Gus Baha Ajak Teladani Perjuangan Kiai Baidlowi

Agus Fathuddin SAMPAIKAN TAUSIAH: Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) didampingi KH Muhammad Abdurrahman Al Kautsar (Gus Kautsar) Ploso Kediri (tengah) dan Habib Anis Shahab dari Jakarta menyampaikan tausiah Haul Ke-51 KH Baidlowi Tsani bin Abdul Aziz dan KH Cholil bin Abdullah Umar di halaman Pondok Pesantren Wahdatut Tullab ‘’Al-Wahdah’’ Lasem, Kabupaten Rembang.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



REMBANG, Hajinews – Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengajak umat meneladani sepak terjang perjuangan KH Baidlowi bin Abdul Aziz Lasem baik dalam pengembangan dakwah Islam maupun perjalanan sejarah kebangsaan.

‘’Mbah Kiai Baidlowi ulama yang sangat sederhana tetapi kealiman dan reputasinya mendunia,’’ tegasnya dalam upacara Haul Ke-51 KH Baidlowi Tsani bin Abdul Aziz dan KH Cholil bin Abdullah Umar di halaman Pondok Pesantren Wahdatut Tullab ‘’Al-Wahdah’’ Lasem, Kabupaten Rembang, kemarin. Gus Baha yang juga pengasuh Pondok Pesantren Alquran di Kragan, Narukan, Rembang itu mengatakan, Mbah Dlowi, panggilan akrab KH Baidlowi hingga kini menurunkan murid-murid dan sejumlah ulama hebat di Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sejumlah santri yang pernah mengaji kepada KH Baidlowi antara lain Kiai Khudlori Magelang, Kiai Maimoen Zubair Sarang, Kiai Asrori Magelang, Kiai Sahlan Temanggung, Kiai Dahlan, Kiai Hafidz Rembang, Kiai Hasyim Purworejo, Kiai Wahib Wahab Hasbullah Jombang, dan Kiai Dimyati Banten (Abuya Dimyathi).

Salah satu putra menantu, KH Muadz Thohir dari Kajen, Margoyoso, Pati menjelaskan, haul Kiai Baidlowi dan para masyayih Lasem biasanya dihadiri ribuan orang. Namun karena suasana pandemi Covid-19 jamaah yang hadir dibatasi. Yang hadir pun selalu diingatkan melaksanakan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak dan menggunakan handsanitizer yang disediakan panitia. Meski dihadiri jamaah terbatas, kemeriahan haul terlihat dengan hadirnya Habib Anis bin Shahab dari Jakarta yang melantunkan shalawat dan lagu-lagu religi. Cucu KH Baidlowi yang kini mengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah, KH Ahfas Faishol Hamid Baidlowi (Gus Ahfas) menjelaskan, sejumlah ulama dan undangan hadir yaitu KH Abdul Halim pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, KH Muhammad Abdurrahman Al Kautsar (Gus Kautsar) Ploso Kediri, Gus Ali Qoishor dari Muntilan, Watucongol, Magelang, KH Abdullah Ubab Maimoen Zubair (Gus Ubab) yang memimpin doa, Kepala Masy’aril Haram Tour (Mastour) H Jumadi Sastradihardja, KH Zaim Ahmad Maksum (Gus Zaim) dan lain-lain.

 

Penyebaran Islam

Nyai Hajjah Jamilah Cholil Abdullah Umar (istri KH Abdul Hamid Baidlowi) didampingi putranya KH Ahmad Zaki Mubarok menjelaskan, Kiai Baidlowi lahir di Lasem, Rembang pada 12 Syawwal 1297 H atau 17 September 1880. Darah genetiknya masih bersambung dengan Sayyid Abdurrahman atau dikenal Mbah Syambu Lasem. Nasab atau silsilahnya yakni Kiai Baidlowi bin Kiai Abdul Aziz bin Kiai Baidlowi bin Kiai Abdul Latif bin Kiai Abdul Bar bin Kiai Abdul Alim bin Sayyid Abdurrahman (Mbah Syambu) bin Sultan Benowo bin Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya). Dari nasab ini berarti Kiai Baidlowi masih mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah Saw. Sebab, Mbah Syambu adalah seorang Sayyid (keturunan Rasulullah) yang bermarga Syaiban.

Menurutnya, Lasem, tempat kelahiran Kiai Baidlowi sejak dulu dikenal sebagai tempat penyebaran agama Islam. ‘’Karena itu Lasem sampai saat ini dianggap sebagai salah satu kota santri. Konon, kiai-kiai besar di Tanah Jawa adalah keturunan dari kiai asal Lasem. Mereka tersebar ke berbagai daerah seperti Jombang, Pati, Langitan, Semarang, Jember, dan lain-lain,’’ kata Nyai Jamilah. Sang ayah, Kiai Abdul Aziz adalah tokoh terkemuka di daerah Lasem, kepadanya lah Kiai Baidlowi belajar dasar-dasar ilmu keIslaman.

Semenjak sang ayah meninggal dunia ketika usia Kiai Baidlowi masih tergolong remaja, ia memutuskan melakukan pengembaraan ilmu ke berbagai pesantren di Nusantara. Setelah belajar ke banyak pesantren, Kiai Baidlowi melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Haramain. Di Mekkah, ia berguru kepada ulama-ulama besar Haramain, selain itu beliau juga berguru kepada ulama Nusantara seperti Syaikh Mahfudz al-Turmusi, Syaik Umar Syatha, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan lain-lain.

Sejak di Haramain, Kiai Baidlowi Sudah dikenal kealimannya. Karena itu, ia dengan cepat diangkat sebagai ulama yang berwenang untuk mengajar di Masjidil Haram. Salah satu santri didikannya adalah Syaikh Yasin bin Isa al-Fadani. Bahkan karena kiprahnya yang menonjol di Tanah Haramain beliau masuk dalam kitab ‘Alamul al-Makkiyin karya Syaikh Abdallah Abdurrahman, sebuah kitab yang menghimpun ulama-ulama besar Makkah.

Namun demikian, sejak konflik Turki-Arab terjadi berkepanjangan di Haramain, Kiai Baidlowi harus kembali ke Tanah Air. Kedatangannya disambut gembira oleh ulama dan masyarakat. Ia menjadi harapan perjuangan dakwah Islam, terutama melalui pondok pesantren al-Wahdah Lasem.(ingeu/B13-)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *