Sambo; Ngono Ya Ngono Ning Aja Ngono

Ferdy Sambo
Ferdy Sambo
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Mundzar Fahman, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro

Hajinews.idSaat ini nama Ferdy Sambo (Irjen Polisi) begitu populer di media. Tidak hanya namanya yang populer. Tetapi juga wajahnya (fotonya). Bahkan, juga kasusnya yang sedang melilitnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Umpama dilakukan survey terbuka, sangat mungkin popularitas  Sambo di mata publik mengungguli popularitas beberapa bakal calon presiden. Terutama bakal calon non-unggulan. Walaupun, Sambo tidak pasang baliho di berbagai sudut kota. Juga, tidak gencar melakukan pencitraan diri.

Nama Sambo terkenal tidak terkait dengan pencalonan dirinya dalam pemilu presiden 2024.  Dia sangat terkenal karena dikaitkan dengan kasus terbunuhnya Brigadir Polisi Yosua Hutabarat (Brigadir J) pada 8 Juli lalu. Kasus ini sangat kontroversial.  Puluhan anggota polisi diduga ikut terseret dalam pusaran kasus ini.

Sambo juga dikaitkan dengan keberadaan satgassus (satuan tugas khusus) yang sangat powerfull. Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembunuhan Brigadir J. Begitu pula istrinya: Putri Candrawathi yang cantik itu, juga sudah dinyatakan sebagai tersangka. (cnnindonesia.com//19 agustus 2022).

Kasihan institusi Polisi saat ini. Di saat bangsa Indonesia bersuka cita merayakan Hari Kemerdekaan RI Ke 77 Tahun, lembaga Polri sedang berduka mendalam gegara kasus Sambo. Saya tidak dapat membayangkan betapa sedih dan malunya para petinggi Polri saat ini. Citra polisi kini anjlok di mata publik. Tugas berat Kapolri dan seluruh jajarannya adalah mengangkat kembali citra institusinya.

Polri sedih karena kasus yang terkait Sambo ini bakal tidak mudah diselesaikan. Juga butuh waktu lama. Karena saking banyaknya anggota yang diduga terkait. Ruwet. Yang menyidik jenderal polisi. Yang disidik ya jenderal polisi. Jeruk makan jeruk.

Rasanya belum pernah terjadi di negeri ini, kasus seorang polisi dapat menyeret sekian puluh anggota. Mulai dari pangkat perwira tinggi (jenderal) hingga lapisan bawah. Mulai dari anggota penghuni Mabes Polri hingga di Polda dan Polres. Istilah orang Jawa, ngglandang carang teka pucuk. Menyeret batang bambu dari ujungnya. Di awal kecil. Makin ke belakang, makin besar dan ruwet.

Kasus Ferdy Sambo saat ini boleh dianggap sebagai musibah besar bagi institusi Polri. Tetapi, di balik itu, sejatinya ada hikmah besar bagi mereka yang mau menjadikannya sebagai pelajaran. Tidak hanya bagi lembaga Polri. Tetapi juga bagi lembaga negara lainnya.  Bahkan, juga bagi setiap orang.

Ada sebuah pitutur Jawa (Jowo). Sepertinya sederhana. Tetapi sarat makna. Pitutur ini sangat layak dijadikan paweling (pengingat) bagi setiap orang. Baik bagi seseorang pejabat.  Atau sebagai penguasa.  Maupun bagi individu sebagai rakyat biasa. Pitutur Jawa itu: Ngono Ya Ngono Ning Aja Ngono. Terjemahan bebasnya:  Begitu ya begitulah tapi jangan begitu. Artinya, jika seseorang mau begitu, ya silahkan begitu. Tetapi ya jangan begitu. Jangan berlebihan. Agak mbulet ya, hehehe…

Intinya, bolehlah seseorang ingin berkuasa. Silahkan berusaha mempertahankan, atau meningkatkan kekuasaannya. Tetapi janganlah berlebihan. Jangan sampai gelap mata. Jangan sampai menghalalkan segala cara untuk menggapainya.

Silahkan seseorang ingin kaya raya. Tetapi janganlah berlebihan dengan menghalalkan segala cara. Jangan sampai tidak memedulikan uangnya yang dikumpulkan dari mana dan dari siapa.

Dalam pitutur Jawa ngono ya ngono ning aja ngono, sedikitnya ada dua macam ajaran.  Pertama, ajaran bahwa seseorang itu jangan melakukan kesalahan. Sekecil apapun. Karena, kesalahan sekecil apapun ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.

Ajaran kedua, tentang toleransi jika ada kesalahan kecil yang dilakukan seseorang. Ngono ya ngono ning aja ngono mengajarkan bahwa pada hakikatnya manusia itu, siapapun orangnya, pasti punya kekurangan. Punya potensi akan melakukan kesalahan, kecurangan, dan sebagainya. Tetapi, hendaknya tidak berlebihan. Juga tidak boleh terus menerus.

Misalnya, dalam perilaku korupsi oknum pejabat. Mungkin, jika korupsinya hanya kisaran 1 – 2 persen dari anggaran, mungkin agak dapat ditoleransi. Hukumannya agak ringan. Tetapi  jika  korupsi itu hingga 20 persen, atau bahkan di atas 30 persen dari anggaran, tentu itu sudah sangat berlebihan. Apalagi, dilakukan terus menerus.

Uraian tersebut tidak berarti kita membolehkan ada korupsi 1 –  2 persen dari anggaran. Apalagi mempersilahkannya. Bukan itu maksudnya. Tetapi uraian itu hanya dimaksudkan bahwa kita ini sebagai manusia harus realistis. Bahwa hampir mustahil ada manusia tanpa suatu kesalahan. Ibarat seseorang yang setiap hari memegang oli, rasanya mustahil tidak terkena oli.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *