Kerasnya Bang Harry adalah Kelembutan

Kerasnya Bang Harry
Harry Azhar Azis
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Viva Yoga Mauladi (Presidium Majelis Nasional KAHMI)

Hajinews.id – Sabtu, 18 Desember, saya dan semua kawan KAHMI merasa sedih, berduka, dan rasa kehilangan atas kepergian Bang Harry Azhar Azis, salah seorang Presidium Majelis Nasional KAHMI, Ketua/ Anggota BPK RI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bang Harry telah selesai tugasnya di Bumi. Jejak langkahnya telah terhenti seiring nafas terakhirnya yang lepas dari raga. Perjalanan Bang Harry untuk bertemu Tuhannya tidak dapat diceritakan kepada kita. Bersifat privat. Tapi saya yakin, Bang Harry akan menempuh jalan terang, tanpa hambatan. Bertemu dengan Tuhannya di rumah surgawi yang indah tiada tara.

Sejak aktif di HMI Cabang Denpasar, awal tahun 1990’an, saya telah mengenal Bang Harry. Tapo lewat cerita senior dan ulasan di buku, terutama tentang cerita HMI menerima asas Tunggal Pancasila tahun 1985. Bang Harry adalah Ketua Umum PB HMI waktu itu.

Seluruh organisasi politik, kepemudaan, mahasiswa, dan kemasyarakatan, harus menerima Pancasila sebagai asas organisasinya.

Kondisi internal HMI begitu panas, dinamis, dan heroik. Penuh konfliktual sehingga muncul gerakan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Salah seorang tokoh HMI MPO salah satunya berasal dari HMI Cabang Denpasar, Jamaluddin Karim. Penuh pergulatan pemikiran dan aksi lapangan.

Pasca pengurus PB HMI, 2000’an, saya bertemu Bang Harry di kantor Majelis Nasional KAHMI, Jalan Johar 1, Menteng, Jakarta Pusat. Bertemu pelaku sejarah asas tunggal di HMI.

Oleh Mbak Anieswati M Kamaluddin, presidium MN KAHMI, saya di minta mendampingi Bang Harry yang baru saja menginjak bumi Indonesia karena telah menyelesaikan kuliah S2 di Universitas Oregon dan S3 di Oklahoma State University, Amerika Serikat.

10 tahunan Bang Harry meninggalkan Indonesia. Itu yang menjadi konitmen bersama kawan-kawannya untuk tidak masuk di politik.

Kami kemudian membikin lembaga kajian, Institute for Transformation Studies (IntranS). Bergabung juga Alfan Alfian, Supardji, Sadun, dan lainnya.

Dari sinilah saya intensif bertemu dan diskusi dengan Bang Harry. Banyak cerita dan episode peristiwa.

Tentang proses konflik asas tunggal di HMI, Bang Harry banyak cerita dan mengungkapkan fakta-fakta sejarah.

Pertanyaan saya ke Bang Harry (yang juga pernah saya tanyakan ke Pak Dahlan Ranuwihardjo, mantan Ketum PB HMI yang memindahkan kantor PB HMI dari Yogjakarta ke Jakarta, juga berasal dari Tentara Pelajar/ TP): apakah perdebatan asas yang berujung konflik internal bersifat ideologis atau administratif?

Jika ideologis, apakah nilai Islam bertentangan/ tidak dengan nilai Pancasila sebagai ideologi negara?

Jika administratif, apakah pembahasan asas di sidang MPK, di Kopo Bogor, untuk menyusun draf materi kongres tidak sesuai AD ART/ tidak?

Jawaban Pak Dahlan dan Bang Harry sama: konflik tidak bersifat ideologis, tapi administratif saja. Tapi wacana publiknya dibawa ke ranah ideologis.

Bahkan, kata Bang Harry, “Gerakan HMI MPO tidak akan terjadi jika selaku Ketua Umum PB HMI, saya mengabulkan dan menuruti tuntutan ‘kawan-kawan itu’ untuk mereshufle sekjen, bendahara umum, ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi (PAO), dan ketua Bidang Perkaderan dan Anggota (PA). Tapi saya tidak mau.”

Yang dimaksud ‘kawan-kawan itu’ adalah inisiator gerakan HMI MPO.

Itulah Bang Harry. Keras seperti cadas.

Tidak kunjung ada komitmen HMI menerima asas Pancasila, jadwal kongres tertunda. Seharusnya 1985 menjadi 1986. Sikap pemerintah yang otoriter, koersif, dan restriktif membuat konflik internal HMI.

Sewaktu Bang Harry bertemu Bang Abdul Gafur, Menpora RI, untuk mempersiapkan kongres, pemerintah tetap tidak memberi celah sedikitpun soal asas Pancasila.

Harry, HMI harus menerima asas Pancasila di kongres. Kalau tidak, sampai kiamat HMI tidak boleh kongres,” cerita Bang Harry ke saya atas sikap Menpora.

“Saya sangat dilematis, Yoga. Sikap alumni HMI di pemerintahan juga pasti terancam jika HMI tidak menerima Pancasila. Saya menentang sikap kekuasaan yang sangat otoriter, melanggar demokrasi dan nilai kemanusiaan. Kalau HMI tidak menerima Pancasila, mungkin saja akan dibubarkan pemerintah,” kata Bang Harry.

Di balik kerasnya sikap Bang Harry, ada nurani dan kelembutan hati untuk menata kepentingan keluarga besar HMI.

Lalu, Kongres ke-16 HMI diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat, 24-31 Maret 1986. Di kongres inilah asas Islam diganti Pancasila. Dan Islam dijadikan sebagai sumber nilai HMI. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI diganti Nilai Identitas Kader (NIK). Ganti bungkus saja. Isi tetap tak berubah.

Pasca kongres HMI di Padang, gerakan HMI MPO tidak padam. Terus berkonsolidasi ke daerah. Meski tidak masif gerakannya, secara publik HMI terbelah.

Begitulah sejarah asas tunggal Pancasila di HMI.

Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh, 1998, beberapa tahun kemudian para alumni HMI di Majelis Nasional KAHMI masih aktif mengundang pengurus PB HMI ‘DIPO’ dan HMI ‘MPO’ agar dapat bersatu kembali. Toh rezim sudah berganti. Masa lalu hanya sejarah kelam.

Beberapa kali pertemuan rekonsiliasi diselenggarakan. Saya juga sempat ikut. Sewaktu pertemuan di rumah Pak Beddu Amang, ada senior HMI MPO menyatakan bahwa: “sejak HMI sudah kembali ke asas Islam, maka perjuangan HMI MPO sudah tidak relevan lagi. Harus melebur menjadi satu HMI.”

Tqpi sampai sekarang belum melebur juga. KAHMI tidak boleh intervensi. Dan HMI pun tetap bersikap independen (etis dan organisatoris). Kita menunggu sejarah saja.

Kalau di pengurus Majelis Nasional KAHMI, sudah tidak relevan lagi tentang HMI DIPO dan HMI MPO. Semua kader HMI bisa bebas aktif di KAHMI. Bahkan, sejarah itu menjadi cerita yang semakin mengakrabkan ukhuwah islamiyah.

Akhirnya, Di jaman PB HMI Bang Harry, HMI “terpaksa” mengganti asas Islam ke Pancasila. Namun di jaman PB HMI Anas Urbaningrum, sewaktu saya menjadi Koordinator Majelis Pekerja Kongres (MPK) PB HMI, dalam rapat MPK yang membahas materi kongres, ditetapkan dan mengusulkan asas Pancasila diganti dan dikembalikan ke Islam.

Di Kongres HMI Jambi tahun 1999, tanpa perdebatan sengit, bahkan aklamasi, HMI kembali berasas Islam. Sampai sekarang.

Semoga Bang Harry damai dan bahagia dengan kehidupan barunya, persinggahan terakhir di bumi, di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.▪️

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *