Hak-Hak Warga Wadas Diabaikan dan Respons Polda Jateng Atas Kesimpulan Komnas HAM

Hak-Hak Warga Wadas Diabaikan
komnas ham
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada hari ini memaparkan hasil temuannya atas insiden kekerasan yang dialami warga Desa Wadas, Jawa Tengah (Jateng) pada 8 Februari 2022. Komnas HAM mengungkapkan sejumlah pengabaian hak warga Wadas.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara memerinci, pengabaian hak-hak warga Wadas itu diawali oleh pengabaian hak Free and Prior Informed Consent (FPIC) sebelum peristiwa kekerasan tanggal 8 Februari 2022. Di mana, masyarakat Wadas semestinya berhak memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek penambangan batuan andesit.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Apalagi bila proyek itu berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan. Kemudian, Komnas HAM juga menyoroti minimnya sosialiasi dari pemerintah dan pihak pemrakarsa Bendungan Bener tentang rencana proyek beserta dampaknya.

“Tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antarwarga maupun warga dengan pemerintah,” kata Beka dalam konferensi pers, Kamis (24/2/2022).

Minimnya sosialiasi dari pemerintah, mengakibatkan kerenggangan di kalangan warga yang mendukung penambangan andesit dan yang menolak. Kondisi ini kemudian diperburuk oleh tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh Polda Jateng pada 8 Februari 2022 saat pengukuran lahan di Desa Wadas.

“Ini ditandai dengan pengerahan personil dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan,” ujar Beka.

Komnas HAM menyayangkan pengabaian hak perlindungan warga Wadas dalam mempertahankan lingkungan dan kehidupannya. Komnas HAM meyakini sikap penolakan warga atas penambangan andesit esharusnya tetap dihargai dan tidak disikapi aparat kepolisian secara berlebihan.

“Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam tugas pengamanan pengukuran tanah pada 8 Februari 2022 di Wadas,” ucap Beka.

Komnas HAM juga menemukan pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum atau penangkapan. Anak-anak tersebut justru lolos dari jaminan untuk tidak menyaksikan dan mengalami tindakan berlebihan aparat kepolisian.

“Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalamiluka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan,” tutur Beka.

Atas simpulannya, Komnas HAM memberikan sejumlah poin rekomendasi yang ditujukan ke beberapa pihak. Rekomendasi pertama ditujukan kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo agar mengevaluasi pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian permasalahan di Wadas.

“Hindari penggunaan cara-cara penggusuran, pengusiran, dan pendekatan keamanan dalam penyelesaian masalah di Wadas. Dan upayakan pemulihan (trauma healing) terhadap masyarakat,” kata Beka.

Komnas HAM juga meminta Ganjar menyiapkan upaya yang menjamin kelangsungan masa depan anak-anak warga Wadas, khususnya jika nantinya ada solusi yang diterima oleh semua pihak. Lalu Pemprov Jateng diminta menyiapkan informasi lingkungan yang lengkap tentang dampak lingkungan sebagai bahan dialog terutama untuk menjawab persoalan sosial dan lingkungan di Desa Wadas.

“Memastikan partisipasi warga Wadas dan membangun ruang dialog dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian dampak Pembangunan Bendungan Bener, termasuk di Desa Wadas,” ujar Beka.

Selanjutnya, rekomendasi Komnas HAM ditujukan kepada Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi dan jajarannya. Di antaranya agar Polda Jateng mengevaluasi, memeriksa dan penjatuhan sanksi kepada petugas yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga dan pelanggaran SOP, melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang diambil termasuk melakukan pencegahan supaya peristiwa yang sama tidak terulang kembali dan menghindari penggunaan kekuatan berlebih.

“Memastikan berlangsungnya upaya pemulihan seluruh warga Wadas dengan mengedepankan Bhabinkamtibmas dan Binmas Kepolisian setempat dengan berbagai program dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat,” ucap Beka.

Terakhir, rekomendasi Komnas HAM menyasar Kementerian PUPR, termasuk Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak. Komnas HAM meminta setiap langkah yang diambil harus memperhitungkan dinamika dan realitas sosial masyarakat sekaligus memastikan pemenuhan prinsip HAM.

Komnas HAM juga meminta pihak Pemrakarsa Bendungan Bener berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka evaluasi dan penyelesaian dampak pembangunan dengan berbagai pendekatan. Alasannya, Komnas HAM menyinggung belum terpenuhinya aspek partisipasi warga secara menyeluruh.

“Dalam membangun Bendungan Bener senantiasa mengedepankan akuntabilitas dan menghormati HAM, menghindari perlakuan yang melanggar HAM, memastikan patuh atas penyelesaian yang adil dan layak, dan menyediakan akses pemulihan atas tindakan yang melanggar HAM,” ucap Beka.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Iqbal Alqudusy mengatakan temuan dan rekomendasi Komnas HAM dalam peristiwa di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, pada beberapa waktu akan menjadi bahan analisis dan evaluasi bagi kepolisian.

“Kami menghargai temuan dan rekomendasi Komnas HAM. Tentu akan menjadi bahan analisis dan evaluasi untuk bekerja lebih baik lagi,” kata Iqbal di Semarang, Kamis.

Menurutnya, kondisi saat ini di Desa Wadas, kata dia, TNI dan Polri terus membangun komunikasi sosial antarmasyarakat, baik yang mendukung keberadaan kawasan tambang batuan andesit untuk kebutuhan proyek Bendungan Bener, maupun yang menolak. Bakti sosial, lanjut dia, juga dilakukan TNI dan Polri di wilayah Desa Wadas.

“Pembangunan sanitasi, sumur, penyediaan tandon, serta pengobatan gratis,” katanya.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik hari ini juga mengungkapkan bahwa, Komnas HAM ternyata sudah menerima pengaduan dari dua kubu warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah sejak tahun lalu. Warga Wadas terpecah antara mendukung atau menolak penambangan andesit di wilayahnya.

“Komnas HAM dapat laporan dari dua pihak masyarakat (Wadas) sejak tahun lalu soal tambang andesit. Keduanya ngadu. Kami lakukan mediasi,” kata Taufan dalam konferensi pers hasil penyelidikan Komnas HAM soal insiden Wadas pada Kamis.

Taufan menyampaikan, Komnas HAM berusaha menjembatani dua kubu warga Wadas agar kembali rukun. Komnas HAM sempat ingin mengadakan dialog pada Januari 2022. Namun, warga yang kontra tambang andesit urung hadir dalam dialog di Kota Semarang itu.

“20 Januari mediasi di Kota Semarang nggak jalan sepenuhnya. Karena (warga) yang tidak setuju memilih tidak hadir. Tapi komunikasi kami cukup intens. Berlanjut yang di Semarang kemudian kami ke wwadas temui warga yang menolak,” ujar Taufan.

Berdasarkan hasil komunikasi tersebut, Komnas HAM menyatakan kedua kubu warga sebenarnya punya itikad menggelar dialog demi kebaikan bersama. Oleh karena itu, Komnas HAM menyayangkan insiden kekerasan yang terjadi pada 8 Februari terhadap warga penolak tambang.

“Sudah ada kesepakatan memilih dialog. Tapi muncul masalah 8 Maret (insiden kekerasan). Yang tadinya jalur mediasi jadi bertambah ada proses penyelidikan dan pemantauan karena ada dugaan kekerasan, ” ucap Taufan.

Saat pertemuan warga Desa Wadas yang kontra penambangan batu andesit dengan Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, yang digelar di Masjid Nurul Huda, Desa Wadas, Sabtu (19/2/2022) malam, terungkap, buruknya komunikasi dan sosialisasi disebut menjadi pangkal polemik yang terjadi di Desa Wadas. Kepada wagub, tokoh masyarakat Desa Wadas, Gus Fuad mengungkapkan, penolakan sebagian warga terkait penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk pembangunan Bendungan Bener muncul akibat tidak ada transparansi dan sosialisasi yang baik sejak awal dari pihak aparatur desa.

Situasi ini lantas membuat warga mencari tahu sendiri kejelasan rencana penambangan di Desa Wadas hingga dalam perkembangannya, warga kian resah. “Warga resah, mau tanam juga tidak tenang,” jelasnya.

Atas keresahan ini, para sesepuh desa sudah berupaya mengirimkan surat kepada kepala desa setempat agar warga yang resah mendapatkan kejelasan. Namun, surat tersebut juga tak kunjung mendapat balasan.

Mestinya, kepala desa dan perangkatnya merespons permintaan tersebut dan bisa memberikan informasi yang lebih jelas dan transparan terkait dengan pemicu keresahan warga tersebut. Lebih lanjut, Gus Fuad juga mempertanyakan mengenai posisi Wadas yang dipilih sebagai situs penambangan bagi kebutuhan pembangunan bendungan Bener. Karena secara lokasi, Wadas terpisah dari Bendungan Bener.

Ia juga menyoroti soal appraisal pembebasan lahan yang dirasa tidak semestinya. Appraisal harusnya diumumkan setelah semua pemilik menyetujui dan menyepkati berapa harganya.

“Hal inilah yang kemudian membuat warga menjadi semakin resah karena merasa tidak ada keadilan yang seharusnya didapatkan,” kata Gus Fuad.

Kepada warga Wadas, Taj Yasin menyampaikan sudah mendapatkan gambaran mengenai polemik yang terjadi. Wagub mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperbaiki buruknya komunikasi di Wadas.

“Namanya Jual beli, ya harus tahu harganya ‘yang dibeli berapa, kelanjutannya bagaimana’, harusnya kan gitu,” kata Taj Yasin.

Proyek strategis nasional. – (Tim Infografis Republika.co.id)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *