Melihat Peta Pemikir Muslim Pada Era Orde Baru

Pemikir Muslim Pada Era Orde Baru
Pemikir Muslim Pada Era Orde Baru
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Pada masa Orde Baru, agama Islam mengalami tantangan yang cukup serius. Sebab di masa-masa ini, sekian pembangunan infrastruktur dan ekonomi gencar dilakukan oleh pemerintah dengan berkiblat ke Barat sebagai representasi peradaban yang telah maju. Akibatnya, hal-hal yang berbau Barat seperti modernisasi, sekularisasi, westernisasi, dan liberalisasi menjadi tema sentral yang suarnya sampai ke masyarakat akar rumput.

Lantas persoalan menarik yang saya rasa perlu untuk diketengahkan adalah, bagaimana respon umat Islam di masa-masa itu? Apakah tenggelam dengan mengamini sekian proyek di masa Orde Baru? Jika demikian yang terjadi, bukankah implikasi negatif lamat-lamat akan merangsek masuk dalam tubuh umat Islam itu sendiri? Kalau tidak mengamini, ikhtiar negosiasi dan kompromi seperti apa yang ditawarkan oleh pemikir muslim di masa Orde Baru itu?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya rasa perbincangan ihwal pemikir muslim di masa Orde Baru ini menarik karena mengingat dua hal; Pertama, pemikir muslim yang hari ini duduk di posisi strategis pada tubuh pemerintah, sedikit banyak merupakan murid atau setidaknya dipengaruhi oleh pemikir muslim di masa Orde Baru ini. Kedua, wacana yang digulirkan oleh pemikir muslim di masa-masa ini gaungnya masih didengar, banyak dikaji, dan dianalisis sebagai batu pijakan guna memformulasikan bentuk agama Islam di masa kini dan mungkin di masa-masa yang akan datang.

Dalam buku Merambah Jalan Baru Islam (1986) yang ditulis oleh Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, kita bisa menemukan peta saling silang tawaran wacana pemikir muslim di masa Orde Baru. Kendati peta itu sifatnya sementara, karena saat buku itu ditulis, pemikirnya masih hidup dan kemungkinan mengalami dinamika temuan baru. Namun saya rasa, buku itu tetap dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam melihat-amati perkembangan pemikir Islam Indonesia, terutama kontribusinya dalam memeri tawaran gagasan di masa Orde Baru.

Ada gagasan yang mengusung citra sebagai neo-modernisme Islam. Gagasan ini digawangi oleh dua tokoh besar pemikir muslim Indonesia: Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid. Gagasan ini pada dasarnya ingin memberi penegasan bahwa, agama Islam melalui seperangkat ayat-ayat di kitab suci dan hadits Kanjeng Nabi, memiliki muatan yang cenderung inklusif. Artinya, agama Islam baik yang bersandar pada tradisi maupun khazanah intelektual baru, dapat menyumbang daya lentur ketika menghadapi berbagai macam perubahan zaman.

Kemudian ada juga gagasan agama Islam yang diformulasikan dengan lebih menekankan pada persoalan riil yang tengah dihadapi oleh umat Islam. Realitas sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang menjadi tantangan bagi umat Islam. Gagasan ini menghendaki setiap umat Islam mesti ambil bagian supaya, nilai-nilai Islam tidak lantas terjerembab pada problem yang sulit untuk diudar. Gagasan berbentuk sosialisme-demokrasi Islam ini diwakili oleh Dawam Raharjo, Adi Sasono, dan Kuntowijoyo.

Tetapi ada juga yang beranggapan bahwa, agama Islam merupakan ajaran yang sifatnya universal, artinya ada keyakinan pada agama Islam yang telah menyediakan semua solusi bagi problem yang dihadapi oleh umat. Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu berkiblat ke Barat untuk peroleh peradaban yang lebih maju. Sebab di dalam agama Islam, baik yang presedennya dapat ditilik pada kerangka historis maupun bersandar pada doktrin, umat Islam di Indonesia maupun di dunia, dapat meniti jalannya sendiri ke arah kemaju-jayaannya sendiri. Nama-nama seperti Jalaluddin Rahmat, Amin Rais, dan A.M. Saefuddin menjadi pemikir muslim yang mencoba menggaungkan gagasan tersebut.

Adapun Ahmad Syafii Ma’arif bersama dengan Djohan Effendi dipetakan sebagai pemikir yang cenderung mengusung gagasan modernisme Islam. Bagi mereka umat Islam perlu menilik dengan teliti doktrin-doktrin yang berakar dan tumbuh dalam agama Islam. Karena dari situ, umat dapat menemukan sekian perangkat yang berguna untuk membebaskan sekaligus memecahkan krisis-krisis kemanusiaan secara menyeluruh.

Hanya saja saya rasa, gagasan pemikir muslim di masa Orde Baru dengan formulasi yang memberi arah ke mana umat Islam Indonesia mesti berjalan, ternyata terbentur pada satu persoalan mendasar. Bagaimana operasionalisasinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk ini? Selain itu, seperti apa penawar yang dapat meredakan gejolak internal umat Islam yang semakin terpolarisasi karena unsur politis?

Pertanyaan itu mungkin akan terjawab ketika muncul kembali generasi pemikir muslim Indonesia dalam dua atau tiga dekade kemudian. Tapi bisa jadi juga tidak.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *