Dear Rektor UI

Dear Rektor UI
Dear Rektor UI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Tere Liye, penulis novel ‘Negeri Para Bedebah’

Hajinews.id – Saya tahu, Anda tidak akan baca tulisan ini. Tapi bukan buat Anda tulisan ini, melainkan buat generasi berikutnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Anda cuma ketiban momen saja dijadikan topik/contoh tulisan. Kayak contoh ‘Pak Budi’ pergi ke pasar. Dengan contoh ini, mereka yang masih SMP, SMA, atau kuliah, lebih mudah memahami situasinya. Agar mereka paham tentang situasi ini.

Seriusan, itu menjijikkan sekali melihatnya. Anda rangkap jabatan. Melanggar statuta UI (Peraturan Pemerintah). Saat masyarakat luas protes, eh, yang diubah peraturannya. Itu jelas sekali menunjukkan kalian tahu peraturan telah dilanggar. Tapi enaknya jadi kalian, saat melanggar peraturan, yang diubah memang peraturannya.

Well, dengan peraturan telah diubah, tahniah, Anda bisa meneruskan rangkap jabatan. Tapi apakah Anda pernah memikirkan hal-hal berikut ini?

1. Apakah kamu terlalu santai jadi Rektor UI hingga bisa nyambi jadi komisaris BUMN?

Kamu tentulah tahu, 20 tahun lalu, atau 30 tahun lalu UI itu punya reputasi. Kita tidak kalahlah dibanding kampus-kampus negara tetangga. Hari ini? UI itu sudah bukan apa-apa dibanding kampus-kampus top Singapura, Australia. Jangankan ke sana, bandingin kampus top Malaysia saja sudah minder. Kamu merasa tidak sih? Elit-elit kampus UI ini merasa tidak sih? Atau semua sudah bodo amat. Semua baik-baik saja. Coba sesekali google, search ranking kampus-kampus top dunia. Bahkan dibanding kampus-kampus di Indonesia saja, UI ini sudah tertinggal sana-sini.

Mengurus kampus yang menyandang nama ‘Indonesia’ itu bukan perkara mudah. Itu butuh konsentrasi, butuh passion, butuh skill, waktu, dll, dsbgnya. Sudah habis-habisan saja belum tentu bagus hasilnya, apalagi nyambi, rangkap sana, rangkap sini.

2. Tidak pahamkah kamu jika masih banyak yang berharap kampus itu menjadi pihak netral? Independen? Mandiri? Kritis?

Universitas negeri itu memang dibawah pemerintahan. Itu jelas. Tapi ayolah, sebagai akademisi, orang-orang di kampus itu diharapkan memiliki marwa, integritas, independen, kritis, dll, dsbgnya. Lantas kamu menjadi komisaris BUMN? Kamu paham tidak sih poin protes orang-orang? Tidak? Malulah dengan mahasiswamu yang masih 18-20 tahun, dan mereka lebih memahami soal ini.

3. Berapa sih penghasilan sebagai komisaris BUMN?

Seriusan, kamu sayang sekali pegang itu jabatan, apa sih poin pentingnya? Gaji? Duh, youtuber di Indonesia, bahkan bisa dapat 3-4 milyar per bulan, dan lebih dari itu. Pedagang skincare, bisa dapat ratusan milyar per tahun. Mending kamu rangkap jabatan jadi youtuber saja. Atau jualan skincare. Minimal kamu merdeka, tidak perlu bermanis-manis dengan kelompok tertentu.

4. Apa sih poin pentingnya kamu maksa sekali?

Kamu benar-benar berkontribusi memperbaiki kinerja BUMN? Kerja nyambi, rangkap begini kok bisa berharap kontribusi maksimal? Dalam sebulan berapa kali kamu ngantor di BUMN itu? Apa sih yang benar-benar dilakukan komisaris selain rapat, rapat dan rapat? Apa sih dampak nyatanya? Atau sebenarnya dalam kasus rangkap-rangkap ini, komisaris ini yang diambil memang gajinya saja. Pekerjaan, Rektor, pejabat kementerian, dll.

Sungguh,

Menyaksikan drama soal rangkap jabatan ini epic sekali. Ada yang terus maksa sekali rangkap jabatan. Ada yang maksa sekali mendukungnya. Saat ketahuan melanggar peraturan, dia segera ubah peraturannya.

Tapi kita masih bisa memperbaikinya. Yaitu lewat moralitas! Jika Rektor UI ini legowo, termasuk rektor satunya di UIII, dia bisa dengan lapang hati melepaskan jabatan komisaris tersebut. Selesai masalah ini. Jika rektor-rektor ini sejak awal menolak, memilih fokus mengurus kampusnya saja. Itu teh cuma jabatan.

Kalau berharap pemerintahan akan tegas membuat peraturan, ngimpi! Mereka sih lip service doang, mereka selalu bisa menyesuaikan apapun. Sekarang tinggal berharap ke individu-individu saja. Apakah dia masih punya prinsip-prinsip terbaiknya. Prinsip-prinsip yang dia punya saat dulu masih mahasiswa. Ayolah, mari berikan teladan bagi generasi berikutnya. Generasi berikutnya itu hauuus sekali contoh yang baik.

Terakhir, seperti biasa.

Makan kedondong makan duku
Aduh-aduh bingung dimana Harun masiku

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *