Korban, Kurban, atau Qurban?

Kurban atau Qurban
Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.

Hajinews.id – Saya pernah beranggapan bahwa makna kata kurban berbeda 180 derajat dengan korban. Seperti dalam artikel yang pernah saya tulis ini!

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tapi setelah membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, kedua kata itu ternyata tidak berbeda 180 derajat. Ada kesaman di dalamaya, meskipunun juga ada bedanya.

Kurban (kur.ban) dalam KBBI punya dua makna, yaitu:

  • n Isl persembahan kepada Allah (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji sebagai wujud ketaatan muslim kepada-Nya: ia menyembelih kerbau untuk —
  • n pujaan atau persembahan kepada dewa-dewa: setahun sekali diadakan upacara mempersembahkan — kepada Batara Brahma

Sementara itu korban (kor.ban) di KBBI juga punya dua makna, yakni:

  • n pemberian untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya; kurban: jangankan harta, jiwa sekalipun kami berikan sebagai —
  • n orang, binatang, dan sebagainya yang menjadi menderita (mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya: sepuluh orang — tabrakan itu dirawat di rumah sakit Bogor

KBBI juga mengartikan kedua kata itu secara etimologi—cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata.

Menurut KBBI, kedua kata itu memiliki etimologi yang sama yakni berasal dari bahasa Arab dari kata kurbanun.

Etimologi: [Arab قُرْبَانٌ qurbān n sg m ‘persembahan pada Allah sebagai bentuk ketaatan dan wasilah; penyembelihan hewan ternak sebagai bentuk ketaatan pada Allah’].

Catata penulis: menurut tasrifan, kurbanun (isim masdar) berasal dari kata قَرَّبَ – يُقَرِّبُ – قربانا yang bermakan pengurbanan. Seperti makna dalam surat al Maidah ayat 27

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, ‘Sungguh, aku pasti membunuhmu!’ Dia (Habil) berkata, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.’”

Irisan Makna

Dari pemaparan di atas, terbaca bahwa ada irisan makna dari kata kurban dan korban. Menurut KBBI, korban bisa bermakna kurban. Yakni pemberian untuk menyatakan kebaktian (kepada Tuhan).

Hanya saja dalam menerangkan kata korban ada makna khusus yang tidak ada pada kata kurban. Yakni: orang, binatang, dan sebagainya yang menjadi menderita (mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya. Contoh: “Sepuluh orang korban tabrakan itu dirawat di rumah sakit Bogor.”

Dari sini bisa disimpulkan, kata korban bisa memiliki arti yang sama dengan kurban, tetapi kata korban tidak identik dengan kurban. Sehingga tidak tepat jika contoh kalimat di atas ditulis: “Sepuluh orang kurban tabrakan itu dirawat di rumah sakit Bogor.”

Tapi menurut KBBI kita bisa menulis seperti ini: “Tahun ini saya berkorban sapi.”

Artinya, kata kurban punya makna khusus sebagai persembahan manusia kepada Tuhan, sementara kata korban bisa merujuk pada makna khusus kurban itu, di samping digunakan untuk makna lain untuk menyebut orang, binatang, dan sebagainya yang menjadi menderita (mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian atau kejahatan.

Bagaimana dengan Qurban?

Meski sering dipakai dalam penulisan mehari-hari, lema qurban tidak kita temukan dalam KBBI. Bahasa Indonesia memang agak ‘anti’ dengan huruf ‘q’ sebagai alih aksara atau transliterasi huruf qof dari bahasa Arab—seperti banyak dipakai oleh umat Islam dalam penulisan untuk membedakan alih aksara huruf kaf seperti dalam penulisan kitab.

Menurut KBBI, penulisan istiqamah yang baku adalah istikamah atau akikah harus ditulis aqiqah. Karena itu kata kurban tidak ditulis dengan qurban. Jika Anda memaksa mencari kata qurban di KBBI Daring, maka akan dijawab dengan: ‘Entri tidak ditemukan’ yang tertulis dengan tinta merah.

Tapi anehnya penggunaan huruf qof dalam penulisan kitab suci umat Islam Quran tidak dialihaksarakan menjadi Kuran. KBBI membuat entri Al-Qur’an dan menganggap penulisan Kuran, Al-Quran, Alquran, Qur’an, dan Alqur’an tidak baku.

Ketidakkonsistenan ini pernah membuat KBBI ‘bertobat’. Dulu, untuk merujuk pada bangunan suci berbentuk kotak yang berada di Masjid al-Haram, KBBI menggunakan kata Kabah.

Seperti huruf qaf, Bahasa Indonesia juga agak anti pada tanda curek atau apostrof. Padahal tanda itu sangat populer dalam ‘kamus’ penulisan umat Islam. Misalnya untuk mengganti ‘dampak’ tanda sukun dalam kata bid’ah dan Jum’at. Atau menunjukkan ‘a’ sebagai alih aksara ain, sehingga ditulis do’a, jama’ah, dan sebagainya.

Kini, KBBI menulis Kabah dengan Ka’bah. Penggunaan apostrof juga diberlakukan KBBI pada Al-Qur’an. Sebelumnya KBBI hanya menggunakan apostrof untuk menyingkat kata seperti dalam kalimat: Kamu sudah mengerjakan tugasnya, ‘kan? Konteks kata ‘kan di sini berarti bukan.

Perubahan dua penulisan kata itu dilakukan KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesai (PUEBI) pada Tahun 2019 sebagai respons Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud atas surat dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama tentang pengajuan pembakuan istilah dalam Al-Qur’an ke KBBI.

Selain Al-Qur’an dan Ka’bah, perubahan juga dilakukan pada kata:

  • Baitulmakdis menjadi Baitulmaqdis
  • Lailatulkadar menjadi Lailatulqadar
  • Masjidilaksa menjadi Masjidilaqsa
  • Rohulkudus menjadi Ruhulkudus

Masih banyak kata baku dalam Bahasa Indonesia yang terdengar aneh bagi telinga dan mata umat Islam. Misalnya salat untuk menyebut ibadah yang dimulai dari takbiratul ikram dan diakhiri dengan salam.

Beberapa media Islam, termasuk PWMU.CO, masih suka menggunakan shalat, meski tidak baku. Ini menjadi bagian ragam bahasa redaksi sendiri. Kami beralasan, penulisan kata itu bisa dikonotasikan dengan salad (kadang ditulis salat)—nama makanan campuran buah-buahan yang diberi mayones.

Dan kami sering mendapat protes jika ada kata-kata yang aneh secara ekstrem bagi psikologi bahasa pembaca kami, yang sebagian besar umat Islam. Oleh karena itu beberapa kata tidak baku masih kami pakai seperti jamaah yang harusnya menurut KBBI jemaah. Sebab bunyi jemaah lebih dekat ke jemaat—kata yang sering dipakai umat Kristiani.

Sebagai catatan, penggunaan kata baku lebih kami pilih sepanjang tidak secara ekstrem mengguncang psikologi bahasa pembaca. Karena itu PWMU.CO menggunakan kurban daripada qurban. Soal korban, saya masih suka menggunakannya untuk kalimat seperti ini: “Rakyat kecil sering jadi korban pembangunan.” (*)

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *