Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kalampayan, ulama besar Madzhab Syafi’i dari Banua Banjar.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Khairullah Zain

Hajinews.id – Sejatinya tidak ada kesepakatan para ulama mengenai hukum qurban untuk orang yang sudah Meninggal . Ada yang memandang sah dan ada yang tidak.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Perbedaan pendapat ini berhulu pada perbedaan memandang posisi qurban di mata syari’at. Ada yang memandang qurban adalah suatu ibadah khusus yang telah ditetapkan aturannya oleh syariat, dan ada yang memandang qurban sebagai sebuah sedekah, hanya saja dikhususkan pada hari tertentu.

Mereka yang berpandangan qurban adalah ibadah mahdhah, tidak membolehkan dan tidak menganggap sah qurban untuk orang lain, baik masih hidup atau sudah Meninggal , bila tanpa izin atau wasiat orang yang bersangkutan.

Sementara, mereka yang berpandangan ibadah qurban semakna dengan sedekah, maka membolehkan dan menganggap sah qurban untuk orang lain, khususnya untuk orang yang sudah Meninggal.

Ibadah Qurban untuk Orang Mati Mutlak Sah

Imam Abu Al Hasan Al ‘Ubbadi (495 – 415 H), seorang ulama Madzhab Syafi’i aliran Khurasan berpendapat qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia atau Meninggal, boleh secara mutlak. Maksudnya, meski tidak ada wasiat dari orang yang meninggal tersebut.

(وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

Adapun berqurban untuk orang yang sudah Meninggal, maka Abu Al Hasan Al Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah. Adapun alasan kebolehannya adalah karena ibadah qurban bagian dari sedekah. Sedangkan sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” 

Pendapat ini kemudian diikuti sebagian ulama Madzhab Syafi’i generasi belakang, di antaranya Imam Ar Ramli (919 – 1004 H), sebagaimana disebutkan dalam Hasyiyah Al ‘Umairah. Imam Ar Ramli memperkuat argumennya bahwa hal ini telah dilakukan oleh seorang muhaddits besar, guru Imam Al Bukhari, yaitu Abu Al Abbas As Sarraj.

وَقَالَ الرَّافِعِيُّ : فَيَنْبَغِي أَنْ يَقَعَ لَهُ وَإِنْ لَمْ يُوصِ لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَحُكِيَ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ السَّرَّاجِ شَيْخِ الْبُخَارِيِّ أَنَّهُ خَتَمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ مِنْ عَشَرَةِ آلَافِ خَتْمَةٍ وَضَحَّى عَنْهُ مِثْلَ ذَلِكَ

“Dan Imam Ar Rafi’i berkata: Maka semestinya terjadi (sah qurban) untuknya (orang yang sudah Meninggal). Meskipun (orang yang sudah mati tersebut) tidak berwasiat (minta agar berqurban untuknya). Karena qurban adalah bagian dari sedekah. Dan diceritakan dari Abi Al ‘Abbas As Sarraj, guru Imam Al Bukhari, bahwa dia mengkhatamkan (Al Qur’an) bagi Rasulullah shalallahu’alaih wa aalih wa sallam lebih dari seribu kali dan berqurban untuknya seperti itu juga”.

Ibadah Qurban untuk Orang Meninggal Tidak Sah

Sementara, sebagian lain ulama Madzhab Syafi’i berpandangan ibadah qurban tidak sama dengan sedekah. Qurban adalah suatu ibadah mahdhah, yang telah ditentukan syarat dan rukunnya dalam syariat. Sehingga ibadah qurban terikat dengan aturan-aturan tertentu yang apabila dilanggar maka tidak sah atau tidak terhitung sebagai qurban.

Kelompok kedua ini memandang ibadah qurban mirip dengan membayarkan Zakat Fitrah untuk orang lain, yaitu tidak sah bila tanpa izin orang yang bersangkutan.

Termasuk ulama yang berpandangan ibadah qurban berbeda dengan sedekah biasa dan tidak sah dikerjakan untuk orang yang sudah Meninggal bila tanpa wasiatnya, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kalampayan, ulama besar Madzhab Syafi’i dari Banua Banjar.

Ketika membahas ibadah qurban dalam kitab Sabilal Muhtadin, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari mengemukakan:

“Dan tiada harus, lagi (tiada) memadai, mengurban daripada orang yang hidup dengan tiada izinnya. Dan telah terdahulu perkataan bahwasanya harus (maksudnya boleh) bagi bapak atau nenek mengurban anak atau cucu daripada harta dirinya.

Dan demikian lagi tiada harus, lagi tiada memadai, mengurban (untuk) orang yang Meninggal dengan tiada wasiat daripadanya. Maka (hukum qurban) bersalahan dengan (hukum) sedekah, bersalahan jikalau ada wasiatnya, maka yaitu harus (boleh).”

Pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari bahwa tidak sah qurban untuk orang yang sudah Meninggal ini adalah pendapat arus besar Madzhab Syafi’i generasi akhir. Syekh Mahfuzh At Tirmasi (Tremas) misalnya, dalam Hasyiyah Mawhibah Dzi Al Fadhl menulis:

وَلاَيُضْحِيْ أَحَدٌ عَنْ مَيّتٍ لَمْ يُوْصِ لِمَا مَرَّ وَفُرِّقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصَّدَقَةِ بِأَنَّهَا تُشْبِهُ الْفِدَاءَ عَنِ النَّفْسِ فَتَوَقَّفَتْ عَلَى اْلإِذْنِ بِخِلاَفِ الصَّدَقَةِ وَمِنْ ثَمَّ لاَيَفْعَلُهَا وَارِثٌ وَأَجْنَبِيٌّ عَنِ الْمَيِّتَ وَإِنْ وَجَبَتْ بِخِلاَفِ نَحْوِ حَجٍّ وَزَكَاةٍ وَكِفَارَةٍ ِلأَنَّ هذِهِ لاَ فِدَاءَ فِيْهَا فَأَشْبَهَتِ الْمَدْيُوْنُ وَلاَ كَذلِكَ التَّضْحِيَّةُ

“Seseorang tidak boleh berqurban dari mayit yang tidak berwasiat karena alasan yang telah disebutkan. Antara qurban dengan sedekah dibedakan dengan bahwa qurban itu menyerupai penebusan (pembebasan) diri, maka keabsahannya terpaku pada izin (yang bersangkutan). (Hal ini) berbeda dengan sedekah. (Berhulu) dari situ, tidak (sah) melakukan (qurban untuk orang lain) baik seorang yang bukan keluarga maupun ahli warisnya. Sekalipun qurban tersebut wajib (sebab nadzar mayit). Berbeda dengan ibadah seumpama haji, zakat, dan kafarat. Karena pada ibadah-ibadah tersebut tidak ada makna fida (penebusan diri), maka menyerupai hutang (yang boleh dibayarkan orang lain). Ibadah qurban tidak seperti itu.”

Meski, menurut pendapat sebagian ulama Madzhab Syafi’i, ibadah qurban tidak sah untuk orang yang sudah Meninggal , namun tidak ada perbedaan pendapat dari mereka apabila pahala qurban dihadiahkan untuk orang yang sudah Meninggal .

Sehingga, saran penulis, bila kita ingin berqurban untuk orang yang sudah Meninggal , baik dari keluarga kita ataupun orang lain, maka cukup pahala qurbannya saja hadiahkan untuk mereka. Hal ini agar kita keluar dari ikhtilaf (perbedaan pendapat) para ulama yang mengatakan tidak sah. Wallahu A’lam.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *