Cahaya Kehidupan

Cahaya Kehidupan
Prof Haedar Nashir
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Setiap orang takut kegelapan dan mengejar cahaya terang, tetapi tidak tahu cara meraihnya.

Oleh Prof Haedar Nashir

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Pagi begitu cerah! Cahaya sang surya menerangi semesta, menghangatkan jiwa. Kupu-kupu terbang lincah di antara dedaunan hijau, memancarkan asa ke angkasa raya. Kicauan burung saling bersahutan di pepohonan rindang, bagai orkestra menebar gita.

Langit membiru indah, menyentuh hati cerah. Gemercik air sungai mengalirkan jiwa bening. Hidup meluruh lembut dari kegarangan. Alam seakan mengirim pesan Tuhan atas segala anugerah yang tak berbilang. Sepadan hingga 31 kali firman-Nya diulang dalam Surah ar-Rahman, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”

Tapi ironi. Aura damai yang dipancarkan alam terasa berbanding terbalik dengan gelora hidup yang terhegemoni rezim media sosial. Menu harian tersaji hoaks, prasangka, ghibah, kebencian, amarah, nista, nyinyir, kenaifan, dan segala wujud permusuhan.

Semua menjejali otak kanan dan kiri sejak bangun hingga tidur kembali. Orang dibangkitkan naluri primitifnya untuk homo homini lopus dalam buaian simulacra ala pemikir posmo Jean Bauidrillard.

Kehidupan nyata tak kalah garang. Ibarat perang di Kuru Setra. Siapa kuat bergelora melipatgandakan digdaya dengan hasrat sekehendaknya. Setiap ambisi tak kenal henti memanjakan diri demi legasi, tanpa peduli dampak buruk pandemi. Sosok-sosok true-bileievers menguasai jagat wacana, menebar bara sengketa dengan perkasa bak polisi kebenaran penguasa jalan raya.

Kehidupan nyata tak kalah garang. Ibarat perang di Kuru Setra. Siapa kuat bergelora melipatgandakan digdaya dengan hasrat sekehendaknya. 

Pada titik segala paradoks yang setiap hari menjejali pikiran setiap insan, sejatinya pancaran alam damai yang dihamparkan Tuhan dapat menjadi kanopi teduh akal budi dari segala angkara. Maka, ada saatnya jeda.

Mengambil jarak. Merebut waktu berefleksi diri. Lalu, bertanya ke jantung hati terdalam (Lub), “Faina tadzhabun” (QS at-Takwir: 26). Kita hendak ke mana?

Hidup positif

Ujung hidup tergantung awal. Hidup keseharian dapat dimulai dengan jiwa positif nan autentik. Bagi insan Muslim mengawali hari dengan sublimasi diri. Diawali shalat Subuh nan khusyuk, sebagian bertahajud dini hari tanpa publikasi.

Sesudahnya tadarus dan membaca, membuka horizon nan luas sarat makna. Meski aktivitas lebih  banyak di rumah karena pandemi, tak mengurangi nilai taqarrub kepada Ilahi Rabbi dan tafakur diri.

Ibadah mengajarkan taslim, kepasrahan tulus berbuah kesalihan diri. Menundukkan diri di hadapan Ilahi bahwa dirinya dhaif dan Tuhanlah Maha Perkasa. Rahman-Rahim-Nya sumber energi segala kebaikan yang melampau segala hal di semesta raya ini.

Itulah momentum waktu angkatan pertama (the first time) yang positif dalam hidup insan beriman. Setelah itu, bersebaran di muka bumi meraih rezeki dan berkah Allah, seraya menebar kebajikan dalam hidup tanpa merasa diri paling bersih. Hidup menjadi indah dan tuma’ninah.

Periksalah, awal memulai hari hati dan pikiran diberi konsumsi apa? Jika memulai hidup dengan segala hal positif, energi yang bersemi dalam diri dan yang dihasilkan pun konstruktif. Hidup menjadi cerah diri, semesta pun tersenyum.

Bila masukannya serbanegatif, yang terproduksi pun destruktif bagai aliran darah yang mengalir ke sekujur tubuh berbuah amarah ke segala arah. Hatta dalam menghadapi masalah dan musibah, jiwa positif dapat membuka rongga optimistis yang membangkitkan ikhtiar dan harapan baik.

Teologi al-Insyirah mengajarkan hidup lapang dan optimistis. Agar insan beriman tidak serbasempit dan negatif dalam menghadapi musibah dan masalah.

Tuhan mengajarkan jiwa al-Insyirah (kelapangan) dalam menghadapi segala dinamika hidup. Sebagaimana firman-Nya: “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu. Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan sebutan nama(mu) bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan, hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS al-Insyirah: 1-8).

Lalu, mengapa memulai hidup dengan segala kesempitan. Semua orang dan keadaan dicandra buruk, negatif, bermasalah, dan tidak ada baiknya dengan segala prasangka dan teori yang sarat narasi gelap!

Teologi al-Insyirah mengajarkan hidup lapang dan optimistis. Agar insan beriman tidak serbasempit dan negatif dalam menghadapi musibah dan masalah. Hidup memang berwarna, ada anugerah ada masalah, suka dan duka, yang niscaya dihadapi dengan jiwa futuwa para kesatria.

Para Nabi menghadapi banyak jalan terjal dalam mengemban risalah Tuhan. Kalau Allah menghendaki instan, pasti semuanya dimudahkan Tuhan tanpa masalah.

Ambil hikmah di balik masalah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS al-Baqarah: 216).

Masalah bisa datang dan pergi dalam hidup pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ada yang dapat diselesaikan, boleh jadi sejumlah hal mangkrak tak berujung pangkal. Tak perlu diratapi hingga jatuh diri. Apalagi menebar amarah, dendam, dan luapan bara hawa nafsu setan.

Jika jalan hidup diri merasa benar, hadirlah dengan tawadhu untuk berbagi kebaikan dengan hikmah, tanpa perlu serbamenghujat dan merasa paling benar. Insan beriman diingatkan Tuhan, “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS an-Najm: 32).

Panggilan hidup insan beriman berbuat kebajikan dalam segala hal yang menebar kemaslahatan, kebaikan, kedamaian, dan kemajuan hidup bersama. 

Jalani hidup dengan jiwa “abdullah”, selaku hamba Allah yang selalu berserah diri kepada-Nya. Seraya memosisikan diri sebagai “khalifatul fil-ardl”,  menunaikan amanat Tuhan untuk memakmurkan bumi dan tidak berbuat kerusakan.

Panggilan hidup insan beriman berbuat kebajikan dalam segala hal yang menebar kemaslahatan, kebaikan, kedamaian, dan kemajuan hidup bersama. Membangun sesuatu yang bermakna lebih sulit ketimbang menegasikan, membongkar, dan menghancurkannya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *