PP Muhammadiyah: 3 Hal Ini Penyebab Jumlah Kiai Kian Menurun

Jumlah Kiai Kian Menurun
Jumlah Kiai Kian Menurun
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Jumlah kiai di Muhammadiyah semakin menurun karena tergerus perkembangan zaman. Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Syafiq Mughni menyebut ada tiga hal yang menjadi penyebab penurunan jumlah kiai di kalangan organisasi Islam ternama di Indonesia tersebut.

Syafiq mengatakan tokoh-tokoh Muhammadiyah pada periode awal merupakan seorang kiai dan diketuai oleh kiai secara berturut-turut. Namun jumlah kiai dalam internal organisasi ini justru menurun seiring perkembangan zaman.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebagai informasi, tokoh pendiri Muhammadiyah pada 1912 adalah Ahmad Dahlan yang merupakan kiai. Secara historis Muhammadiyah diketuai oleh seorang kiai hingga periode 1990-1994 oleh KH Azhar Basyir.

“Ada kesan yang semakin kuat menurunnya jumlah kiai di Muhammadiyah, apabila dilihat dalam kepemimpinan organisasi maupun pengelolaan amal usaha, seperti perguruan tinggi, sekolah dasar dan menengah, rumah sakit, dan panti sosial,” kata Syafiq dalam cuitan Twitternya, dikutip Jumat (15/4/2022).

1. Tiga faktor menipisnya jumlah kiai di Muhammadiyah

Menurutnya ada tiga faktor yang menyebabkan jumlah kyai di internal Muhammadiyah semakin menurun.

Pertama karena Muhammadiyah tidak memiliki banyak pesantren tradisional, lingkungan tradisional yang menjadi tempat bertumbuhnya kiai, dan faktor ketiga karena modernisasi.

Pesantren tradisional menjadi faktor utama menipisnya jumlah kiai di Muhammadiyah. Pasalnya di pesantren tradisional, calon kiai mempelajari kitab kuning sebagai faktor penting dalam diri seorang kiai.

“Pesantren modern yang dimiliki Muhammadiyah secara umum menekankan penguasaan ilmu-ilmu agama yang aplikatif tanpa menjadikan kitab kuning sebagai rujukan utama. Pesantren tradisional juga merupakan tempat di mana kyai memiliki akar yang kokoh,” kata dia.

2. Garis keturunan kiai tergerus zaman

Selain disebabkan karena minimnya pesantren tradisional yang mengajarkan kitab kuning, penurunan jumlah kiai di Muhammadiyah juga tidak luput dari garis keturunan.

Pasalnya, menurut Syafiq, kedudukan seseorang lebih ditentukan sejak lahir (ascribed status). Sederhananya, seseorang yang keturunan kiai punya kesempatan lebih besar menjadi kiai dibanding orang lain.

Sementara dalam masyarakat modern saat ini, kedudukan seseorang lebih ditentukan oleh prestasi (achieved status).

“Dengan demikian, modernitas yang selama ini menjadi ciri pemikiran dan sikap sosial Muhammadiyah telah membuat ladang yang gersang bagi tumbuhnya kiai,” ujar Syaqif.

3. Lingkungan yang tak mengistimewakan kiai

Selain itu, lingkungan juga menjadi faktor penting yang menyebabkan minimnya jumlah kiai di Muhammadiyah. Berkembangnya prinsip kesetaraan (egalitarianisme) menyebabkan kedudukan kiai dalam Muhammadiyah tidak lagi istimewa.

“Anak cucu kiai Muhammadiyah tidak serta merat diistemewakan. Tidak banyak orang berdatangan untuk meminta berkah kepada kiai Muhammadiyah. Egalitarianisme menyebabkan kedudukan kiai dalam Muhammadiyah tidak lagi istimewa,” tuturnya.

Syafiq kemudian menekankan pada pentingnya pengakuan masyarakat terhadap peran penting kiai dalam lingkungan untuk membantu bertumbuhnya kiai di Muhammadiyah.

“Yang terpenting adalah pengakuan masyarakat, sedangkan keilmuan dan kepemimpinan adalah persoalan kedua,” pungkasnya.

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *