Tampak Alim, Tapi Suka Maksiat Ketika Sendirian

Tampak Alim, Tapi Suka Maksiat Ketika Sendirian
Tampak Alim, Tapi Suka Maksiat Ketika Sendirian. Foto/ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Hajinews.id – Ada seseorang yang ketika di hadapan orang banyak terlihat alim dan saleh. Namun kala sendirian, saat sepi, ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah. Keadaan semacam itu telah disinggung oleh Nabi ﷺ jauh-jauh hari. Dalam hadis dalam salah satu kitab sunan disebutkan:

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا »

Dari Tsauban, dari Nabi ﷺ, ia berkata: “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada Hari Kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah, namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.”

Tsauban berkata: “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami, supaya kami tidak menjadi seperti mereka, sedangkan kami tidak mengetahuinya.”

Rasulullah ﷺ bersabda: “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian, mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” [HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini Hasan]. Ibnu Majah membawakan hadis di atas dalam Bab “Mengingat Dosa”.

Hadis di atas semakna dengan ayat:

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah. Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” [QS. An-Nisa’: 108] Walaupun dalam ayat ini tidak disebutkan tentang hancurnya amalan.

Ada beberapa makna dari hadis Tsauban yang telah disebutkan di atas:

Pertama:

Hadis tersebut menunjukkan keadaan orang munafik, walaupun kemunafikan yang ia perbuat adalah kemunafikan dari sisi amal, bukan i’tiqad (keyakinan).

Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan dalam Az-Zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kabair (2: 764) mengenai dosa besar no. 356:

“Termasuk dosa besar adalah dosa yang dilakukan oleh orang yang menampakkan kesalehan, lantas ia menerjang larangan Allah. Walau dosa yang diterjang adalah dosa kecil, dan dilakukan di kesepian. (Kemudian beliau mengutip hadis dari Ibnu Majah sebagaimana telah disebutkan di atas – pent).

Karena kebiasaan orang saleh adalah menampakkan lahiriyah. Kalau maksiat dilakukan oleh orang alim saleh walaupun sembunyi-sembunyi, tentu mudharatnya besar dan akan mengelabui kaum muslimin. Maksiat yang orang saleh terjang tersebut adalah tanda hilangnya ketakwaan dan rasa takutnya pada Allah.”

Kedua:

Yang dimaksud dalam hadis Tsauban dengan bersendirian dalam maksiat pada Allah, tidak berarti maksiat tersebut dilakukan di rumah seorang diri, tanpa ada yang melihat. Bahkan boleh jadi maksiat tersebut dilakukan dengan jamaahnya atau orang yang setipe dengannya.

Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa yang dimaksud dalam hadis bukanlah melakukan maksiat sembunyi-sembunyi. Namun ketika ada kesempatan baginya untuk bermaksiat, ia menerjangnya. [Silsilah Al-Huda wa An-Nuur no. 226]

Ketiga:

Makna hadis Tsauban adalah bagi orang yang menghalalkan dosa, atau menganggap remeh dosa tersebut.

Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi berkata:

“Ada orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi namun penuh penyesalan. Orang tersebut bukanlah orang yang merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena asalnya orang semacam itu mengagungkan syariat Allah. Namun ia terkalahkan dengan syahwatnya. Adapun yang bermaksiat lainnya, ia melakukan maksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh dosa, pen.). Itulah yang membuat amalannya terhapus.” [Syarh Zaad Al-Mustaqni’, no pelajaran 332]

Semoga kita dapat menjauhi dosa dan maksiat di kala sepi dan kala terang-terangan. Jadikan nasihat ini terutama untuk setiap diri kita pribadi.

Referensi utama: http://islamqa.info/ar/134636

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *