Ilyas Supena Dikukuhkan Jadi Guru Besar UIN Walisongo

Ilyas Supena Jadi Guru Besar UIN Walisongo
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



SEMARANG, Hajinews.id – Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Prof Dr H Ilyas Supena MAg, Senin pagi ini (25/7) dikukuhkan menjadi guru besar Ilmu Filsafat Islam. Rapat Senat Terbuka di auditorium dua kampus 3 Jalan Prof Dr Hamka, Ngalian Semarang akan dipimpin Rektor Prof Dr Imam Taufiq MAg. Ilyas akan menyampaikan pidato berjudul ‘’Redesain Ilmu-Ilmu Keislaman Masa Depan Berbasis Ratio Legis Al-Quran’’.

Ilyas kelahiran Karawang, 10 April 1972 mempunyai istri Fatihah, Sag dan lima anak yaitu Naela Nabila (lulusan Kebidanan Poltekes Semarang Reza Naquib Faishal (al-hafidh), Thoriq Nadhif Husein (al-hafidh), Muhammad Fazril Hadziq (al-hafidh) dan Shilla Arshamalika (al-hafidhah). Riwayat Pendidikan yang pernah dilaluinya yaitu MI Al-Ishlah Panyingkiran, Rawamerta, Karawang, MTs Rawamerta, Rawamerta, Karawang, Pondok Pesantren dan Madrasah Aliyah Futuhiyyah 1, Mranggen Demak, S1 Filsafat Islam Universitas Gadjahmada Yogyakarta, S2 Pemikiran Hukum Islam IAIN Walisongo Semarang dan S3 Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain nyantri di Futuhiyyah, Ilyas juga pernah mengaji di Pondok Pesantren Al-Ishlah,Rawamerta Karawang dan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

BERSAMA KELUARGA: Prof Dr Ilyas Supena foto bersama istri dan anak-anaknya.

Karier jabatanya yang pernah dipegang yaitu Divisi Litbang pada Laboratorium Dakwah, Staf Ahli pada Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat (PPM), Sekretaris Program Studi Magistr Ilmu Falak, Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat pada LP2M, Kepala Pusat Peningkatan standar mutu pada Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), Ketua Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam dan sejak 2019 menjadi Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi hingga sekarang.

Islam Nusantara

Ilyas Supena berpendapat Islam Nusantara diharapkan tetap konsisten dengan gagasan relasi keislaman dan keindonesiaan. ‘’Konsistensi ini ditunjukkan dengan sikap yang adaptif terhadap budaya lokal sekaligus adaptif terhadap sistem politik keindonesiaan. Islam Nusantara (NU) menerima sistem pemerintahan negara Indonesia sebagai nation state dan bukan Islamic state. Menurut Kiai Achmad, Islam dapat berintegrasi secara penuh dalam nation-state Indonesia yang modern dan karenanya Islam dan Pancasila dapat berjalan secara harmoni,’’ kata Ilyas.

Menurutnya, NU menerima negara bangsa yang monoteis dengan tetap mempertahankan identitas keislaman secara penuh. Sikap lembut, luwes dan toleran yang merupakan ciri khas Islam tradisionalis ini mampu menempatkan NU dalam posisi yang strategis dalam bangunan politik Indonesia yang majemuk, dan pada saat yang sama NU tetap berusaha menerapkan aturan-aturan fikih dalam kehidupan umat Islam Indonesia.

Menurut Ilyas, penerimaan NU terhadap Pancasila secara implisit merupakan penolakan terhadap cita-cita negara Islam dan secara tegas menunjukkan loyalitas NU terhadap NKRI.  Sebagai konsekuensi penerimaan Pancasila (dan UUD 45), PBNU telah mengeluarkan pernyataan resmi yang menolak kelompok yang mendukung khilâfah Islâmiyah ataupun negara Islam.

‘’NU menyatakan bahwa tidak ada nashsh dalam al-Qur’an yang mendasari gagasan tentang negara Islam atau perlunya mendirikan negara Islam. Negara Islam atau Khilâfah Islâmiyah sepenuhnya adalah ijtihadiyah atau interpretasi belaka. Dalam konteks keindonesiaan, khilâfah Islâmiyah merupakan ideologi trans-nasional yang tidak relevan dan dapat membahayakan keutuhan NKRI,’’ tegasnya. (agus)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *