Menohok! Bersaksi di MK, Ekonom Indef Bantah IKN Nusantara Bawa Pemerataan Ekonomi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Kasus gugatan di IKN Nusantara terus bergulir. Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang dilayangkan Azyumardi Azra dan Din Syamsudin cs. kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (12/5/2022).

Dua perkara, yakni perkara nomor 25 dan 34, disidangkan bersama dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebagai informasi, perkara 25 diajukan oleh Abdullah Hehamua dan Marwan Batubara dkk, sementara perkara 34 dilayangkan oleh Azyumardi Azra dan Din Syamsudin dkk.

Dalam perkara nomor 34 tersebut, para pemohon menghadirkan Fadhil Hasan, mantan staf ahli wakil presiden, juga ekonom INDEF, sebagai saksi yang akan didengarkan keterangannya.

Dalam sidang itu, Fadhil mengungkapkan berbagai argumen guna menunjukkan bahwa IKN tidak menguntungkan negara dari sisi ekonomi, mengutip kompas.com

Menurut dia, argumen yang kerap disampaikan pemerintah bahwa IKN akan memeratakan pertumbuhan ekonomi masih bisa diperdebatkan.

“Kami kemudian mengutip hasil studi yang kami lakukan yang menggunakan suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahwa tidak ada bukti dan fakta yang kuat, berdasarkan simulasi, yang kuat pembangunan Ibu kota baru itu akan membawa kepada pemerataan dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru seperti itu,” ujar Fadhil, dikutip siaran daring sidang tersebut via akun resmi YouTube MK, Jumat (13/5/2022).

Ia menjelaskan, dampak ekonomi yang dihasilkan oleh IKN, entah mendorong pembangunan atau pemerataan antarwilayah dan provinsi, sangat kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah tadi.

Hal ini dianggap tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang bakal timbul dengan adanya megaproyek IKN, berdasarkan sejumlah kajian lembaga swadaya masyarakat.

Fadhil pun menerangkan, pemindahan ibu kota bukan merupakan proyek yang visibel untuk jangka panjang.

Pasalnya, kapasitas fiskal terbatas, terlebih Indonesia dihadapkan pada pandemi Covid-19 bertahun-tahun.

Pengeluaran negara disebut bertambah besar dan akhirnya memerlukan skema pembiayaan dari utang luar negeri.

“Sehingga dari sisi kapasitas keuangan negara, itu tidak memungkinkan saat ini untuk membangun sebuah proyek besar dalam skala besar seperti IKN tersebut,” ujar Fadhil.

Dalam perkara ini, para pemohon mengajukan tidak hanya uji formil melainkan juga uji materil.

Dari segi uji formil, UU IKN dianggap dibentuk tanpa partisipasi bermakna dari warga negara, padahal Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan.

Jika dikurangi dengan masa reses DPR terhitung 16 Desember sampai dengan 10 Januari 2022, praktis RUU Ibu Kota Negara hanya dibahas 17 hari saja di parlemen.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *