Premanisme Politik, Kekerasan, dan Kemunduran Demokrasi, Pengamat: Ada Pembiaran Dari Pemerintah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Premanisme dalam skema politik sudah seperti ‘warisan’ dari era kolonial, terus mengakar dan surut serta tumbuh subur sejalan dengan kepentingan politik.

Wijayanto, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, dalam forum diskusi pada Senin, 29 Maret 2021 menyoroti bagaimana negara mendukung atau sekurang-kurangnya membiarkan premanisme digital berkembang dalam membangun narasi politik di ruang siber, dalam kasus pelemahan KPK, New Normal, Omnibus Law dan pelaksaanna Pilkada di masa Pandemi Covid-19.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Premanisme dalam aktivisme politik digital di Indonesia tercermin dari isu-isu politik utamanya di era Pandemi di mana ruang sosial bertransformasi dalam bentuk komunikasi berbasis internet.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh LP3ES, Universitas Diponegoro da University of Amsterdam ditemukan pasukan siber yang dikerahkan untuk mendukung kebijakan terkiat dengan new normal dan Omnibus Law, bahkan juga Pilkada Serentak 2020. Ironisnya, dalam platform Twitter, terjadi tweet-war yang dilakukan antara kubu pro dan kontra terkait suatu isu politik.

Fenomena tweet-war ini dilakukan dengan penyampaian pesan melalui bahasa yang kasar dan vulgar, terutama terkait aktivisme digital yang dilakukan oleh para buzzer baik dari kubu pro maupun kontra pemerintah.

Lebih parah lagi, pemerintah dalam beberapa kasus justru mendukung narasi politik yang muncul dari tweet-war tersebut, sementara di kasus lainnya tweet-war dengan konteks politik dibiarkan berkembang begitu saja.

Selain hal di atas, ada pula serangan siber yang muncul dari aktivisme digital di era politik Indonesia saat ini. Teror tersebut muncul dalam bentuk spam call dari nomor telepon luar negeri, peretasan akun sosial media, dan juga doxing. Kasus-kasus teror siber ini tidak terekspos di media, sehingga publik tidak menyadari adanya bahaya dari premanisme digital dalam aktivisme di era digitalisasi.

Pasukan siber yang ada dalam berbagai kasus dukungan kebijakan bermasalah merupakan refleksi premanisme digital. Ini dengan jelas telah menunjukkan bahwa negara bukan satu-satunya agen yang memiliki monopoli terhadap kekerasan.

Di sisi lain kita menyaksikan juga premanisme digital yang melakukan teror terhadap aktivis pro demokrasi dalam berbagai kasus yang belum juga terungkap kasusnya hingga hari ini menciptakan kesan seakan negara justru membiarkannya jika tidak mendukungnya.

Seiring dengan gelombang revolusi digital yang mempengaruhi dan mengubah demokrasi kita dari off line menuju daring, permasalahan-permasalahan demokrasi seperti premanisme politik juga berpindah dari daring ke off line. (Nenden).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *