Mudik Bukan Pergerakan Teroris Tapi Kebahagiaan Rakyat

Mudik Bukan Pergerakan Teroris Tapi Kebahagiaan Rakyat
dilarang mudik. foto/dok ist
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : M Rizal Fadillah, SH – Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Hajinews – Sedih melihat beberapa foto dan video yang menggambarkan betapa ketat aparat keamanan menjaga batas pintu masuk kota/kabupaten. Salah satu video menayangkan konon di perbatasan Bogor-Bekasi penjagaan sampai mengerahkan kendaraan militer. Media melansir berita bahwa “Satuan Tempur TNI Dikerahkan untuk penyekatan Pemudik di Jawa Tengah”.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ada tiga hal yang memprihatinkan rakyat, bangsa, dan negara dengan fenomena ini, yaitu:

Pertama, keterlibatan militer untuk penyekatan “menghadapi” rakyat pemudik adalah berlebihan. Institusi yang kompeten cukup Kepolisian. Sama berlebihannya dengan pasukan Kodam Jaya menurunkan Baliho HRS yang menjadi tugas dan kewenangan Satpol PP.

Kedua, Efek psikologis menurunkan “Satuan Tempur TNI” adalah teror psikologis bagi rakyat yang sudah direnggut kebahagiannya. Larangan mudik itu mengecewakan dan menyedihkan. Terkesan betapa bahayanya rakyat di depan aparat sehingga perlu diteror dengan pasukan. Rakyat bukan teroris.

Ketiga, rakyat atau masyarakat pulang kampung atau mudik bukan berarti memiliki uang berlimpah, mereka sekedar ingin bertemu dengan sanak keluarga, orang tua dan kerabat. Dengan pengerahan pasukan dan aparat maksimal, maka penyekatan dapat dikesankan menjadi “proyek lebaran” bagi petugas. Pasukan TNI yang dikerahkan mencitrakan selama ini bahwa pasukan itu memang “menganggur”.

Bahwa kondisi pandemi semua sudah tahu, rambu-rambu sudah dibuat yang disebut prokes. Kebijakan ketat mudik tak sebanding dengan longgarnya pariwisata. Mall tetap dibuka, pariwisata tetap digalakkan, bahkan pulang pergi penerbangan ke negeri Cina dibuka lebar. Ketidak adilan terus menampar wajah kekecewaan dan kepedihan rakyat Indonesia.

Jika ingin ketat urusan pergerakan masyarakat antar daerah, sejak dulu telah disarankan berlakukan saja sekaligus kebijakan “lockdown” tapi kan Pemerintah memang “bokek” sehingga tak mampu membiayai. Akhirnya kebijakan inkonsisten terpaksa diambil. Kebijakan plintat-plintut.

Pejabat, pengusaha, atau orang kaya mampu berputar-putar menikmati wisata belanja dimana-mana, sementara rakyat yang hidup pas-pasan atau bernafas kembang kempis, untuk dapat bertemu bapa dan ibunya saja tidak bisa.

Kebahagiaan yang terenggut di negeri banjir air mata.

Bandung, 7 Mei 2021

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *