Ditegaskannya, jangan mengundang penceramah yang muatan pernyataannya kontroversi. “Undanglah penceramah-penceramah yang memberikan inspirasi. Penceramah-penceramah yang memang mengerti agama. Bukan yang memprovokasi,” ujarnya, dalam Apa Kabar Indonesia Malam tvOne yang dikutip Minggu, 29 Agustus 2021.
Menurut Cholil, MUI sejatinya memiliki standar bagi penceramah. Namun MUI tak bisa melarang seseorang untuk menjadi penceramah atau dipanggil ustaz, sebab tidak ada aturan yang membuat MUI bisa melarang klaim ustaz atau penceramah yang diundang sendiri oleh masyarakat.
Padahal, sebutan ustaz di Timur Tengah adalah mereka yang ahli di bidang agama, sekelas profesor. “Di sini, orang sering ke masjid lalu jadi takmir masjid, sudah jadi ustaz. Jadi, ya men-downgrade lah, memperendah istilah ustaz itu sendiri,” ungkapnya.
Lebih lanjut Cholil Nafis mengimbau kepada para mualaf atau mereka yang baru memeluk agama Islam, agar bijaksana dalam menyampaikan isi ceramahnya. Terlebih ketika menyinggung agama yang dianut sebelumnya. Hal ini merespon kasus penodaan agama yang menjerat Yahya Waloni.
“Ini yang sering saya sampaikan bagi teman-teman yang baru jadi mualaf, sampaikan yang tahu, yang pasti benarnya. Yang kemudian, jangan menjelekkan agama yang pernah dipeluknya. Apalagi membenturkan agama yang baru yang diyakini dengan agama yang pernah dipeluknya itu,” tambahnya.
Seperti diketahui, Yahya Waloni dilaporkan ke Bareskrim Polri karena ceramahnya yang dinilai provokatif dan membenturkan agama yang baru dianutnya dengan agama sebelumnya. Dia kemudian ditangkap di Perumahan Permata Klaster Dragon, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 26 Agustus 2021.
Dia dilaporkan komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme ke polisi atas dugaan penistaan agama. Laporan itu tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM.
Atas perbuatannya, Yahya dipersangkakan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45a Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal tersebut mengatur bagi pihak yang sengaja dan tidak sah menyebarkan informasi sehingga menyebabkan permusuhan kebencian berdasarkan SARA.
Selain itu, Yahya juga disangkakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan terhadap agama. Adapun kondisi Yahya saat ini sedang menjalani perawatan di RS Polri. Ia mengalami sesak nafas karena memiliki riwayat penyakit jantung.