Prof Nasar menjelaskan bahwa Mahabbah berasal dari akar kata Habbah yang artinya benih yang berkecambah. Jadi dapat sebuah bibit yang mulai berkecambah itu disebut dengan Hubbun.
“Seperti bibit yang sedang berkembang dan menjadi sebuah tanaman,” kata Prof Nasar.
Rektor PTIQ Jakarta itu kemudian menceritakan Mahabbah sosok ibu yang sangat mencintai anaknya. Karena rasa cinta yang begitu besar, sang ibu tidak tega ketika melihat anaknya sakit. Sang ibu kemudian berdoa: Ya Allah, anak saya, terlalu kecil untuk mengembang penyakit besar ini. Pindahkan penyakit itu padaku Ya Allah.
Dengan demikian, lanjut Prof Nasar menambahkan, jika Mahabbah merupakan cinta yang sangat memuncak. Mahabbah juga diistilahkan dengan rasa cinta yang sangat tulus kepada Allah SWT.
“Inilah dipopulerkan oleh Rabiah al-Adawiyah yang Puncak makam paling tingginya ialah Mahabbah,” ujar Prof Nasar.
Menurut Prof Nasar, Rabiah al-Adawiyah adalah seorang wanita pencinta Tuhan yang paling sejati. Syair-syairnya banyak diungkapkan di dalam buku-buku tasawuf. Prof Nasar kemudian membacakan salah satu syair Rabiah al-Adawiyah:
Aku menyembah engkau karena bukan ingin masuk surga, kalau aku menyembah engkau karena ingin masuk surga jangan masukkan aku ke dalam surga.
Aku menyembah engkau karena aku mencintaimu ya Allah. Aku juga menyembah engkau bukan karena takut neraka, karena jika aku mencintaimu karena takut neraka masukkan aku ke dalam neraka.
Rabiah al-Adawiyah, menurut Prof Nasar, sudah tidak ada mempunyai harapan apapun selain Allah SWT. Segenap perhatian, pikiran, jiwa perasaannya itu terpana hanya kepada Allah SWT.
“Itulah Puncak mahabbah seorang hamba yang diungkapkan oleh seorang rabiah Adawiyah seorang Sufi perempuan,” pungkas Prof Nasar.
Prof Nasar menyebut jika seseorang sudah sampai ke tingkat mahabbah, maka pasti segala urusannya akan mendapat kemudahan. Seseorang akan dimudahkan pekerjaannya jika dibarengi dengan rasa Mahabbah.
“Jika cinta sudah mulai mendikte seluruh kehidupan kita maka akan terlihat adanya kepasrahan, adanya keikhlasan ada di ketulusan. Bahkan cinta yang sejati seperti ini itu lebih tinggi daripada keikhlasan, karena Mahabbah diatasnya ikhlas,” terang Prof Nasar.
Sumber: akurat