Gawat! Tak Punya Anggaran, 3 Provinsi Tolak Lockdown?

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

 

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Jakarta, Hajinews.id  – Lonjakan kasus virus corona (Covid-19) di sejumlah wilayah Tanah Air membuat opsi (lockdown) menyeruak. Namun, setidaknya, ada 3 provinsi yang tak sanggup untuk memberlakukan lockdown lantaran keterbatasan anggaran.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X sebelumnya sempat menyerukan opsi lockdown di wilayahnya. Namun, ia berubah pikiran. Sultan mengaku lockdown menjadi pilihan terakhir untuk memutus penyebaran Covid-19.

“Itu (lockdown) pilihan terakhir,” ucap Sultan, melansir Antara, Senin (21/6/2021).

Ia menjelaskan, jika lockdown diterapkan, konsekuensinya adalah mengganti biaya hidup seluruh masyarakat.

“Enggak ada kalimat lockdown. Saya enggak kuat ngeragati (membiayai) rakyat se-Yogyakarta,” ucapnya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menolak opsi lockdown. Itu karena sejak awal telah disepakati tidak ada istilah lockdown.

“Sebenarnya enggak ada istilah lockdown, saya juga bingung kenapa dihidupkan lagi istilah lockdown. Dulu disepakati yang namanya lockdown itu bahasa Indonesianya adalah PSBB atau pembatasan sosial berskala besar,” kata gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu di Bandung, Senin (21/6/2021).

Ia mengatakan, penerapan PSBB tersebut juga harus dibarengi dengan kesiapan pangan untuk masyarakat terdampak.

Sementara itu, Kang Emil menyatakan, saat ini Pemprov Jabar tidak memiliki anggaran. Karena itu, ia meminta bantuan logistik dari pemerintah pusat sebelum menerapkan PSBB.

“Kami dari Jabar anggaran memang sudah tidak ada. Jadi, kalaupun itu (PSBB) diadakan, maka dukungan logistik dari pusat harus betul sudah siap, baru kami akan terapkan di Jabar,” tuturnya.

Di wilayah DKI Jakarta usulan agar lockdown diterapkan juga menyeruak. Namun, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani menilai, kebijakan tersebut bukan pilihan yang tepat jika melihat anggaran Pemprov DKI Jakarta. Ia mengatakan, penerapan PSBB ketat sebelumnya telah menguras pendapatan Pemprov DKI.

“Satu-satunya pendapatan DKI itu dari pajak. Jadi kalau ini direm lagi, kita enggak punya uang untuk mendanai kesehatan kita,” kata Zita, beberapa waktu lalu.

Zita menjelaskan, jika rem darurat ditarik terlalu kencang dapat berdampak terhadap pajak. Kalau pajak kita drop, tidak bisa Pemprov melakukan pembiayaan untuk kesehatan,” kata Zita. (dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *