KPID Jabar: Literasi Media Adalah Perintah Al-quran

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Bandung, Hajinews.id,- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat mengingatkan publik bahwa salah satu pesan Alquran yang turun pertama kali di tanggal 17 Ramadhan adalah pesan melek media atau literasi media, yakni iqra’ atau perintah membaca. Pesan itulah yang kemudian mampu dimaknai secara benar sehingga mendorong peradaban Islam yang sangat mencerahkan.

Demikian salah satu inti dialog dakwah sejuk KPID Jawa Barat di Radio Barani 1116 AM Jl. Raya Cinunuk No 84 Cileunyi Kab. Bandung, Kamis (6/5/2021). Dialog yang dipandu Abah Piit (Dudy Hermawan) menghadirkan Kordinator Kelembagaan KPID Jabar Roni Tabroni, Pengamat penyiaran Edi Pramono dan Komisioner KPID Syaefurrahman Al-Banjary.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Syaefurahman, makna iqra (membaca) bukan hanya membaca secara tekstual, tapi juga membaca tanda-tanda alam, yang membuat orang mau menganalisis kejadian. Ada tiga perintah membaca dalam membudayakan literasi. Pertama adalah jadi masyarakat pendengar (listening society), mendengarkan beragam informasi. Di sini diperlukan kecerdasan memilih dan memilah informasi. Kedua adalah masyarakat pembaca (reading society), melakukan penelaahan lebih lanjut, sehingga sampai pada tahap ketiga yakni menjadi masyaraat penulis atau writing society.

“Ketika masyarakat sudah pandai menuliskan hasil pendengaran dan bacaan maka akan menghasilkan tulisan, sebuah karya tulis. Dalam sejarah peradaban Islam, muncullah ahli matematika Aljabar. Dialah yang menulis pertama tentang solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Dia juga berperan penting dalam mengenalkan angka Arab, yang kemudian diadopsi sebagai standar penomoran desimal di dunia Barat. Ini terjadi pada abad 12,” kata Syaefurrahman.

Dilanjutkan oleh Roni Tabroni bahwa KPID Jabar melalui gerakan literasi ini mendorong publik mengetahui betapa gerakan literasi itu sangat penting agar masyarakat benar-benar melek media. Bukan hanya media radio, televisi bahkan media sosial, melainkan lebih jauh dari itu. Dan inilah yang perlu kita kembangkan sebagai literasi keumatan agar publik makin cerdas.

Sementara Edi Pramono mengingatkan bahwa sejatinya, pemilik mike atau speaker radio bukanlah pemilik stasiun radio itu, melainkan milik publik -masyarakat secara keseluruhan. Karena itu siapapun yang berbicara di radio hakekatnya adalah menggunakan frekuensi publik, sehingga tidak boleh sembarang bicara. Ada rambu-rambu yang harus ditaati, antara lain tidak boleh menyinggung SARA, merendahkan orang lain, menyalahkan praktek keagamaan, berkata jorok, cabul dan tidak etis lainnya.

“Media radio memiliki peran meningkatkan integrasi bangsa, memperkokoh keimanan dan ketakwaan. Dalam konteks ini dakwah di lembaga penyiaran harus sejuk, dan mampu meningkatkan toleransi, mampu mencerdaskan di antara perbedaan, bukan memperuncing perbedaan,” katanya (*).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *