Mencekik! Faisal Basri Sebut Utang RI Bakal Tembus Rp 8.000 T

Foto: Uji Efektifitas PPKM Darurat? Ini Pandangan Faisal Basri (CNBC Indonesia TV)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews — Di hari kemerdekaan RI yang ke-76 tahun, Indonesia masih diselimuti oleh utang yang kian menggunung. Apalagi saat ada pandemi Covid-19, utang pemerintah pusat meningkat tajam.

Peningkatan utang dalam dua tahun terakhir ini memang disebabkan oleh Covid-19. Pemerintah harus menambah belanja yang cukup tinggi untuk bisa membantu masyarakat dan pelaku usaha yang terdampak.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Covid-19 yang masih membayangi hingga saat ini dan juga tahun depan membuat pemerintah akan tetap melakukan penarikan utang. Dalam RAPBN 2022 dituliskan pemerintah masih akan melakukan penarikan utang baik melalui Surat Berharga Negara (SBN) Rp 991,3 triliun maupun pinjaman Rp 1,75 triliun (neto).

Sementara penerimaan negara masih jauh dari harapan. Sebab, para pelaku usaha sebagai pembayar pajak yang cukup besar masih tertekan akibat pandemi yang tak kunjung usai.

“Utang semakin menggelembung karena pengeluaran pemerintah lebih cepat dari penerimaan perpajakan,” ujar Ekonom Senior Faisal Basri dalam tulisannya yang dikutip Kamis (19/8/2021).

Dalam naskah Nota Keuangan dan RAPBN 2022 yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tertera pada akhir tahun 2022 utang pemerintah pusat akan mencapai Rp 8.110 triliun. Ini berarti kenaikan luar biasa dibandingkan pada akhir pemerintahan SBY-JK sebesar Rp 2.610 triliun atau kenaikan lebih dari tiga kali lipat.

Dengan kondisi ini maka rasio utang pada tahun depan diprediksi bisa mencapai 45,3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Bahkan bila ditambah dengan utang milik BUMN non keuangan saja, dinilai akan bisa mencapai batas tertinggi dalam UU Keuangan Negara yakni mendekati 60%.

“Perkiraan utang hingga 2022 bisa saja meleset ke atas kalau pertumbuhan ekonomi tak memenuhi target APBN 2021 dan 2022. Kemungkinan itu cukup besar karena selama pemerintahan Jokowi tak pernah sekalipun target pertumbuhan tercapai,” kata dia.

Lanjutnya, utang yang menggunung ini juga didorong oleh pembayaran bunga utang yang memakan porsi terbesar yaitu Rp 405 triliun. Lebih dari seperlima pengeluaran pemerintah pusat disisihkan untuk membayar bunga utang setiap tahunnya.

Beban utang yang semakin tinggi dan telah melampaui beberapa standar internasional ini juga yang membuat pemerintah mendapat peringatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pertama, Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25% – 35%. Kedua, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6% – 6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7% – 10%. Ketiga, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369% melampaui rekomendasi IDR sebesar 92%- 167% dan rekomendasi IMF sebesar 90%- 150%.

Kondisi ini membuat Faisal Basri tidak sejalan dengan tema keuangan negara yang disusun pemerintah untuk tahun depan.

“Serasa mengawang tema yang diusung RAPBN 2020: Pemulihan Ekonomi & Reformasi Struktural. Yang kita butuhkan adalah transformasi menyeluruh. Jika tidak, perangkap pendapatan menengah sudah di depan mata,” tegasnya.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *