Polisi Kelebihan Beban

Polisi Kelebihan Beban
Polisi Kelebihan Beban
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Nampak dengan jelas bahwa kepolisian demikian kesulitan dalam menjalankan tugas pokok mereka, sebagai pelindung, pengayom, penjaga ketertiban masyarakat dan penegak hukum.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ketidakmampuan Polri dalam menjalankan tugas yang dibebankan Undang-Undang perlu dievaluasi para politisi selaku pembuat kebijakan.

Meringkas dari apa yang sedang dialami Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam dua dekade terakhir (baca pasca reformasi), kita dapat mengatakan bahwa telah terjadi krisis multidimensi yang bermuara pada jatuhnya mentalitas aparat kepolisian ketika berhadapan dengan uang. Uang adalah simbol paling menonjol dari materialisme.

Motivasi memanfaatkan jabatan sebagai polisi untuk meraih manfaat berupa uang, nampak demikian massif di kalangan para polisi. Isyu menyeruak sejak penerimaan calon Polri, para promosi dan penempatan, hingga dalam urusan pendidikan dijenjang kepemimpinan.

Berjayanya ideologi Materialisme di kepolisian, tidak sepenuhnya karena telah rusaknya para aparat polisi. Namun juga karena para politisi memberi mereka ruang diluar apa yang menjadi tupoksinya.

Menjadikan mereka Komisaris BUMN, misalnya; disaat masih aktif, atau fungsi lain di luar tupoksi utamanya telah memantik prilaku hedon disebagian aparat polisi itu, lalu perlahan merambat kepada cara pandang yang membuat mereka melengceng keluar jadi jalur yang semestinya.

Dengan kata lain, rusaknya Polisi ada andil dari para politisi yang memberi mereka kesempatan berkarir diluar tugas pokoknya. Akibatnya, tugas pokok diabaikan dan justru fokus kepada yang bukan tugas pokoknya. Inilah urgensinya para politisi pembuat kebijakan mengevaluasi apa yang telah mereka perbuat, sehingga berdampak buruk bagi kepolisian.

Dalam perkembangan mutakhir, sebelum kasus seperti Ferdy Sambo mengemuka, politisi telah menyeret polisi larut dalam tarikan politik praktis, menjadi tim sukses terselubung dalam Pilpres. Hal ini disampaikan juga salah seorang anggota DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kapolri baru-baru ini. Hal ini juga harus dihentikan oleh para politisi. Politisi jangan merusak mentalitas Polri dengan mengajak, mendorong polri bersikap partisan dalam kontektualisasi politik, pilpres maupun pilkada.

Di luar para politisi, para pengusaha “hitam” seperti usaha judi, usaha prostitusi, usaha jual narkoba, usaha jual minuman keras, usaha ilegal mining, penyelundupan dan sejenisnya, nampak juga sangat berperan merusak mentalitas polisi. Polisi yang memiliki harkat dan martabat tinggi karena kedudukannya yang diberikan Undang-undang, justru seringkali rela jadi pengawal para pengusaha hitam ini, demi uang, demi uang dan uang. Kasihan sekali jika hal itu terus dibiarkan. Kembali lagi tugas para elit politik untuk memberi guidance yang tegas agar masalah demikian jangan terus terjadi dan berulang-ulang.

Bimbingan orang tua masih diperlukan oleh para polisi, terutama yang masih muda-muda agar mereka jangan terseret dalam lembah kehinaan. Para orang tua mesti tetap memberi nasehat kepada putra-putri mereka yang kebetulan jadi polisi. Demikian halnya dengan para kolega mereka. Pendekatan seperti ini diyakini masih punya pengaruh kuat untuk mencegah para polisi muda itu terjebak dalam gemerlap kehidupan materialisme yang tanpa sadar menjerumuskan dalam “kebinasaan”.

Akhirnya, kita tentu semua berharap agar Kepolisian terus berbenah, memperbaiki kualitas, integritas mereka dalam menjalankan amanat Undang-undang. Sungguh tidak masuk akal, jika penegak hukum yang diharapkan memberikan keteladanan dalam penegakan hukum, justru terlihat dalam pelanggaran hukum.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *