.

Beberapa petani melakukannya sendiri, sementara yang lain membeli stek dari petani atau distributor lain.

Mengakses benih berkualitas tinggi merupakan tantangan bagi industri. Beberapa petani menghabiskan lebih dari setengah pendapatan pertanian rumput laut mereka untuk membeli benih untuk panen berikutnya.

Oleh karena itu, program bantuan petani pemerintah dapat berdampak kuat pada kelangsungan produksi rumput laut.

3. Dampak COVID-19
Meskipun faktor-faktor di atas dapat bertanggung jawab atas peningkatan produksi rumput laut, kemungkinan dampak ekonomi dari COVID-19 setidaknya sebagian bertanggung jawab atas perubahan tersebut.

Selama pandemi pada 2020, harga rumput laut turun hingga 27%.

Hal ini menunjukkan, petani memproduksi lebih banyak rumput laut tetapi menjualnya dengan harga lebih rendah daripada sebelum pandemi.

Mengapa demikian?

Meskipun COVID-19 mungkin berdampak pada berbagai industri di Indonesia, dampaknya terhadap budidaya rumput laut tidak terlalu parah. Ini karena rumput laut kering relatif mudah disimpan, sehingga lebih tahan terhadap gangguan rantai pasokan.

Ini berarti, meskipun harga rumput laut lebih rendah dari sebelumnya, industri ini mungkin masih menjadi lebih diminati dibandingkan dengan sektor lain yang terkena dampak lebih parah, para peneliti The Conversation menerangkan.

Misalnya, di beberapa bagian Bali, terjadi peningkatan produksi rumput laut yang sangat besar akibat hilangnya pekerjaan selama pandemi.

Meskipun data satelit saja tidak dapat memberikan gambaran lengkap tentang efek yang kompleks dari pandemi pada budidaya rumput laut, hal ini mengingatkan kita pada pola dan tren yang luas.

Penggunaan penginderaan jauh yang diperpanjang di area yang lebih luas, bersama dengan penelitian di lapangan sejauh mungkin, dapat membantu memantau situasi yang berubah-ubah, para peneliti The Conversation menekankan.

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *