Bantuan Diberikan Kepada Konglomerat, Fungsi Intermediasi Bank Tidak Berjalan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Jakarta – Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindikasikan adanya penerima Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar 1 triliun rupiah yang tidak sesuai kriteria. Hal itu menandakan fungsi intermediasi bank tidak berjalan sebagaimana mestinya karena ditengarai bantuan bukan ke sektor riil, tetapi disalurkan bank ke konglomerat.

Ekonom Konstitusi Defiyan Cory yang diminta pendapatnya di Jakarta, Rabu (23/6) mengatakan apabila itu terkait tindak pidana penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang mengelola penyaluran bantuan itu, maka harus diproses secara hukum.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebab, penyalahgunaan bantuan itu menjadi preseden buruk dalam pengelolaan ekonomi. Bantuan seharusnya menyasar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi untuk meningkatkan skala ekonomi, malah dialihkan ke konglomerat.

“Ini sebuah tindak kejahatan moral (moral hazard) yang tidak bisa dibiarkan, terutama oleh bank. Bukti bahwa intermediasi bank sama sekali tidak bekerja untuk sektor riil. Di buku mereka ada ribuan UKM tapi bohong semua, audit BPK membuktikannya,” kata Defiyan.

Selain audit BPK, di audit BPKP juga menunjukkan terjadinya kejahatan terorganisir di daerah, di mana 40 persen belanja daerah tidak bermanfaat bagi masyarakat dan selebihnya 60 persen pun tidak produktif.

Hasil audit BPK juga menemukan 15 triliun rupiah dana yang dialokasikan pemerintah untuk usaha produktif mikro dengan jumlah penerima ribuan ternyata terlambat disalurkan kepada penerima manfaat hingga akhir Oktober 2020.

“Ini kejahatan intermediasi bank yang membuat pembangunan tidak jalan. Kejahatan intermediasi bank pada 1998 ternyata diulang bahkan lebih jahat karena menggunakan nama nominee. Ini semua bersumber dari kejahatan obligasi rekap BLBI yang sampai saat ini pengemplang kelas kakapnya tidak pernah masuk penjara dan akibatnya membuat kejahatan lebih besar lagi,” katanya.

Akibat dari BLBI kita jatuh dalam perangkap utang. Hingga April 2021, utang Indonesia sudah mencapai 6.527 triliun rupiah. “Karenanya Satgas BLBI harus tegas dan tuntas dalam menangani hak tagih negara, kalau tidak negara keburu collapse, katanya.

Kelak, jika International Anti-Corruption Court (IACC) terbentuk, maka bank tidak cukup hanya mengganti rugi, tetapi ikut terpidana. Terlepas dari negara ikut menandatangani atau tidak, tetap akan terkena aturan internasional itu. Peradilan internasional itu menilai tindak pidana seperti itu sebagai extraordinary crime against humanity karena yang dimiskinkan adalah para balita yang dibuat melarat.

Harus Ditindaklanjuti

Secara terpisah, Ekonom senior, Fadhil Hasan, meminta BPK untuk menelusuri lebih lanjut penyaluran BPUM senilai lebih dari 1 triliun rupiah untuk mengetahui ada tidaknya kesengajaan atau unsur korupsi manipulasi atau memang karena lemahnya data.

“Ini temuan penting dan harus ditindaklanjuti serius, kalau sampai terjadi manipulasi, korupsi, siapa yang bertanggungjawab ya harus diproses, moral hazard luar biasa karena ini extraordinary crime di masa pandemi,” kata Fadli.

BPK semestinya melacak lebih jauh ke bank penyalur bantuan, kenapa fungsi intermediasi bank tidak jalan sebagaimana mestinya. Apalagi, belum lama Kementerian Sosial membuka masalah data penerima bantuan sosial yang tidak akurat hingga berjumlah 20 juta orang. Sejak lama indikasi lemahnya data menjadi masalah terus menerus di Indonesia.

Fungsi Verifikator

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya, Andy Fefta Wijaya, mengatakan penyalagunaan bantuan ke usaha mikro produktif tidak akan terjadi, jika peran dan fungsi verifikator di setiap level baik pemerintah daerah maupun pusat bekerja secara optimal.

Salah sasaran menunjukkan lemahnya tata kelola dalam hal penyaluran BPUM ini. Kementerian Koperasi dan UMKM seharusnya bertanggungjawab dalam kasus ini karena koordinasinya lemah.

Dia pun berharap agar penyaluran bantuan hanya mengacu pada satu data yang link-nya bisa diakses bank, BPUM, dan pihak lain yang berkepentingan.

Sebelumnya, BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 menyebutkan terdapat penerima BPUM yang tidak sesuai kriteria sebanyak 418.947. Dari jumlah tersebut, sebanyak 56 berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri, 2.413 penerima bantuan dengan NIK yang sama menerima bantuan lebih dari satu kali.

Kemudian, 29.060 bukan usaha mikro, 144.802 sedang menerima kredit dari bank lain, 25.912 sedang menerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), lalu 207.771 memiliki NIK yang tidak sesuai dengan database Dukcapil dan 8.933 penerima sudah meninggal dunia. (dbs).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *