Memperingati Hari Pangan dan Upaya Dalam Memberantas Stunting

Memberantas Stunting
Memperingati Hari Pangan dan Upaya Dalam Memberantas Stunting
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – BESOK, 16 Oktober diperingati sebagai Hari Pangan Sedunia. Peringatan tahun ini kita diajak berkontemplasi bagaimana mewujudkan kedaulatan pangan untuk mengusung bangsa ini, yang bebas stunting pada Indonesia sehat 2045.

Permenungan ini sejalan dengan visi pemerintahan Jokowi periode kedua, menempatkan pembangunan SDM di garda terdepan. Ukuran untuk menakar kualitas pembangunan SDM meliputi sejumlah dimensi. Dalam indikator makro, UNDP menyebut indeks pembangunan manusia (IPM) meliputi indikator kesehatan (harapan hidup), tingkat pendidikan, dan pendapatan nasional bruto per kapita.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Peningkatan IPM menjadi tantangan berat karena selalu terganjal pada roda pembangunan kesehatan yang masih bergerak lambat. Angka stunting di Indonesia lebih tinggi dari ambang batas WHO. Berdasarkan Global Nutrition Report 2018 menunjukkan, prevalensi stunting Indonesia dari 132 negara berada pada peringkat ke-108. Sementara itu, di kawasan Asia Tenggara prevalensi stunting Indonesia tertinggi kedua setelah Kamboja. Bahkan, disebut 9 juta balita di Indonesia atau 1 dari 3 menderita stunting. Indonesia masuk klasemen lima besar negara dengan megastunting di dunia.

Ancaman serius

Proses lost generation atau generasi yang hilang sedang berlangsung di tengah pandemi covid-19 yang masih sulit dikendalikan. Kecerdasan anak yang mengalami stunting terampas defisit pangan yang masih bersemayam di negeri agraris ini dan mestinya disikapi sebagai ancaman ketahanan nasional yang serius. Negara dianggap melakukan kelalaian atau penelantaran terhadap anak-anaknya jika mata rantai stunting tidak segera diputus.

Realitas menyedihkan itu, konon buah dari kegagalan memerangi kemiskinan, harus menjadi permenungan mendalam bagi semua warga negara di usia kemerdekaan 76 tahun. Pemerintahan pascareformasi yang sudah lima kali berganti presiden kerap memberi catatan manis tentang keberhasilannya menurunkan angka kemiskinan dan mampu meningkatkan pendapatan per kapita ke posisi sekitar US$4.000. Kenyataannya, warga kebanyakan masih kesulitan mengakses makanan beragam bergizi seimbang dan aman karena daya beli yang tumpul. Kesenjangan antara orang kaya dan miskin semakin memekar.

Pertambahan angka kemiskinan makin nyata. Tingkat pendapatan yang menjadi batas garis kemiskinan, yaitu tidak lebih dari Rp500.000 per kapita/bulan, menempatkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta orang atau 10,14%, meningkat 1,12 juta orang dari Maret 2020 (BPS, 2021). Jika dibandingkan dengan Maret 2018 sebesar 9,82%, pertama kali tingkat kemiskinan berhasil ditekan di bawah angka dua digit.

Pandemi covid-19 yang masih sulit dijinakkan telah mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita. Dalam laporan World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022, Bank Dunia menyebutkan pendapatan per kapita RI turun dari US$4.050 di 2019 menjadi US$3.870 di 2020. Penurunan pendapatan per kapita ini membuat Indonesia kembali masuk pada kategori negara berpendapatan menengah bawah (lower middle-income country). Berdasarkan estimasi Bank Dunia, ambang batas minimal untuk sebuah negara masuk menjadi upper middle-income country (UMIC) tahun ini naik menjadi US$4.096.

Di sisi lain, harga berbagai kebutuhan pokok seperti bahan makanan bergerak kian mahal dan tidak terjangkau masyarakat kebanyakan, yang tingkat pendapatannya di bawah satu dolar AS setiap hari. Daya beli yang semakin tumpul, sudah pasti mengatrol jumlah anak balita yang kurang gizi dan prevalensi stunting semakin bertambah.

Ironisnya, dalam mengatasi kemiskinan, pemerintah masih menggunakan metoda lama, yakni dengan memurahkan harga bahan pangan. Seharusnya, dengan membuka lapangan kerja baru untuk mendongkrak daya beli warga. Makanan pokok beras, misalnya, dimurahkan lewat penyediaan beras sejahtera. Padahal, untuk hidup sehat sekaligus memutus mata rantai stunting, seseorang tidak hanya mengonsumsi makanan berkarbohidrat bernama beras.

Warga harus memiliki daya beli untuk bisa mengakses makanan bergizi, seperti daging, ikan, telur, dan susu untuk sumber protein hewani. Sekadar contoh tingkat konsumsi susu di Indonesia berkisar 16,00 kg/kapita/tahun. Jika dibandingkan dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura rata-rata mencapai 39,00 kg/kapita/tahun.

Di sisi lain, standar kemiskinan seharusnya berimplikasi dengan relasi keterbelakangan. Hidup miskin tidak hanya berarti defisit sandang, papan, dan pangan. Di tengah zaman yang semakin maju, salah satu indikator hidup miskin ialah ketidakmampuan mengakses informasi lewat pendidikan formal. Mereka terpinggirkan sehingga tidak berkesempatan berhubungan dengan kehidupan masa depan yang sarat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masa Keemasan

Jumlah kasus stunting di Indonesia per 2019 mencapai 27,67%. Hal ini patut menjadi perhatian. Mengingat angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan WHO, yang menghendaki kurang dari 20%. Pemerintah yang memasang target pada 2024 menurunkan kasus stunting di angka 14%, menjadi kewajiban seluruh pihak untuk memperhatikan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan, bayi, sampai mereka memasuki masa keemasan (golden years) atau masa 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK).

Percepatan penurunan prevalensi stunting menjadi tantangan berat saat ini. Ia membutuhkan derap langkah yang sama di lintas sektor untuk mencapai target 14%. Tantangan ini harus diposisiskan dalam pola pikir dan falsafah iringan kereta berkuda. Tingkat kecepatan iringan kereta, tidak ditentukan kuda yang larinya paling kencang, tapi oleh kuda yang larinya paling lambat. Sekencang apa pun pembangunan sektor lain dipacu, laju pembangunan secara keseluruhan akan bergerak lambat jika pembangunan SDM berjalan tersendat.

Masih lambatnya penurunan angka stunting karena kita belum berada di iringan kereta kuda yang punya kecepatan yang sama untuk menuju Indonesia sehat 2045. Sekadar contoh, berbagai tindak korupsi yang dipertontonkan sebagian pejabat di negeri ini, amat kontras dengan tragedi megastunting di tengah masyarakat. Bahkan, ada yang mempertonton baliho politikus untuk 2024 berbiaya mahal di tengah penderitaan rakyat yang butuh makanan bergizi. Mereka seharusnya paham, stunting seperti bencana dalam sunyi, memberi dampak buruk berkelanjutan yang secara perlahan merengut masa depan anak bangsa.

Patut disadari, kualitas SDM Indonesia kini kian melorot di terjang gelombang covid-19 yang sudah memasuki tahun ke-2. UNDP yang merilis laporan IPM di setiap negara selalu menempatkan Indonesia berada di peringkat bawah. Jauh di bawah Singapura, Brunei, dan Malaysia. Kemerosotan IPM Indonesia berbanding lurus dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang menyebut kecenderungan peningkatan jumlah balita gizi buruk. Dampaknya, selain mereka bertubuh pendek (stunting), juga pengecilan otak, jantung, dan organ lain yang mendorong turunnya tingkat kecerdasan anak.

Stunting dan dampaknya menjadi bentuk krisis kemanusiaan yang terjadi karena dipicu persoalan moral sempit. Masalah gizi buruk kerap ditenggelamkan agenda politik partai yang beraroma kepentingan kelompok. Sementara itu, konsistensi dan kesinambungan arah pembangunan pangan dan gizi semakin melorot. Upaya memberi makan 272 juta penduduk Indonesia terasa kian berat karena pemerintah belum hadir secara serius dalam penguatan kedaulatan pangan.

Pemerintah harus segera memutus mata rantai stunting. Pemerintahan Jokowi patut bekerja lebih keras lagi untuk merealisasikan berbagai program penguatan ekonomi kerakyatan. Program kerja yang terkait dengan perbaikan gizi, seperti pendidikan kesejahteraan keluarga, pekan pangan beragam bergizi seimbang dan aman (B2SA) untuk ibu hamil dan anak balita, penguatan posyandu, dan pengembangan rumah pangan lestari harus direvitalisasi. Ini menjadi langkah strategis memasuki ruang perbaikan mutu SDM. Selamat Hari Pangan! [media]

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar