Kisah Abu Nawas: Diperintah untuk ke Surga, Jawaban Cerdiknya Bikin Raja Terpaku

Kisah Abu Nawas: Diperintah untuk ke Surga
Kisah Abu Nawas: Diperintah untuk ke Surga
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id Berikut ini adalah kisah Abu Nawas yang diperintah oleh Raja Harun Al Rasyid untuk pergi ke surga.

Tujuannya untuk mengambil mahkota yang terbuat dari cahaya yang ada di surga.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun, apakah mungkin Abu Nawas pergi ke surga? Tak kalah akal, Abu Nawas menjawab dengan pertanyaan yang cerdas pada raja.

Lalu, bagaimana kisah sebenarnya ketika Abu Nawas diminta untuk ke surga?

Dikutip dari youtube humor sufi official, berikut ceritanya.

Suatu hari, Baginda Raja Harun Al-Rasyid menyamar menjadi rakyat biasa.

Dia ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapapun agar lebih leluasa bergerak.

Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya rakyat jelata.

Di sebuah perkampungan, Raja melihat beberapa orang berkumpul.

Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan ceramah tentang alam barzah.

Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.

“Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tidak mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?” kata sang penanya.

Ulama itu berpikir lalu menjawab:

“Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilingi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?” jawab sang ulama.

Raja Harus Al Rasyid terkesan dengan penjelasan ulama itu.

Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat.

Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda- benda.

Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya.

Tak ada yang lebih indah dari barang- barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya.

Bahkan mahkota itu jauh lebih bagus dari dunia dan isinya.

Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.

Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas.

Abu Nawas dipanggil, setelah menghadap baginda raja berkata:

“Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?”

“Sanggup Paduka yang mulia.” kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu.

“Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu syarat yang akan hamba ajukan,” pinta Abu Nawas.

“Sebutkan syarat itu.” kata Baginda Raja.

“Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya.”

“Pintu apa?” tanya Baginda penasaran.

Pintu alam akhirat,” jawab Abu Nawas.

“Apa itu?” tanya Baginda ingin tahu.

“Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat terlebih dahulu,” terang Abu Nawas.

Mendengar penjelasan Abu Nawas, Baginda Raja terdiam.

Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al RasyidAbu Nawas bertanya lagi.

“Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?”

Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.***

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *