OJK: Leasing Bisa Tarik Kendaraan dari Debitur Nakal sebagai Opsi Terakhir

(Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan perusahaan pembiayaan atau leasing bisa menarik barang jaminan dari debitur wanprestasi dan tak koperatif, meski tanpa proses pengadilan. Namun, OJK menegaskan hal ini merupakan opsi terakhir sebagai mitigasi risiko.

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan Nomor: 02/PUU-XIX/2021 tentang pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Putusan ini secara langsung menggantikan putusan Nomor: 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa setiap penyitaan barang agunan atau kendaraan mesti melalui pengadilan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan 1 OJK Indra mengatakan, jika debitur mengalami kesulitan membayar angsuran pada perusahaan pembiayaan, ada sejumlah cara utama yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah restrukturisasi kredit.

“Restrukturisasi kredit ini sebetulnya juga sudah berlaku sebelum COVID-19, dia bisa ajukan relaksasi, apakah itu angsurannya dikurangi, tenor ditambah. Tapi ini dalam artian debitur harus kooperatif,” ujar Indra dalam Youtube Infobank membahas Polemik Eksekusi Jaminan Fidusia, Rabu (6/10).

Opsi selanjutnya adalah penyerahan barang yang dijadikan agunan, selanjutnya bisa dilakukan penjualan sendiri oleh debitur maupun diserahkan ke perusahaan pembiayaan untuk dilakukan lelang. Hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk memenuhi kewajiban debitur ke perusahaan.

“Nah opsi terakhir kalau debitur enggak kooperatif, perusahaan perlu melakukan mitigasi risiko. Tapi tidak langsung menarik barang dari debitur, dilakukan peringatan dulu,” jelasnya.

“Kalau sudah diingatkan tak ada itikad baik, boleh gunakan source dari internal atau eksternal untuk eksekusi jaminan fidusia, tapi ada aturannya juga, harus yang ada sertifikatnya,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mendukung keputusan MK tersebut. Menurutnya, eksekusi barang dilakukan lantaran perusahaan tak mendapat respons dari debitur.

“Kami somasi pertama setelah 7 hari debitur gagal bayar, kemudian 7 hari setelahnya kami somasi kedua, dan 7 hari lagi somasi ketiga. Kebanyakan dari somasi ini kami dicuekin, tentu akan jalan proses eksekusi itu sendiri,” jelas Suwandi.

Dia melanjutkan, penarikan unit debitur pun memiliki tantangan di lapang. Jika saat dilakukan penagihan debitur dan unit barang jaminan tersebut tersedia, maka perusahaan akan melakukan langkah kekeluargaan agar kewajiban debitur bisa tetap terpenuhi.

“Tapi kebanyakan ini debitur ada, unit enggak ada, atau unit ada tapi sudah bukan kekuasaan dia. Ini semua sudah melanggar Pasal 35 dan 36 jaminan fidusia. Kalau debitur ada, barang ada, bagaimana kita restrukturisasi, kita diskusi. Intinya perusahaan tidak ingin sebenarnya kendaraan dieksekusi, kita ingin pinjam uang ya bayar uang,” tambahnya.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *