Tentang Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Sapaan “Bung” dan Teladan Haji Agus Salim

Tentang Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Sapaan "Bung" dan Teladan Haji Agus Salim
Tentang Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Sapaan "Bung" dan Teladan Haji Agus Salim
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Sudah lazim di awal kemerdekaan masyarakat saling menyapa dengan sapaan “bung”. Tak terkecuali bagi para pendiri bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan Sjahrir yang akrab disapa “Bung Karno”, “Bung Hatta”, dan “Bung Sjahrir.”

Meski tidak diketahui secara pasti asal mulanya, namun sapaan itu simbol keakraban dan kesetaraan. Apalagi di era revolusi, usia para pendiri bangsa rata-rata sebaya. Hanya beberapa yang lebih senior, salah satunya adalah Haji Agus Salim, yang pernah menjabat Ketua Sarekat Islam setelah HOS Cokroaminoto.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Agus Salim adalah tokoh senior dari sisi pengalaman dan usia. Tidak heran bila mendapat julukan “The Grand Old Man”. Meski senior dari banyak segi dibandingkan yang lain, tapi sikapnya tetap rendah hati.

Menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, lelaki kelahiran 8 Oktober 1884 itu duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bentukan Jepang. Ada 60 orang Indonesia dan 7 perwakilan Jepang di sana.

Pada tanggal 1 Juni, dia diangkat menjadi Panitia Sembilan yang bertugas menyusun dasar negara. Meski senior, Salim menghormati Sukarno yang duduk sebagai ketua.

Salim merupakan salah satu tokoh Islam terkemuka bersama Wahid Hasyim dan Abdul Kahar Muzakir. Salah satu persoalan yang harus ditangani panitia adalah mencari kompromi antara blok nasionalis sekuler yang menuntut negara sekuler dengan kelompok Islam, yang berpendapat bahwa sebagai negara mayoritas Muslim, Indonesia merdeka harus didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.

Ketika duduk sebagai Menteri Luar Negeri di Kabinet Amir Sjarifudin tahun 1947, Agus Salim menjadi menteri yang usianya tidak muda lagi. Dalam buku “Seratus Tahun Haji Agus Salim,” SK Trimurti menuliskan kenangannya saat sidang-sidang kabinet.

Menurut Trimurti, kala itu kesehatan Agus Salim mulai terganggu. “Walau selalu hadir dalam sidang kabinet, tetapi ia tidak duduk di kursi seperti orang lain. Tapi di kursi malas, yang khusus di taruh untuknya. Karena ia memang paling tua dari pemimpin kita ketika itu,” kata Trimurti.

Sumber: kompas

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *