Hajinews — Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar menyoroti aparat kepolisian yang menembak mati pelaku teror di menyerang Mabes Polri pada 31 Maret 2021
Haris Azhar menjelaskan mengenai beberapa prosedur yang harus dilakukan sebelum menembak mati pelaku teror.
Menurut Haris Azhar seharusnya pihak kepolisian mengetahui cara menggunakan senjata api saat sedang dalam situasi ancaman.
“Sebelum dieksekusi mati, seorang pelaku teror terlebih dahulu harus dilumpuhkan,” ujar Haris Azhar sebagaimana dilansir mantrasukabumi.com dari akun YouTubr Refly Harun, Sabtu (3/4/2021)
Tatacara Penggunaan Senjata
Di Kuba pada salah satu turunan, yaitu adalah soal tata cara penggunaan senjata api oleh penegak hukum
Menurutnya, seperti yang dituliskan pada Prinsip Kuba tersebut, terdapat aturan-aturan dimana penegak hukum bisa menggunakan senjata api.
Didalam Prinsip Kuba tersebut terdapat ukuran-ukuran dimana penegak hukum boleh langsung melakukan eksekusi tembak.
Tak hanya itu, sebelum dilumpuhkan pun pihak kepolisian mesti melakukan beberapa prosedur sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Tata cara menembak pun ada jenisnya, tembak melumpuhkan atau menembak yang mematikan.
“Jadi sebelum mematikan harus melumpuhkan dulu, sebelum melumpuhkan juga ada penegakan hukum lain misalnya mencegah dan lain-lain,” ujar Haris.
Haris Azhar juga menegaskan, seharusnya terdapat pemeriksaan keamanan terlebih dahulu di pintu gerbang Mabes Polri sebelum seseorang bisa masuk.
“Memang cara masuk ke Mabes Polri itu hanya ada beberapa pintu, dan beberapa pintu itu dijaga, dimintain kartu identitas dan lain-lain,” lanjutnya.
Namun meskipun begitu, ia menganggap jika standar pemeriksaan di Mabes Polri kurang maksimal.
“Tetapi memang standar pemeriksaannya enggak ketat, ya mungkin karena mungkin saya dikenal oleh polisi jadi agak sedikit gampang,” tutur Haris Azhar.
Sementara itu, dalam Prinsip Kuba, Haris Azhar mengatakan terdapat aturan dimana seharusnya penegak hukum menembak seseorang.
“Di Kuba Prinsipal, ada aturan dalam situasi seperti apa nembaknya boleh ke kaki, dalam situasi seperti apa nembaknya boleh ke dada,” ucap Haris Azhar.
Aktivis HAM pun menyinggung Perkap Pasal 19, yang menyebutkan aturan penegak hukum untuk mengambil tindakan saat ada situasi semacam serangan teroris.
Setiap orang yang berakibat meninggal pada operasi penindakan terorisme, harus dilakukan pemeriksaan.
Tetapi masalahnya situasi kemarin bukan dalam operasi penanggulangan terorisme.
Kemudian melihat aksi teror di Mabes Polri, Haris Azhar mempertanyakan sikap polisi yang memutuskan untuk mengeksekusi mati pelaku.
Haris Azhar mempertanyakan terkait tindakan aparat kepolisian yang berjaga di Mabes Polri tentang pemahaman tata cara menangani aksi teror.(dbs)