Kegaduhan Sosial-Politik di Negeri Ini

Kegaduhan Sosial-Politik
Mundzar Fahman, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Mundzar Fahman, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro.

Hajinews.id – Kian dekat ‘Tahun Politik 2024’ negeri ini kian disesaki aneka kegaduhan. Silih berganti. Saya khawatir, jika kegaduhan-kegaduhan itu terus menumpuk situasi negeri ini akan kian amburadul. Berisik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya tidak tahu apakah kegaduhan-kegaduhan itu bersumber dari wong cilik yang sebagian mungkin hobi bikin kegaduhan? Ataukah, kegaduhan itu justru diproduksi oleh kalangan elit politik untuk kepentingan mereka?

Kegaduhan paling gres saat ini adalah pernyataan Pendeta Saifuddin Ibrahim meminta 300 ayat Al Qur an dihapus. Atau, direvisi. Alasan dia, ayat-ayat tersebut mengajarkan kekerasan. Intoleran. Permintaan itu ditujukan kepada Menteri Agama.

Pernyataan tersebut sontak memicu beragam tanggapan dari kalangan Islam. Dari tanggapan yang lunak sampai yang keras. Menkopolhukam Mahfud MD pun angkat bicara. Beliau mendesak polisi segera menangkap Saifuddin Ibrahim dan memprosesnya sesuai dengan aturan hukum.

Pada saat hampir bersamaan, juga viral di media sosial (medsos) video berisi pernyataan seorang wanita. Isinya sangat menghina Allah, Nabi Muhammad SAW, dan Kitab Suci Al Qur an. Penghinaan dia ini jauh lebih kejam, lebih menjijikkan daripada permintaan revisi 300 ayat Al Qur an tersebut. Saya tidak tahu apakah kedua orang tersebut atas kemauannya sendiri. Ataukah, ada sutradara di belakangnya untuk menyulut kegaduhan di masyarakat.

Sebelum muncul dua kegaduhan tersebut sudah lebih dulu beredar aneka sumber kegaduhan. Mulai dari rencana pemindahan IKN (Ibu Kota Negara/Nusantara) dan aneka komentar yang menyertainya. Kegaduhan itu  hingga kini belum reda sepenuhnya.

Dalam waktu hampir bersamaan, muncul kegaduhan yang lain. Yaitu statemen elite politik (beberapa pimpinan partai politik) mengusulkan Pemilu 2024 diundur. Bak jilatan api di daun kering, usulan penundaan Pemilu 2024 itu menyulut dan menyambar kemana-mana. Lagi-lagi, negeri ini dipenuhi kegaduhan. Saya juga tidak tahu apakah usul beberapa pimpinan partai tersebut murni dari isi kepala mereka. Ataukah, mereka di-remote oleh tangan-tangan kekar di belakang mereka dengan bargaining tertentu.

Yang tidak kalah gaduhnya adalah soal kelangkaan minyak goreng dalam beberapa minggu terakhir ini. Usul penundaan pemilu hanya menyangkut kebutuhan segelintir kaum elite politik. Tetapi, kelangkaan minyak goreng menyangkut kebutuhan rakyat banyak. Kegaduhannya jauh lebih luas.

Elite politik yang duduk di kursi empuk dan banyak duit, mungkin tidak peduli harga minyak goreng naik. Ataupun minyak goreng langka untuk sementara waktu. Tetapi, bagi masyarakat umum, khususnya emak-emak, situasi itu (minyak langka) bisa langsung membikin mereka kalang kabut. Pusing tujuh keliling.

Anehnya, kasus kelangkaan minyak goreng tersebut seolah dibiarkan seperti bola liar. Pemerintah tidak segera turun tangan mengatasinya. Negara lambat hadir untuk mengatasi beban mayoritas rakyatnya tersebut.

Awalnya, harga minyak goreng di pasaran terus merangkak naik. Pemerintah lambat mengatasinya. Seolah, pemerintah membiarkan sesuai mekanisme pasar: supply and demand. Pasokan kurang, permintaan pasar meningkat, maka harga otomatis naik. Emak-emak sambat.

Setelah itu ada kebijakan pemberian subsidi terhadap beberapa merek minyak goreng tertentu. Celakanya, minyak goreng bersubsidi distribusinya sangat terbatas. Masyarakat terpaksa antri. Bisa berjam-jam di bawah terik matahari demi satu liter minyak goreng. Situasinya seperti rakyat antre tahun 1960-an dan 1970-an. Melas. Bahkan ada beberapa ibu meninggal dunia setelah antre.  Padahal negeri ini sudah 77 tahun merdeka. Hingga Rabu lalu emak-emak di Tuban dan Lamongan masih sulit mendapatkan minyak goreng walau harga sudah dinaikkan. (Radar Bojonegoro, 17 Maret 2022).

Sekarang ini, pemerintah mulai turun tangan. Pemerintah menjamin akan ada normalisasi pasokan minyak goreng di pasaran. Tetapi, harganya naik tajam. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui, kelangkaan minyak goreng belakangan ini karena ulah beberapa pengusaha yang mengekspor minyak secara ilegal. (Jawa Pos, 18 Maret 2022).

Terkait banyaknya kegaduhan belakangan ini hendaknya masyarakat makin hati-hati dalam menyikapinya. Bisa jadi, kegaduhan-kegaduhan itu sengaja dibikin oleh kelompok tertentu untuk kepentingan mereka. Bisa jadi ada grand design yang sudah disetting untuk merusak persatuan dan kesatuan kita sebagai satu bangsa.

Kasus-kasus penistaan terhadap agama, ada kemungkinan dimaksudkan untuk membenturkan antarpemeluk agama. Atau, antaraliran dalam satu agama. Misal, penistaan terhadap agama Islam. Ini untuk memancing bagaimana reaksi orang Islam aliran moderat dan aliran keras. Atau, untuk menciptakan permusuhan antara umat Islam dengan umat lainnya.

Begitu pula usulan pengunduran Pemilu 2024 atau kasus kelangkaan minyak goreng. Ada kemungkinan sengaja untuk menciptakan kegaduhan di masyarakat. Kegaduhan yang satu belum reda, muncul kegaduhan lain. Mungkin juga untuk pengalihan isu-isu tertentu.

Masyarakat dituntut makin cerdas. Jangan mudah diprovokasi. Harus obyektif dan proporsional dalam menanggapi kasus-kasus yang muncul. Jangan mau dibenturkan antarsuku, antaragama, antarras, dan antargolongan. Jika masyarakat gampang diadu, persatuan dan kesatuan bangsa di negeri ini akan terancam ambyar. Jika ini terjadi berarti orang-orang yang ingin melihat negeri ini chaos akan berpesta-pora karena tujuan mereka tercapai. Naudzubillahi…

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *