Prof Didik J Racbini Soroti Kualitas Perguruan Tinggi Indonesia: Harus Diarahkan Menjadi Universitas Riset

Prof Didik J Racbini Soroti Kualitas Perguruan Tinggi Indonesia: Harus Diarahkan Menjadi Universitas Riset (foto: ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Rektor Universitas Paramadina Prof Dr Didik J Racbini menyebut untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi Indonesia bertaraf Internasional, universitas terkemuka di Indonesia harus diarahkan menjadi universitas riset.

Ia memaparkan, kualitas perguruan tinggi Indonesia seharusnya mengacu pada riset advance, kutipan atau citation diantara peneliti/penulis, jaringan internasional, implementasi dan dampaknya terhadap industri. Jadi, faktor pengajaran hanya satu dari lima elemen kualitas perguruan tinggi di mana 4 elemen sisanya adalah riset dan turunannya. Karena itu, untuk meningkatkan kualitas tersebut, universitas atau perguruan tinggi harus secara bertahap mentransformasikan diri dari perguruan tinggi dominan melulu pengajaran menjadi perguruan tinggi dominan riset, yang menghasilkan karya ilmiah bertaraf nasional dan internasional, dikutip oleh peneliti di berbagai manca negara, punya modal sosial jaringan internasional serta berdampak terhadap ekonomi, industri dan kesejahteraan manusia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Dengan demikian, universitas terkemuka di Indonesia (USU, UI, ITB, IPB, UNPAD, UGM, UNDIP, UB, UNAIR, UNHAS, dll) harus diarahkan menjadi universitas riset, bukan sebaliknya ngotot menjadi kampus pengajaran, yang melipatgandakan mahasiswa untuk pendapatan dan dominan menjalankan proses belajar mengajar seperti layaknya kursus,” katanya, dalam Diskusi Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita “Kiat Membangun Perguruan Tinggi Berkualitas Dunia”, Ahad, 20 Februari 2022.

Berdasarkan fakta pertumbuhan penduduk, struktur penduduk muda dan bonus demografi ini, kata Didik, maka prediksi OECD tahun 2030 dan bahkan tahun 2040, jumlah ilmuwan Indonesia lulusan universitas (dokter, arsitek, insinyur, agronomis, psikolog, dll) akan berada di ranking 5 besar dunia setelah Cina, India, Amerika, dan Rusia. Namun kualitasnya rendah sehingga faktor kualitas menjadi sangar penting.

Guru besar hanya ada sekitar 6 ribu orang dan doktor hanya 40 ribu orang dimana rasionya terhadap jumlah penduduk sangat kecil. Kita perlu setidaknya 5 kali lebih besar dari sekarang, yakni 30 ribu guru besar dan 200 ribu doktor untuk meningkatkan kualitas SDM sekaligus jumlah risetnya.

“BRIN rusak berat diacak-acak secara politik dan dampaknya akan berat ke depan. Ini adalah kecelakaan sejarah, yang perbaikannya memerlukan waktu lama karena arsitek dari ranah politik sebenarnya tuna akademik, tidak layak menggurui dunia ilmu pengetahuan yang amat luas,” ungkap Didik.

Menurutnya, Skor PISA Indonesia sangat rendah di bawah rata-rata, yakni ranking 62 dari 70 negara yang diukur atau menjadi 8 besar golongan terbawah. Ini menyedihkan dimana insan pendidikan tidak berhasil mengatasinya selama setengah abad terakhir ini. Ke depan sumber permasalahan input pendidikan tinggi memerlukan percepatan untuk diperbaiki.

Selain itu Didik memaparkan, Esther Duflo, pemenang nobel ekonomi, melakukan penelitian yang mendalam terhadap kebijakan pendidikan nasional di Indonesia, khususnya pendidikan universal dan pembangunan SD Inpres secara nasional.

“Menurutnya Indonesia berhasil menjalankan kebijakan pendidikan, mentransformasikan SDM Indonesia dengan membuat sekolah dasar dan menengah secara massal pada Orde Baru dalam skala luas, Tetapi dilihat dari sisi lain, sistem pendidikan Indonesia gagal meningkatkan kualitasnya. Inilah sumber kualitas SDM yang rendah untuk masuk perguruan tinggi, yang perlu dibenahi ke depan,” tandasnya.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *