Tafsir Al-Quran Surat Fushshilat ayat 6-8: Zakat Membersihkan Harta dan Jiwa

Tafsir Al-Quran Surat Fushshilat ayat 6-8: Zakat Membersihkan Harta dan Jiwa
Tafsir Al-Quran Surat Fushshilat ayat 6-8: Zakat Membersihkan Harta dan Jiwa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 19 September 2021

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita masih dapat berjumpa lagi, walaupun secara virtual untuk melanjutkan Pengajian Tafsir Al-Quranul Karim. Pada hari Ahad ini tanggal 12 Safar 1453 H bertepatan dengan tanggal 19 September 2021, insya Allah kita akan melanjutkan membahas Surat Fushshilat ayat 6-8. Kita mulai dengan membaca bersama Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca Surat Fushshilat 6-8, yang artinya, “Katakanlah (Muhammad), “Aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya.”

Allah SWT memberikan nikmat bagi kita kaum muslimin yang tidak terhingga adalah diutusnya Rasulullah SAW sebagai suri tauladan yang baik, uswatun hasanah. Rasulullah SWT sebagai manusia mulia, manusia pilihan, pembawa akhlaq mulia, akhalqul karimah. Perhatikan Surat Al-Ahzab ayat 21, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” Kita diperintah untuk mengikuti atau ittiba’ kepada Rasulullah SAW. Cinta kepada Allah SWT diimplementasikan dengan cinta kepada Rasulullah SAW. Perhatikan juga Surat Ali Imran ayat 31. “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Jadi, Rasulullah SAW adalah manusia biasa, memiliki sifat-sifat kemanusiaan, makan, minum, berkeluarga, pergi ke pasar dan lain-lain. Rasulullah berjalan di pasar-pasar, berbelanja untuk menggerakkan roda ekonomi, selain menggerakkan rumah-rumah ibadah. Perhatikan Surat Al-Furqan ayat 20, “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat”. Kepada Rasulullah SAW diturunkan-Nya kalimat tauhid “La ilaha illalah” untuk diajarkan dan disebarkan kepada seluruh manusia.

Pada ayat berikutnya ditegaskan, “Celaka bagi orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak membayar zakat, dan mereka menjadi orang kafir. Menurut Tafsir Ibnu Abbas, definisi zakat di sini ada dua,

  1. mensucikan harta dan
  2. membesihkan hati dan pikirannya dari syirik,

dengan kalimat tauhid. Orang musyrik disebbut celaka karena tidak menunaikan zakat dan tidak mau mengatakan “La ilaha illallah”. Mengapa orang yang tidak menunaikan zakat disebut kufur pada akhirat? Karena ia menjadikan harta sebagai tujuan akhir. Ini juga disebut hubbun dun-ya. Dia menjadikan materi sebagai tuhannya atau cinta kapada dunia yang berlebihan. Harta berasal dari Bahasa Arab “Al-Mal”, sesuatu yang digandrungi, sesuau yang dicintai, bahkan secara berlebihan. Mereka mengumpulkan harta itu secara akumulatif. Ingat Surat Al-Takatsur, “Al-hakumut takastsur, hatta zurtumul maqabir” (Bermegah-megahan telah melalaikan kami, hingga kamu masuk ke dalam kubur”. Pertanggung jawaban harta itu ada dua, yaitu: bagaimana ia diperoleh dan bagaimana ia dimanfaatkan atau dibelanjakan. Orang yang enggan menunaikan membayar zakat disebut juga mendustakan agama Allah. Ingat, bagaimana Khalifah Abu Bakar RA, sampai bersumpah “Demi Alllah aku akan memerangi orang yang menunaikan shalat tapi tidak menunaikan zakat”, karena betapa pentingnya menunaikan zakat, sampai senantiasa digandengkan dengan mendirikan shalat. Di dalam Al-Quran setidaknya ada 28 ayat yang menggabungkan frasde menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Jadi, hal yang membedakan orang beriman dengan orang kafir adalah bagaimana ia mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

Kita diperintah untuk menjadikan zakat sebagai gaya hidup (lifestyles) kita, seberapa besar pun pendapatan kita, tentu kalua sudah mencapai nisabnya dan mengeluarkannya sebagai zakat sebesar 2,5 persen. Dalam islam dikenal dengan zakat pertanian, zakat pertanian, zakat perhiasan, zakat harta temuan, zakat penghasilan, zakat profesi, dll. Orang yang berhak menerima zakat (mustahik) terdapat 8 golongan, seperti telah dijelaskan dalam Surat At-Taubah 60, “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. Jika tidak mampu menunaikan zakat, setidaknya kita diperintahkan untuk infak. Perbedaan utama antara zakat dan infak terletak pada nisab dan sasaran penerimanya. Infaq diberikan kepada siapa saja, bahkan kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim dan orang miskin, sepanjang memang bukan menjadi tanggung jawab sehari-hari. Perhatikan Surat Al-Baqarah ayat 215, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, ‘Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan’. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”. Ada yang mengatakan bahwa infaq dianggap dapat menambal kekurangan kita dalam berzakat, analog dengan shalat sunnah, yang dianggap dapat menyempurkan kekurangan shalat fardu.

Berikut ini adalah beberapa cara atau kiat untuk menjadikan zakat sebagai lifestyles:

  1. Meminimalkan hubbud-dun-ya atau kesenangan pada dunia secara berlebihan. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seandainya Bani Adam atau manusia memiliki dua lembah emas, mereka masih akan mencari yang ketiga, hingga terpenuhi perutnya dengan tanah (alias sudah mati)”. Menunaikan zakat harus dilatih untuk mengurangi kecintaan pada dunia;
  2. Membersihkan hati dan pikiran dari sifat-sifat buruk, dari penyakit hati yang berbahaya: bakhil, dengki, dll. Perhatikan Surat At-Taubah 103, “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”;
  3. Menumbuhkan kepedulian kepada sesame, sebagaimana tarbiyah bulan Ramadhan, yang menjadi simbol kepedulian kepada fakir miskin melalui zakat fitrah. Sekali lagi, itu sebenarnya simbol saja, bukan berarti tugas kita selesai, karena tanggung jawab pemimpin adalah mewujudkan kesejahteraan rakyatnya;
  4. Membangun etos kerja, hanya dengan mencari rizki yang halal. Menunaikan zakat yang benar akan mendorong kita untuk mencari harta secara benar, bukan dengan cara korupsi, menipu orang lain.

Zakat bukan membersihkan harta yang diperoleh dengan tidak benar. Bukan. Zakat itu untuk membersihkan harta yang diperoleh dengan cara benar, hanya khawatir jika ada hak-hak orang miskin di dalam harta tersebut. Mereka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT yang tidak terputus. Semoga kita termasuk ke dalam kelompok orang-orang beriman tersebut.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana strategi zakat dan kebijakan negara dalam menangani ketimpangan sosoal dengan persentase mustahiik yang jauh lebih dominan disbanding muzakki? Pelajari kinerja kisah Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Banyak warga negara yang sebelumnya berhak mendapat zakat (mustahik) telah berubah menjadi berhak memberi zakat, hanya dalam masa pemerintahannya yang singkat. Seperti dijelaskan sebelumnya, zakat mal itu ada nisabnya, yaitu setara 85 gram emas. Jika harta kita telah sampai pada nasab tersebut, maka wajib mengeluarkan zakatnya 2.5 persen. Zamat adalah shadaqah wajib. Upaya mengurangi kesenangan dunia berlebihan adalah rajin berinfag dan bershadaqah sunnah. Infaq dan shadaqah tidak ada nisabnya. Kapan pun kita dianjutkan untuk berinfaq dan bershadaqah, semampu kita. Infaq adalah ciri orang-orang bertaqwa, baik dalam keadaan lapan, maupun dalam dan keadaan sempit. Ajaran agama mengajarkan bahwa tidak akan pernah berkurang harta yang dikeluarkan infaq-nya atau shadaqah-nya. Justeru sebaliknya yang akan terjadi, harta akan bertambah dan bertambah.

Menjawab pertanyaan tentang perilaku para pejabat yang gemar menumpuk harta, sepanjang harta diperoleh dengan cara yang halal, sebenarnya tidak ada masalah. Akan tetapi, setiap daging dalam tubuh yang tumbuh dari harta yang haram, maka neraka adalah tempatnya. Orang yang gemar makan harta yang haram itu kelakuannya akan buruk, walau orang itu mengerti ilmu agama. Perilaku bukan hanya ditentukan oleh ilmu dan otaknya, tapi dari harta yang dikonsumsinya. Perhatikan Surat Al-Baqarah ayat 168, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu”. Jika kita makan sembarangan, tidak memperhatikan halal dan haram, maka hal itu akan merusak akhlaq kita. Menjawab pertanyaan tentang pengeluaran yang dikeluarkan untuk penyelenggaaan sekolah bagi kaum du’afa’, bahkan sampai Rp 100 juta per tahun, apakah hal tesebut dapat dianggap zakat mal, intinya adalah bahwa zakat itu perlu diakadkan antar pemberi dan penerika, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan mereka para mustahik, seperti tercantum dalam Surat At-Taubah 60 di atas.

Menjawab pertanyaan bagaimana menyikapi stigma radikalisme yang sering dialamatkan kepada ummat islam, sementara sekulerisme dibiarkan tumbuh subur, kita perlu paham bahwa agama islam adalah sumber kedamaian, salama (selamat, damai, peace). Sebenarnya telah ada Fatwa Majels Ulama Indonesia (MUI) bahwa sekulerisme (memisahkan kehidupan agama dan kehidupan ekonomi politik), liberalisme (beragama tidak sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Al-Hadist) dan pluralisme (menganggap semua agama sama) adalah haram. Toleransi beragama itu bukan menyamakan perbedaan, tapi menghargai perbedaan. Label radikalisme sering dipojokkan kepada orang-orang yang ingin menjalankan agamanya dengan baik. Stigma radikalisme kepada anak-anak muda yang ingin menjalakan agamanya secara baik itu tidak baik. Kita perlu hargai jika ada anak-anak muda berusaha menjadi tahfidz atau penghafal Al-Quran dan ingin menjalankan agama islam secara baik.

Menjawab pertanyaan tentang perbedaan antara zakat dan riba, bahwa harta yang diribakan dalam pandangan manusia, itu sebenarnya tidak akan bertambah dalam pandangan Allah SWT. Sebaliknya, harta yang dikeluarkan zakatnya, walaupun secara nominal berkurang di mata manusia, tapi harta itu akan bertambah keberkahannya di mata Allah SWT. Perhatikan Surat Ar-Rum ayat 39, Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). Jika ada orang gemar berinfaq tapi masih banyak penyakit hati, hasud, dengki, kita doakan saja semoga ia berkurang hasad-nya, berhenti dengkinya, dsb. Zakat itu bermanfaat untuk pembangunan sumberdaya manusia, sehingga diutamakan untuk fakir, miskin, amil, muallaf dll. Pemanfaatan zakat harus mendahulukan fakir-miskin, kecuali kalau sudah berlebih, boleh digunakan untuk infrastruktur.

Menjawab pertanyaan bagaimana menghitung zakat penghasilan atau zakat profesi 2,5 persen itu, dihitung dari pendapatan kotor atau dari pendapatan bersih? Potongan yang disepkati para ulama adalah ongkos langsung. Misal, ktia bergaji Rp 10 juta sebulan, dipotong ongkos langsung atau transportasi Rp 2 juta, makan zakat 2,5 persen itu dihitung dari sisanya yaitu Rp 8 juta sebulan. Para ulama tidak sepakat jika dihitung dengan mempertimbangkan pengeluaran, karena penghasilan itu akan habis. Pengeluaran bulan setiap orang atau setiap rumah tangga itu tentu relatif. Jika zakat penghasilan atau zakat profesi sudah dikeluarkan setiap bulan, kita tidak perlu lagi mengeluarkan zakat tahunan. Hal itu berbeda halnya dengan tabungan. Tabungan dari kelebihan penghasilan dan pengeluaran setiap bulan dan terakumulasi dalam setahun, jika telah sampai pada nisabnya setara 85 gram emas, tentu wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 persen sebagai zakat mal. Sekali lagi, menunaikan zakat itu untuk membangun etos kerja. Orang yang tepat atau gemar mengeluarkan zakat, biasanya memiliki etos kerja yang baik. Tidak dibalik. Zakat itu dikeluarkan jika harta telah mencapai “kepemilikan sempurna”. Jadi, hutang tidak wajib zakat walau pun telah berada pada penguasaan kita, karena bukan termasuk kategor “kepemilikan sempurna”. Penghasilan yang dipotong untuk cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan motor dll, masih wajib dikeluarkan zakatnya, karena harta itu pada hakikatnya tidak hilang. Tapi, penghasilan yang dipotong untuk biaya anak sakit atau cicilan rumah sakit tidak wajib dikeluarkan zakatnya

Menjawab pertanyaan tentang bangsa Indonesia yang mayoritas islam tapi jumlah akumulasi zakat yang dapat dikumpulkan masih sedikit, bagaimana strategi yang baik, setidaknyada 5 faktor atau strategi yang perlu terus dilakukan:

  1. Sosialiasi dan Literasi bagi segenap lapisan, bahwa zakat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
  2. Edukasi atau pendidikan zakat pada masyarakat,
  3. Penguatan kelembagaan (Baznas, Laznas, dll) untuk terus menjadi lembaga dapat dipercaya (trustable),
  4. Pemanfaatan zakat secara baik, agar mampu memotong akar kemiskinan. Misalnya seseorang miskin karena pendidikan atau karena kesehatan, maka zakat dapat diserahkan kepada mereka untuk membantu Pendidikan dan kesehatan, tentu melalui lembaga atau Badan Amil yang credible dan trustable. Jika orang miskin karena tidak punya pekerjaan dan penghasilan, maka zakat dapat diberikan untuk digunakan sebagai modal usaha mereka, dan
  5. Dukungan dari masyarakat: kerjasama satu dengan lain, misalnya dengan menggerakkan masjid sebagai UPZ (Unit Pengumpul Zakat), sehingga mampu berkontribusi pada pengentasan kemiskinan di sekitar lingkungan masjid, kompleks, dsb.

Mari kita berdoa bersama kepada teman-teman dan jamaah kita yang sedang sakit, semoga Allah SWT segera mengangkat penyakitnya, sehingga beliau-beliau dapat sembuh dan sehat kembali seperti sedia kala. Kita juga berdo’a untuk para donatur dan muzakki yang telah membantu menggerakkan kehidupan ummat dan dakwah syi’ar agama islam. Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruuka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *