Hakekat Qurban

Hakekat Qurban
Ustadz M. Nashihuddin (Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jakarta Timur)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ustadz M. Nashihuddin (Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jakarta Timur)

Wahyu Allah swt terhadap keluarga Nabi Ibrahim as begitu berat dan mengandung resiko yang tajam yaitu menyembelih Ismail yang berujung pada kematian.
Kesabaran dan kejujuran serta tawakkal membuat semua yang berat menjadi ringan dan. Mudah dilalui atas izin dan kehendakNya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

فَلَمَّاۤ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِ
“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah).

وَنَا دَيْنٰهُ اَنْ يّٰۤاِبْرٰهِيْمُ
“Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!”

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
“Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat 37: Ayat 103-105)

Kisah yang sangat relegi dalam membina keluarga agar taat pada Allah swt Dan pengorbanan yang diterima adalah nilai taqwa

Kajian Tafsir Ibnu Katsir Tentang hakekat Qurban

Al-Hajj, ayat 37
{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37) }

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, bahwa sesungguhnya telah disyariatkan bagi kalian menyembelih hewan-hewan ternak itu sebagai Qurban agar kalian menyebut nama-Nya saat menyembelihnya. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pemberi Rezeki, tiada sesuatu pun dari daging atau darah hewan-hewan Qurban itu yang dapat mencapai rida Allah. Sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya. Orang-orang Jahiliyah di masa silam bila melakukan kurban buat berhala-berhala mereka, maka mereka meletakkan pada berhala-berhala itu daging Qurban mereka, dan memercikkan darah hewan kurban mereka kepada berhala-berhala itu. Maka Allah Swt. berfirman:

{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا}

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Mukhtar, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa orang-orang Jahiliah di masa silam memuncrat­kan darah hewan Qurban mereka ke Baitullah, juga daging hewan Qurban mereka. Maka para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Kami lebih berhak untuk melakukan hal tersebut.” Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37) Yakni karena ketakwaan kalianlah Allah menerimanya dan memberikan balasan kebaikan kepada pelakunya.
Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab sahih, melalui sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:

“إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ”

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melihat kepada bentuk (rupa) dan harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian.

dan sebuah hadis yang menyatakan:

“إِنَّ الصَّدَقَةَ تَقَعُ فِي يَدِ الرَّحْمَنِ قَبْلَ أَنْ تَقَعَ فِي يَدِ السَّائِلِ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ”

Sesungguhnya sedekah itu benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sebelum sedekah itu diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya darah (hewan Qurban ) itu benar-benar diterima di sisi Allah sebelum darah itu menyentuh tanah.

Perihalnya sama dengan hadis terdahulu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Turmuzi yang menilainya hasan, diriwayatkan melalui Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu secara marfu’.

Makna nas ini menunjukkan pernyataan diterimanya Qurban di sisi Allah bagi orang yang ikhlas dalam amalnya. Tiada makna lain yang lebih cepat ditangkap dari nas ini menurut pendapat kalangan ulama ahli tahqiq; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Waki’ telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Muslim ibnu Ad-Dahhak, bahwa ia pernah bertanya kepada Amir Asy-Sya’bi tentang kulit hewan Qurban . Lalu Asy-Sya’bi menjawab seraya mengemukakan firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37) Jika kamu suka menjualnya, kamu boleh menjualnya; jika kamu suka memakainya, kamu boleh memilikinya; dan jika kamu suka menyedekahkannya, kamu dapat menyedekahkannya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ}

Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian. (Al-Hajj:37)

Yakni karena itulah maka Allah menundukkan unta-unta itu bagi kalian.

{لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ}

supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. (Al-Hajj: 37)

Yaitu agar kalian membesarkan Allah (mengagungkan-Nya) sebagaimana Dia telah menunjuki kalian kepada agama-Nya, syariat-Nya, dan segala sesuatu yang disukai dan diridai-Nya. Dia juga melarang kalian dari perbuatan-perbuatan yang dibenci-Nya dan tidak disukai-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ}

Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj: 37)

Yakni, hai Muhammad, berilah kabar gembira orang-orang yang berbuat baik dalam amalnya lagi menegakkan batasan-batasan Allah dan mengikuti apa yang disyariatkan bagi mereka serta membenarkan segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul kepada mereka dari sisi Tuhannya.

Masalah

Abu Hanifah, Malik, dan As-Sauri mengatakan, wajib berqurban bagi orang yang memiliki satu nisab lebih. Abu Hanifah mensyaratkan iqamah dengan alasan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah yang semua perawinya berpredikat siqah, melalui Abu Hurairah secara marfu’, yaitu:

“مَنْ وَجَدَ سَعَة فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلانا”

Barang siapa yang mempunyai kemampuan (berqurban), lalu ia tidak berqurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami.

Padahal di dalam hadis terkandung garabah, Imam Ahmad ibnu Hanbal menilainya sebagai hadis munkar.

Ibnu Umar telah mengatakan:

أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرٌ سِنِينَ يُضَحِّي

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tinggal selama sepuluh tahun (yang setiap tahunnya) beliau selalu berqurban. (Riwayat Turmuzi)

Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hanbal berpendapat, berqurban tidak wajib, melainkan hanya sunat, karena berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:

“لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ”

Tiada pada harta suatu hak selain dari zakat.

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan pula bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berqurban untuk umatnya, karena itulah maka kewajiban berqurban atas mereka gugur.

Abu Suraihah mengatakan bahwa dia bertetangga dengan Abu Bakar dan Umar, ternyata keduanya tidak ber­qurban karena khawatir perbuatannya itu akan diikuti oleh orang-orang. Sebagian ulama mengatakan, Qurban hukumnya sunat kifayah. Dengan kata lain, apabila ada seseorang dari penduduk suatu kampung atau suatu kota melakukannya, maka gugurlah kesunatan berkurban dari yang lainnya, karena tujuan dari Qurban itu adalah menampakkan syiar.

Imam Ahmad dan ahlus sunan dan Imam Turmuzi telah meriwayat­kan sebuah hadis yang dinilainya hasan, dari Muhannif ibnu Sulaim, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda sewaktu di Arafah,

“عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحَاةٌ وعَتِيرة، هَلْ تَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِيَ الَّتِي تَدْعُونَهَا الرَّجبية”

“Dianjurkan bagi tiap-tiap ahli bait melakukan kurban dan ‘atirah setiap tahunnya. Tahukah kalian, apakah ‘atirah itu? ‘Atirah ialah apa yang kalian kenal dengan sebutan rajbiyyah.

Sanad hadis ini masih diragukan kesahihannya.

Abu Ayyub telah mengatakan bahwa ada seorang lelaki di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. Lalu mereka memakan sebagiannya dan memberikan sebagian lainnya sehingga orang-orang kelihatan cerah dan gembira seperti yang kamu lihat sendiri. Diriwayatkan oleh Imam Turmuzi yang menilainya sahih, dan juga oleh Ibnu Majah.

Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Hisyam mengurbankan seekor kambing sebagai Qurban seluruh keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Mengenai usia hewan Qurban , disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim melalui Jabir, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:

“لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّة، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ”

Janganlah kalian menyembelih selain hewan musinnah. Terkecuali jika kalian sulit mendapatkannya, maka sembelihlah kambing jaz’ah.

Berangkat dari pengertian hadis ini Az-Zuhri berpendapat bahwa mengurbankan hewan jaz’ah tidak cukup.

Berbeda dengan Auza’i yang berpendapat bahwa hewan jaz’ah. dari semua jenis cukup untuk dijadikan Qurban .

Kedua pendapat tersebut dinilai garib, karena pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa sesungguhnya Qurban itu cukup dengan unta, sapi, dan kambing ma’izsaniyyah, atau kambing da’n yang jaz’ah..

Unta sanyu ialah unta yang telah berusia lima tahun masuk enam tahun, sapi sanyu ialah yang berusia dua tahun masuk tiga tahun, dan menurut pendapat yang lain yaitu telah berusia tiga tahun masuk empat tahun.

Ma’iz sanyu ialah kambing benggala yang telah berusia dua tahun.

Kambing da’n yang jaz’ah. ialah kambing yang telah berusia satu tahun.

Menurut pendapat lain berusia sepuluh bulan, menurut pendapat yang lainnya delapan bulan, dan menurut pendapat lainnya lagi enam bulan.

Pendapat terakhir ini merupakan pendapat yang paling minim di antara pendapat lainnya. Sedangkan kurang dari enam bulan, maka kambing masih tergolong cempe (anak kambing). Perbedaan di antara cempe dan kambing yang dewasa ialah: kalau cempe bulu punggungnya berdiri, sedangkan kambing dewasa tertidur dan telah terbelah menjadi dua bagian.

Maha benar Allah akan semua firmanNya

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *