Duh! Harga Sembako-LPG Meroket, Ekonom Khawatir Ekonomi Lesu Lagi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id — Jelang pergantian tahun, publik dihebohkan dengan meroketnya harga sembako hingga tabung gas Elpiji. Hal-hal semacam ini dinilai hanya akan menambah beban bagi masyarakat.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat ini kondisi sebagian besar masyarakat Indonesia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Pemulihan ekonomi belum seutuhnya didapatkan oleh masyarakat, kenaikan harga malah jadi beban baru masyarakat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Dari situasi ini, mulai saat ini hingga tahun depan beban masyarakat akan makin tinggi. Sementara itu proses recovery ekonomi ini belum optimal. Pertumbuhan ekonomi masih jauh lebih rendah dengan penurunan kemiskinan dan pengangguran,” kata Tauhid kepada detikcom, Senin (27/12/2021).

Apalagi menurut Tauhid banyak sekali kebijakan pemerintah yang juga memberatkan beban masyarakat. Misalnya saja, peralihan BBM ke Pertamax yang menimbulkan biaya tambahan untuk kebutuhan bensin. Ataupun rencana kenaikan tarif listrik yang bakal dilakukan tahun depan.

Dampaknya, menurut Tauhid pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan optimal. Pasalnya, dengan harga yang naik dan pendapatan yang tetap rendah kemungkinan masyarakat akan mengurangi konsumsinya.

“Dampaknya, tentu saja pertumbuhan ekonomi akan berjalan tidak optimal. Konsumsi pasti turun karena harga relatif naik tapi pendapatan pun segitu-gitu aja, naik pun tipis,” kata Tauhid.

Ujungnya, pemerintah akan kesulitan untuk menurunkan kemiskinan dan angka pengangguran. Bagi masyarakat menengah ke bawah pun akan makin sulit untuk keluar dari jurang kemiskinan.

“Karena pertumbuhan ekonomi melambat maka pengurangan kemiskinan akan makin berat, termasuk mengurangi angka pengangguran. Menambah sih nggak, cuma angka kemiskinan akan stagnan nggak turun-turun,” ujar Tauhid.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyoroti standar upah di Indonesia yang menurutnya tidak mampu mengimbangi kenaikan harga yang terjadi. Menurutnya standar upah saat ini jauh lebih rendah daripada kenaikan harga yang terjadi.

“Upah yang digunakan untuk membayar kebutuhan pokok tidak sesuai dengan tingginya kenaikan harga barang secara umum,” ungkap Bhima kepada detikcom.

Seharusnya, menurut Bhima pemerintah segera melakukan revisi pada penetapan upah minimum karena secara perhitungan nilai riil upah akan merosot jika kenaikan UMP rata-rata nasional hanya 1,09% pada 2022.

Kenaikan itu pun jauh lebih rendah dengan angka inflasi yang bisa saja tembus 5% pada 2022 dengan adanya kenaikan harga. Belum lagi prediksi pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,5-5%.

“Masih ada waktu bagi Pemerintah pusat dan daerah untuk revisi formula upah minimum agar daya beli kelas menengah bisa lebih solid tahun depan,” ungkap Bhima.

Seperti diketahui, masyarakat saat ini memang dihadapkan dengan kenaikan berbagai kebutuhan pokok. Mulai dari kebutuhan pangan yang berbagai komoditasnya kompak naik bersamaan hingga naiknya harga tabung gas Elpiji yang menjadi pilihan energi terbesar bagi rumah tangga di Indonesia.

Kenaikan harga-harga kebutuhan ini justru tak diimbangi dengan perbaikan pendapatan. Banyak daerah di Indonesia yang kenaikan upah minimumnya sangat kecil, bahkan ada yang cuma naik sekitar 1%-an saja.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *