Anies Baswedan Pemimpin Autentik

Anies Baswedan Pemimpin Autentik
Anies Baswedan Pemimpin Autentik
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Dengan berbagai capaian kuantitatif dan kualitatif tersebut, Anies tidak saja melampaui janji-janji politiknya, tetapi juga menunjukkan kualitas kepemimpinan autentik, yang menjadi kebutuhan mendesak bagi bangsa Indonesia.

Oleh: Abdurrahman Syebubakar, Chairman of Institute for Democracy Education (IDe)

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Masalah utama yang mendera bangsa Indonesia tidak terletak pada tataran teknis-teknokratis tatakelola negara. Tetapi, lebih soal kelembagaan politik ekstraktif yang bersekongkol dengan pony capitalism (kapitalisme palsu), meminjam istilah Joseph Stiglitz (2015). Hasil persilangannya menjadi lahan subur oligarki – pola persongkolan jahat antara penguasa dan pemodal, untuk menguasai sumberdaya negara.

Seperti yang diungkap Jeffrey Winters, seorang Indonesianis dan teoritikus oligarki ternama asal Amerika Serikat, para oligark lah yang paling berkuasa di Indonesia karena memiliki uang yang lentur dan serbaguna. Modal finansial yang mereka miliki dapat dimanisfestasikan ke dalam bentuk-bentuk kekuasaan lainnya, seperti jual beli jabatan dan produk hukum-politik. Para oligark ini sangat ekstraktif, menguasai dan membiayai partai politik, media massa, perguruan tinggi, think-tank, ormas, lembaga keagamaan, dan lain lain.

Monopoli penguasaan sumberdaya ekonomi dan politik berakibat pada meningkatnya ketimpangan dan kemiskinan multidimensi (sosial, ekonomi dan politik). Ketiga dimensi ketimpangan dan kemiskinan ini saling mempengaruhi secara negatif, seperti lingkaran setan.

Alhasil, dari waktu ke waktu, yang terjadi bukan berkurangnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan, tetapi pemiskinan dan peminggiran rakyat kecil. Ratusan juta penduduk miskin dan tidak mampu makin menderita dengan kondisi ketimpangan yang sangat akut, di mana segelintir orang super kaya menguasai kekayaan negara hampir secara mutlak. Rakyat kecil makin tidak berdaya di hadapan para pengambil kebijakan dan pemodal, dan makin tersisih dari proses politik.

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, dibutuhkan pemimpin autentik, yang tidak saja kompeten pada tataran teknis operasional. Tetapi yang jauh lebih penting, memiliki visi alternatif, dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam pilihan kebijakan yang tepat.

Selain itu, tipe pemimpin autentik berbekal tekad dan keberanian politik yang kuat untuk membongkar sistem ekstraktif yang tidak berkeadilan, dan melawan anasir-anasir jahat di balik sistem tersebut. Serta mampu memandu rakyat meninggalkan sistem politik ektsraktif menuju demokrasi substantif dan bersenyawa dengan paradigma pembangunan manusia, yang menempatkan rakyat sebagai agen pembangunan.

Lantas, pertanyaannya, siapa sosok yang memenuhi semua atribut pemimpin autentik, atau setidaknya, paling dekat dengan tipe pemimpin ideal tersebut?

Tanpa menegasikan keterbatasannya, dan dalam konteks perbandingan diantara sejumlah “aspiran capres” yang ada saat ini, jawabannya adalah Anies Baswedan.

Jejak intelektual dan kepemimpinan Anies dapat ditelusuri jauh ke belakang, sejak remaja. Saat di SMA, pada 1985, Anies terpilih sebagai Ketua OSIS se-Indonesia. Di perguruan tinggi, ia menjadi Ketua Umum Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1992, dengan sejumlah gebrakan, di antaranya menginisiasi gerakan mahasiswa berbasis riset.

Ketika berusia 38 tahun, pada 15 Mei 2007, Anies yang baru merampungkan studi doktoralnya di Northern Illinois University AS dilantik menjadi rektor Universitas Paramadina, dimana ia menginisiasi Gerakan Indonesia Mengajar yang melibatkan anak-anak muda untuk mengajar di pelosok daerah. Anies tercatat sebagai rektor termuda se-Indonesia kala itu.

Pada 2008, Anies masuk dalam 100 Intelektual Publik Dunia versi Majalah Foreign Policy. Ia disejajarkan dengan intelektual dunia paling berpengaruh abad ini, Noam Chomsky dan para penerima hadiah nobel seperti Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen. Nama Anies juga hadir dalam daftar Young Global Leaders pada Februari 2009 yang dianugerahkan oleh World Economic Forum.

Setahun kemudian, pada April 2010, Majalah Foresight yang terbit di Jepang memasukkan Anies sebagai salah satu dari 20 tokoh pembawa perubahan dunia untuk 20 tahun ke depan, bersama sejumlah pemimpin dunia termasuk Vladimir Putin (Perdana Menteri Rusia), Hugo Chavez (Mantan Presiden Venezuela), dan David Miliband (Menteri Luar Negeri Inggris).

Di tahun yang sama, Anies menyabet sejumlah penghargaan bergengsi, di antaranya, dari The Association of Social and Economic Solidarity with Pacific Countries (PASIAD) pemerintah Turki atas prakarsanya melahirkan Gerakan Indonesia Mengajar, Penghargaan Yasuhiro Nakasone dari Mantan Perdana Menteri Jepang Yasuhiro Nakasone yang diberikan kepada tokoh-tokoh visioner yang memiliki daya dobrak untuk abad 21, dan penghargaan dari The Royal Islamic Strategic Studies Center Jordania, sebagai 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia.

Masih panjang daftar penghargaan dan beasiswa yang diterima Anies, baik dari dalam maupun luar negeri, serta posisi prestisius yang diembannya sebelum menjabat Mendikbud pada pemerintahan Jokowi-JK. Kendati berhasil melahirkan berbagai terobosan untuk memajukan dunia pendidikan, Anies diberhentikan oleh Presiden Jokowi karena alasan politis.

Namun perjalanan kepemimpinan politik Anies tidak berhenti. Pada 2017, ia terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah menang secara dramatis, melawan cagub petahana Ahok, yang didukung episenterum kekuasaan dan para taipan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *