Berapologisasi Buruknya Kinerja Ekonomi 2020, Sri Mulyani Dinilai Lemparkan Kesalahan

Ilustrasi ist
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews — Seorang Menteri yang menerima mandat sebagai pembantu Presiden untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi di bidang tertentu haruslah pribadi solutif dan bertanggungjawab. Sebagai pejabat negara, maka tidak tepat kalau berapologi atau kemudian menimpakan kesalahan atas hasil kinerja buruk perekonomian yang dicapai selama Tahun 2020.

“Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani atas kondisi ekonomi terburuk yang dicapai Indonesia selama 150 tahun seolah menyalahkan keadaan pandemi Covid19, dan justru terkesan menganggap dirinya tak melakukan apapun (she did not do nothing). Padahal, kondisi ekonomi Indonesia sejatinya juga tidak bergerak sama sekali selama hampir 6 tahun terakhir atau sebelum adanya pandemi Covid19,” ujar Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi dalam rilis, sebagaimana dilansir Datacore, Jumat (9/4/2021).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Defiyan Cori
Melempar Tanggungjawab

Dengan pernyataan itu, menurut Defiyan, tampak sekali Sri Mulyani ingin melempar tanggungjawab melalui alasan pandemi Covid19 yang tengah melanda sebagian besar negara. Namun, tidak semua negara juga mengalami kondisi ekonomi terburuk selama masa pandemi Covid19, seperti negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu Laos, Kamboja dan Vietnam yang mampu mencapai pertumbuhan ekonomi positif.

“Laos, dimasa pandemi pada Tahun 2020 mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2 persen. Sementara itu, Vietnam tumbuh sebesar 2,91 persen untuk setahun penuh, atau lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan (estimasi) median 2,8 persen dalam survei yang dilakukan oleh Bloomberg,” papar Defiyan.

Artinya, menurut dia, pandemi Covid19 berpengaruh hanya sebesar 2-3 persen saja terhadap jalannya perekonomian kedua negara tersebut. Sedangkan Indonesia dalam masa pandemi Covid19 terjadi kemerosotan ekonomi sebesar -2,07, yang berarti berpengaruh buruk sebesar 6-7 persen lebih terhadap capaian pertumbuhan ekonomi atau terus menurun secara kuartalan maupun tahunan 2020.

“Sri Mulyani harus keluar dari kerangka pemikiran buku teks (text book thinking) dan melakukan perubahan paradigmatik sistem ekonomi nasional melalui reformulasi kebijakan ekonomi arus utama saat ini serta penganggaran pembangunan bangsa dan negara sesuai Pasal 33 UUD 1945,” ujar Defiyan.

Perubahan paradigmatik atas sistem ekonomi inilah, menurut Defiyan, yang telah mampu menghela dan mendongkrak kinerja perekonomian 4 (empat) negara ASEAN yang dahulu tertinggal pada tahun 1980-an karena konflik di dalam negerinya. Kecuali Myanmar yang juga sudah mulai mencapai pertumbuhan terbaik, namun diganggu oleh adanya instabilitas politik, yaitu kudeta pemerintahan oleh pihak militer.

“Jika mengacu pada kestabilan politik dan keamanan yang dikondisikan semasa Presiden almarhum Soeharto memimpin, maka pertumbuhan ekonomi bisa tercapai 10,92 persen pada Tahun 1970. Apabila hal ini dapat dikelola juga oleh Presiden Joko Widodo, bukan tidak mungkin selama 1-2 tahun perekonomian Indonesia akan tumbuh dan maju, tentunya dengan skala prioritas yang terarah dan terukur, bukan seperti saat ini,” papar Defiyan.(ingeu/dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *