Duh, Kiamat ATM Nyata! Dalam 5 Tahun Jumlahnya Menyusut Drastis

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id — Tren pertumbuhan pesat layanan bank digital memaksa kompetitor di industri perbankan beradaptasi. Di era segala jenis pembayaran dapat dilakukan dalam satu aplikasi.

Penambahan atau bahkan hanya mempertahankan jumlah kantor cabang dan ATM (anjungan tunai mandiri) sepertinya bukan merupakan pilihan tepat untuk ekspansi bisnis – dan tentu bukan pula pilihan populer.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebaliknya, memilih fokus untuk memperbaiki dan memperkuat layanan digital tampak menjadi langkah utama yang banyak ditempuh oleh perusahaan penyedia layanan perbankan.

Disrupsi digital dan diakselerasi oleh pandemi Covid-19 membentuk kebiasaan baru bagi banyak masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang menggunakan layanan perbankan.

Jika sebelumnya banyak hal biasa dilakukan lewat mesin ATM atau kunjungan ke kantor cabang, pembatasan sosial selama wabah covid mampu menjadi katalis akan adaptasi teknologi digital di sektor finansial.

Secara langsung, hal tersebut terlihat dari tren penurunan jumlah infrastruktur fisik bank, termasuk jumlah ATM dan kantor cabang.

Data OJK mencatat bahwa sejak tahun 2015 hingga tahun lalu, jumlah kantor cabang bank umum di Indonesia secara konstan, pelan tapi pasti selalu berkurang.

Mengacu pada data Inventure (2020), yang dikutip dalam buku Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terbit tahun lalu, selama pandemi dampak yang terjadi di industri perbankan adalah terkait perubahan kebiasaan transaksi.

Transaksi-transaksi yang awalnya banyak dilakukan di kantor cabang saat ini sudah dapat dilakukan secara digital atau online melalui mobile banking, internet banking, ataupun call center yang digerakkan oleh artificial intelligence. Pembukaan rekening dan keluhan yang semula hanya dapat diselesaikan melalui visitasi ke kantor cabang, kini juga mulai dialihkan melalui kanal-kanal bantuan secara digital.

Sama dengan kondisi kantor cabang, jumlah infrastruktur fisik penunjang lain juga ikut berkurang, termasuk salah satunya ATM.

Menurut data Bank Indonesia (BI), sejak 2019 jumlah mesin ATM di Tanah Air mengalami penurunan, dari sebanyak 106.901 mesin pada 2018, menjadi 106.649 pada 2019 dan lalu menyusut hingga 99.262 mesin pada akhir September 2021.

Pandemi Covid-19 membatu masyarakat belajar dan memahami layanan digital seperti aplikasi mobile banking dan QR code. Alasannya: praktis dan tak perlu melakukan sentuhan.

Sejumlah bank besar, termasuk PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), juga menemukan adanya penurunan transaksi lewat mesin ATM.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, misalnya, lebih dari 80% transaksi nasabah dilakukan digital dan transaksi ATM terus menurun. Sementara, di ATM transaksi hanya 13% saja, jelas Jahja.

Berdasarkan laporan tahunan yang baru terbit, dalam lima tahun terakhir hingga 2021, hanya Bank BCA yang jumlah ATM-nya cenderung stagnan dan jumlahnya malah bertambah di akhir tahun 2021, dibandingkan jumlah pada periode yang sama lima tahun sebelumnya di 2017. Itu pun hanya tumbuh tipis atau tidak mencapai 2,2%.

Selanjutnya, meski jumlahnya juga relatif stagnan, ATM milik bank BNI jumlahnya telah 1.581 unit atau turun 8,80% dalam periode yang sama.

Penurunan terbesar dicatatkan oleh Bank BRI yang jumlah ATM-nya turun nyaris setengah atau berkurang sebanyak 10.248 unit (41,52%) dalam lima tahun terakhir. Menyusul di belakang adalah Bank Mandiri yang selama periode tersebut jumlah ATM yang dimiliki lenyap 4.679 unit (26,34%).(dbs)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *