Selain itu, kebutuhan masyarakat akan gas elipiji juga semakin meningkat. Bahkan konsumsi tersebut diprediksi akan terus merangkak naik.
Rencananya, pemerintah akan gencar mengganti elpiji ke Dimethyl Ether (DME).
Efisiensi pembakaran DME lebih baik ketimbang liquefied petroleum gas (LPG). Sehingga DME layak menjadi bahan bakar alternatif untuk program substitusi energi di Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa DME memiliki efisiensi pembakaran yang lebih baik ketimbang gas elpiji.
“Fraksi karbon beratnya kalau di LPG masih tertinggal di dalam sisa botol, sedangkan kalau DME masih bisa dioptimalkan, sehingga ini menjadi salah satu advantage (keuntungan),” terang Arifin Tasrif dikutip dari laman indonesia.go.id pada Senin, 7 Maret 2022.
Pemanfaatan DME sebagai bahan bakar energi memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon, nyala api yang dihasilkan lebih stabil, tidak menghasilkan polutan particulate matter (PM) dan nitrogen oksida (NOx), tidak mengandung sulfur serta pembakaran lebih cepat dari LPG.
Saat ini, Indonesia sedang membangun pabrik hilirisasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumatra Selatan.
Presiden Joko Widodo gerah melihat besarnya angka impor elpiji selama ini.
“Impor elpiji itu gede banget, mungkin Rp80-an triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun. Impornya Rp80-an triliun. Itu pun juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya juga sudah sangat tinggi sekali. Subsidinya antara Rp60 sampai Rp70 triliun,” jelas Jokowi.
Presiden memerintahkan ke seluruh jajaran terkait agar memastikan proyek hilirasi DME ini bisa selesai dalam jangka waktu 30 bulan.***