Zulfikar Rachmat: Kerjasama Perdagangan China dan Indonesia Cenderung Lebih Menguntungkan China

Direktur Institute for Global and Strategies Studies, UII, Zulfikar Rachmat PhD (foto ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews —Peran China di dunia internasional pada decade terakhir memang meningkat pesat. Khususnya di sektor ekonomi, karena China memang lebih fokus ke sektor ekonomi ketimbang politik.

“Dari berbagai analisa para ahli internasional, China memang tidak berniat untuk menjadi negara super power yang hegemonic di dunia internasional. Hal itu disebabkan China memiliki banyak masalah dalam negeri diantaranya kemiskinan dan masalah ekonomi dalam negeri. Meskipun demikian di banyak negara China memang berhasil menjalin kerjasama ekonomi terutama menanam investasi di negara-negara Afrika dan Asia tak terkecuali Indonesia,” kata Direktur Institute for Global and Strategies Studies, UII, Zulfikar Rachmat PhD pada diskusi webinar “Hubungan Indonesia – Tiongkok : Potensi dan Tantangan Dalam Tata Kelola Dunia Baru Dalam Masa dan Paska Pandemi” yang diselenggarakan oleh Paramadina Graduate School of Diplomacy, Universitas Paramadina dan Institute for Global and Strategic Studies UII Yogyakarta, Kamis (29/7/2021).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Zulfikar, peranan China dalam perekonomian Indonesia belakangan kian terasa sebagai investor terbesar sebesar 1,4 miliar dolar USD pada 2019, dan terbesar kedua pada kuartal pertama 2020 sebesar 1,3 miliar dolar USD. China juga telah menjelma menjadi partner dagang terbesar Indonesia.

Namun neraca perdagangan RI dan China cenderung lebih menguntungkan China dengan total total ekspor Indonesia ke China sebesar 37,4 miliar USD, dan impor total sebesar 41 miliar dolar USD. Yang unik, China juga mulai aktif melakukan penetrasi langsung ke pemerintah daerah di Indonesia untuk kerjasama ekonomi seperi yang dilakukannya di Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat. Hal yang sama juga China lakukan dengan banyak pemerintah daerah di negara-negara lain.

Terlebih pada musim pandemic, kata Zulfikar, China menjadi aktor tunggal dalam pemberian alat kesehatan dan obat-obatan terutama vaksin dalam proyek penanganan pandemi Covid 19.

Zulfikar juga mengatakan yang agaknya menjadi masalah, Indonesia terkesan telah semakin tergantung dengan China dalam hal ekonomi hingga akan diberlakukannya mata uang Yuan dalam transaksi ekonomi dalam negeri yang telah disetujui Bank Indonesia. Keadaan itu akan meningkatkan beberapa risiko diantaranya China termasuk kerap mendevaluasi mata uang Yuan, sehingga akan menjadikan produk-produk China yang masuk ke Indonesia menjadi sangat murah, hal itu jelas akan semakin memojokkan produk-produk lokal.

Adapun diungkap Zulfikar risiko lain dari semakin bergantungnya Indonesia ke China adalah risiko terganggunya hubungan RI dengan Amerika Serikat, lemahnya posisi bargaining Indonesia terhadap China, impor dari China yang akan semakin meningkat luarbiasa, dan dapat menimbulkan sentimen anti China yang menguat di dalam negeri.

“Untuk itu Indonesia harus memperjelas posisinya sebagai negara non blok dan dapat meningkatkan bargaining positionnya dalam bernegosiasi dengan China,” pungkasnya.(ingeu)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *