Ketua MUI Cholil Nafis: Jangan Sampai Penceramah yang Mengkritik Pemerintah Disebut Radikal

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah mengeluarkan penjelasan terkait dengan ciri-ciri dan indikator penceramah radikal.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) Cholil Nafis berharap agar penceramah yang mengkritik pemerintah tidak dicap radikal.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Harapan itu disampaikan Cholil melalui akun Twitter pribadinya @cholilnafis pada Senin, 7 Maret 2022.

“Ya. Kita tak suka penceramah yang membangkang negara dan anti pancasila yg itu pasti melanggar hukum Islam dan hukum nasional kita”

“Tapi jangan sampai yang amar ma’ruf dan nabi munkar karena mengkritik pemerintah lalu disebut radikal,” ujarnya seperti dikutip PikiranRakyat-Depok.com.

Sebelumnya Dikretur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Jenderal Ahmad Nurwakhid memberikan beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan penceramah radikal.

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro idieologi khilafah transnasional.

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidak percayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifan lokal keagamaan.

Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa.

Proses penanamanya dilakukan secara massif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *