Presiden Jokowi, Jaminan Surga, dan Pembatalan Pemilu 2024

Jaminan Surga dan Pembatalan Pemilu 2024
Presiden Jokowi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Prof Denny Indrayana, SH, LLM, PhD ( Guru Besar Hukum Tata Negara, Senior Partner Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm )

Hajinews.id – MENJADI Presiden di Indonesia itu adalah pekerjaan paling sulit di dunia, bahkan hingga akhirat. Jangan kan presiden melakukan kesalahan, presiden benar sekali pun bisa disalah-salahkan. Setiap hari, Presiden Indonesia akan menjadi gunjingan di dunia nyata, dan pastinya dunia maya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menjadi objek perghibahan yang tidak akan berkesudahan. Saking seringnya dighibah, Presiden Indonesia begitu tiba di Hari Pembalasan akan langsung masuk surga. Sesuai hadist Rasulullah yang diriwayatkan Muslim, pahala pengghibah akan diberikan kepada Sang Presiden, dan jika sudah habis pahala dari kebaikannya, maka dosa-dosa Sang Presiden juga diambil alih oleh sang pengghibah.

Itulah sebabnya, karena pengghibah Presiden Indonesia ada di setiap sudut belahan dunia—bukan hanya di Indonesia dan tanpa mengenal batas waktu, maka Sang Presiden akan menikmati surplus pahala, dan minus dosa. Jadi salah satu rumus mendapat jaminan masuk surga adalah, jadilah Presiden Indonesia.

Namun soal masuk surga dan neraka itu biarlah menjadi urusan dan hak prerogatif Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Urusan Presiden Indonesia di hari-hari akhir ini anggaplah kita fokuskan kepada satu hal saja: Menolak Pembatalan Pemilu 2024. Tentu saja, urusan Presiden seabrek-abrek, bukan hanya soal pemilu. Saking banyaknya, semua masalah di Indonesia, bahkan yang remeh-temeh, diadukan ke Presiden. Padahal sejak perubahan UUD 1945, banyak kekuasaan presiden yang sudah dipreteli. Namun, tetap saja, semua masalah, dan semua salah dialamatkan kepada Presiden. Mungkin saking gemesnya, Presiden Jokowi merasa perlu memberikan job distribution, dan dengan gaya lugasnya mengatakan, “Bukan urusan saya!”

Tentu Presiden Jokowi amat benar. Kalau semua menjadi urusan Presiden, lalu penyelenggara negara yang lain kebagian tugas apa? Mosok hanya ongkang-ongkang kaki, dan makan gaji buta. Ya nggak bisa dong! Ada yang memang urusan presiden, dan ada yang, “Bukan urusan saya!”

Nah, persoalannya bagaimana mengetahui mana yang urusan presiden dan mana yang bukan? Sebenarnya, salah satu ukurannya adalah jika masalah itu strategis dan menentukan arah kehidupan bangsa. Ketika KPK ingin dilumpuhkan bahkan dimatikan, dengan mempreteli kewenangan strategisnya melalui perubahan undang-undang, maka Presiden harus menjadikan itu sebagai urusannya. Presiden tidak bisa berlindung bahwa perubahan UU KPK adalah inisiatif DPR, dan bukan inisiatif pemerintah.

Pernyataan yang seolah benar itu sejatinya salah besar. Korupsi adalah akar banyak masalah di tanah air. Salah satu tugas Presiden adalah memberantas korupsi. Maka, ketika KPK akan dikerdilkan, bahkan dihilangkan melalui perubahan UU-nya, Presiden harus menjadikan itu urusannya, bahkan jika perlu mengambil inisiatif penyelamatan. Kalau soal pemberantasan korupsi bukan urusan Presiden, lalu tugasnya apa? Masak hanya ongkang-ongkang kaki makan gaji buta, tentu tidak!

Perubahan UU KPK adalah urusan Presiden. Kalaupun RUU-nya adalah inisiatif DPR, maka 100% Presiden berwenang untuk menolak pembunuhan KPK, karena UUD 1945 memberikan kekuatan “persetujuan bersama” oleh Presiden dan DPR dalam pembuatan suatu undang-undang. Syarat persetujuan presiden tersebut, bahkan jauh lebih kuat dibandingkan dengan hak veto Presiden dalam proses legislasi di Amerika Serikat. Membiarkan proses perubahan UU KPK terus bergulir dan mengalir, adalah bentuk lepas tangan Presiden yang menyebabkan KPK sekarang hidup enggan mati tak mau.

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *