“KAMI MALU”

"KAMI MALU"
Foto: kongres HMI di surabaya
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Muhammad Nabil (Ketua Umum Badko HMI 1995-1997)

Hajinews – Kalau prihatin dan miris kongres di Surabaya ini molor ya bukan Baper. Kalau ada transaksi uang yang cukup besar dalam kongres ya juga mengkhawatirkan, karena biasanya hanya uang untuk pulang setelah kongres selesai.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kalau melihat kongres selama 5 hari tidak melakukan kegiatan ya kita harus prihatin. Ceramah tidak ada, rapat tidak ada, yang ada hanya penundaan tanpa ada hal yang bisa dijelaskan dan tidak bisa dijelaskan.

Kalau peserta tidak bisa hadir karena di ikat oleh para calon ini ya juga tidak sehat. Semua peserta (ya… Semua peserta) tidak ada yang mengikuti sidang dan kegiatan apapun dalam agenda kongres selama beberapa hari.

Jauh-jauh hadir dari daerahnya ke surabaya kan ingin ikut kongres. Berarti sudah tau apa agenda yang ada dalam kongres. Tidak boleh ditoleransi karena sudah jauh menyimpang dari ruh HMI yaitu ada suasana dan tradisi intelektual yang sudah punah.

Kalau soal lempar kursi, berantem antar peserta itu memang tradisi yang sejak lama karena HMI masih diikuti oleh mahasiswa yang masih muda, jiwa muda dan darah muda.

Tapi seramai-ramainya suasana berantem dan lempar kursi atau lompat meja ketika dibacakan ayat-ayat Al Quran, semuanya diam dan tenang. Walaupun nanti muncul kejadian seperti ini lagi.

Dengan bahasa bercanda salah satu senior saya Mas Taufikurrahman Saleh (biasa dipanggil Cak Opik) mengatakan: biasanya orang marah itu disebabkan oleh dua hal, karena kemiskinan dan kebodohan.

Pengalaman di Kongres Riau (terpilihnya Mas Yahya) jelas sekali kejadian ini ada karena saya juga peserta utusan dari cabang Surabaya. Juga saat kongres di Surabaya (waktu terpilihnya Taufik Hidayat) di buka dan ada ceramah setiap nara sumber tidak pernah sepi peserta dan Sangat antusias untuk ikut.

Apa karena saat itu nara sumbernya hebat-hebat dan berkualitas dan pesertanya masih punya semangat tradisi intelektual atau apa, saya Tidak tau, tapi Faktanya seperti itu. Kalau penundaan atau penambahan waktu kongres itu karena banyak agenda kemamahasiswaan, keorganisasian, keummatan atau kebangsaan belum tuntas, masih bisa di toleransi. Tapi kalau tidak ada kegiatan apapun selama ber hari-hari kita sebagai alumni tentu harus prihatin, harus malu dan sedih.

Sekarang fokusnya adalah bagaimana kongres selesai dan terpilih ketua umum PB HMI yang baru dan mendapatkan amanah dari kongres.

Hasil kongres Surabaya tahun 2021 ini hanya menghasilkan pemilihan ketua umum baru yang sah dan sesuai AD ART. Itu mungkin sekarang yang urgent dan harus segera direalisasikan.

Kami semua malu, malu kepada diri kita, malu kepada kampus sebagai basicnya HMI, malu kepada pihak luar karena HMI tidak (belum) bisa memberi tauladan dalam berkongres dengan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.

Kita hanya bisa malu karena kita sudah bukan lagi peserta. Tapi masih punya tanggung jawab moral karena kita dibesarkan di HMI. Minimal masih punya rasa malu. “Apabila engkau tidak punya rasa malu, maka peebuatlah apa yang engkau suka ” (HR. Bukhori).

Jangan sampai kita melihat fakta seperti ini malah jadi permisif, cuek atau menganggap ini peristiwa biasa. Ini peristiwa luar biasa bagi organisasi setua dan sebesar HMI.

Dan yang menjadi catatan penting lagi bagaimana respon kampus (sebagai bidang harap utama HMI) dan mahasiswa baru yang akan menjadi calon anggota HMI melihat peristiwa nyata dalam kongres HMI di Surabaya. Apa menjadi daya tarik atau daya tolak?

Mohon maaf dan Wallahu a’lam.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *