SE Menteri Agama dan Afwaja

SE Menteri Agama
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Mundzar Fahman, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro.

Hajinews.id – Surat edaran (SE) Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memicu reaksi beragam dari kalangan umat Islam. Ada pro, ada kontra. Ada yang menghujat. Bahkan, ada yang mengancam. Pro-kontra itu hari-hari ini memenuhi jagad media massa. Terutama, media sosial.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

SE Menag nomor 5/2022 itu masih gres. Tertanggal 18 Februari 2022. Isinya tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.

Umat yang pro menganggap tidak ada yang perlu dipermasalahkan apa yang diatur dalam SE tersebut. Tetapi, umat yang kontra, menganggap SE tersebut terlalu membatasi kebebasan penggunaan pengeras suara di masjid atau di musala. Mereka juga memprotes keras ucapan Menag yang mereka anggap membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.

Karena ada pro-kontra yang tajam itu saya lalu mencoba mencermati isi SE Menag tersebut. Menurut saya, isinya ternyata biasa-biasa saja. Tidak berbeda jauh dengan apa yang selama ini sudah menjadi kebiasaan di kalangan sebagian wong Islam. SE hanya mengatur dan mengingatkan agar penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dapat lebih baik. Lebih baik kualitasnya, dan mampu menciptakan suasana yang lebih tenang di dalam lingkungan.

Sebagai salah satu contoh isi SE Menag. Penggunaan pengeras suara untuk adzan dan iqamah boleh saja dipancarkan keluar masjid. Bahkan, sebelum adzan, jika biasanya dilakukan tarhiman, ya disilahkan. Waktunya antara 5 hingga 10 menit sebelum adzan dikumandangkan. Bukankah itu sudah cukup? Apakah tarhiman 10 menit sebelum adzan masih kurang lama?

Almarhum Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid, ketua umum PB NU) pernah mengkritik penggunaan pengeras suara di masjid. Kritik tersebut dimuat dalam Majalah Tempo edisi 20 Februari 1982. Sudah amat lama. Empat puluh tahun lalu. Kemudian dipublis kembali di NU Online (nu.or.id).

Menurut Gus Dur, jika tarhim dengan pengeras suara dimaksudkan untuk membangunkan orang-orang yang sedang tidur, itu sangat tidak perlu. Kata beliau, pertama, orang tidur tidak terkena kewajiban syariat. Ora usah ditangeni.  Kedua, orang yang tidak tidur juga tidak ada kewajiban membangunkan orang yang lagi tidur. Kecuali, jika ada alasan (illat) tertentu. Misal, kiai atau guru membangunkan santri-santrinya untuk pembentukan karakter disiplin. Atau, istri membangunkan suaminya agar si suami dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.

Ketiga, umat Islam di sekitar masjid juga belum tentu saat itu semua terkena kewajiban menunaikan salat subuh. Misal, wanita-wanita yang sedang berhalangan (udzur syar’i). Atau, anak-anak kecil yang belum baligh. Belum dewasa. Atau, orang-orang yang sedang sakit tertentu yang sangat butuh istirahat. Butuh suasana tenang.

Intinya, menurut Gus Dur, tidak perlulah berlama-lama tarhiman sebelum Subuh dengan menggunakan pengeras suara keluar masjid/musala. Apalagi, volumenya dipoll-no. Dikhawatirkan bisa mengganggu ketenangan bagi sebagian warga.

Saya menduga, reaksi keras terhadap SE Menag tersebut disebabkan beberapa faktor. Pertama, mungkin mereka  tidak/belum membaca isi SE tersebut. Atau, baru membaca sekilas dan belum memahami isinya secara benar.

Kedua, mungklin mereka terprovokasi oleh isi video yang diduga sudah dipotong-potong oleh orang-orang tertentu itu. Video berisi pernyataan Menag Yaqut, yang dikesankan seolah-olah pak menteri membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.

Ketiga, mungkin mereka yang protes keras itu karena mereka sudah terlanjur tidak suka pada Menag. Sebab, beberapa waktu lalu Menag juga sudah melontarkan pernyataan yang mereka anggap kontroversial. Misal, pernyataan Menag bahwa kementerian agama bukan hadiah negara untuk umat Islam Indonesia seluruhnya, melainkan hadiah untuk Nahdlatul Ulama. Juga, pernyataan Menag tentang perayaan Natal dan Tahun Baru.

Saya sangat prihatin menyaksikan hiruk-pikuknya hujatan dari kalangan wong Islam terkait SE Menag itu. Ada yang menghujat dengan kata-kata. Ada yang sampai menuntut agar Menag Yaqut diberhentikan dari jabatannya. Juga, ada yang mendesak Kapolri mengadili pak menteri. Jika Menag Yaqut tidak diadili, atau tidak diberhentikan, mereka menganggap pejabat yang berwenang sama dengan Menag Yaqut. Ngeri dehhh…

Saya menduga, munculnya hujatan mereka yang amat keras itu lebih karena diprovokasi oleh isi video yang sudah dipalsukan itu. Konon, video yang asli berdurasi 2.50 (hampir tiga menit, atau 170 detik). Sedangkan video yang banyak  beredar di medsos hanya berdurasi sekitar 30 detik.

Karena itu, sadarlah wahai saudara-saudaraku! Mengubah ataupun memotong isi video yang asli kemudian menyebarkannya, itu hukumannya berat. Hukuman dari undang-undang maupun hukuman dari Tuhan. Janganlah kita yang beragama (khususnya yang muslim) menjadi penyebar fitnah. Kita jangan menjadi ahli fitnah wal jamaah (afwaja). Dalam pandangan Tuhan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.

Ancaman pidananya juga tidak ringan. Dalam Undang-Undang 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disebutkan, seseorang yang mengubah, menambah, mengurangi suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diancam pidana paling lama 8 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar. (Pasal 47).

Selain itu, wahai saudara-saudaraku! Janganlah kita ini mudah percaya pada sebuah informasi. Apalagi di zaman now. Saat ini makin sulit mencari informasi yang benar. Yang sering terjadi adalah berita-berita hoaks. Perlu tabayun (klarifikasi). Perlu konfirmasi.  Janganlah kita malah menjadi pembuat dan penyebar berita hoaks. Jangan pula menjadi konsumen kabar bohong. Jangan gampang dihasud. Jangan muda diprovokasi oleh kabar-kabar yang sesat dan menyesatkan (dhalla wa adhalla). Naudzubillahi…

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *