Menelaah Agenda Terselubung Dibalik Kampanye Tolak Politik Identitas

Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa (Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Dalam kesempatan menyampaikan Pidato Kenegaraannya pada tanggal 16 Agustus lalu di Gedung DPR/MPR RI, Presiden Jokowi meminta agar dalam kampanye pemilu yang akan datang para partisipan dan masyarakat jangan menggunakan politik identitas, karena dinilainya dapat memperuncing polarisasi yang telah ada.

Peringatan Presiden Jokowi tersebut akhirnya ramai disuarakan oleh partai-partai pendukung pemerintah, dan digemakan pula oleh para buzzers pendukung penguasa seolah statement ini dimaknai sebagai titah yang harus dijadikan “pedoman” dalam menjalankan perpolitikan di Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam pertemuan Airlangga Hartarto dan Puan Maharani di kawasan Monas dalam agenda jalan santai keduanya sepakat untuk menolak politik identitas jelang Pilpres 2024. “Terkait dengan kontestasi, tentu kontestasi lima tahunan itu adalah sebuah kontestasi yang biasa, sehingga tentu kita sepakat untuk tidak mendorong politik identitas,” kata Airlangga.

Sebelumnya para pentolan partai politik yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) juga telah menyatakan tekadnya untuk menjauhi politik identitas dalam kampanyenya. Mereka telah komitmen untuk menjauhi politik identitas dalam rangka menyongsong pemilu 2024.

Bak gayung bersambut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pernyataannya di media massa pada 7 Agustus 2022, juga menyatakan agar masyarakat waspada terhadap pihak-pihak yang menggunakan politik identitas dalam kampanye politiknya.

Kekhawatiran mengenai adanya politik identitas juga disampaikan oleh Pengamat politik, Emrus Sihombing, yang mengharapkan agar semua tokoh politik terutama yang akan berkompetisi pada pemilu nanti seharusnya mengharamkan politik identitas dalam kampanyenya.

Kekhawatiran juga disampaikan oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja yang memprediksi politik identitas dapat menjadi tren pelanggaran yang semakin marak digunakan dalam pesta demokrasi di Indonesia.

“Prediksi kami yang paling besar ke depan, politik identitas akan dipakai sebagai serangan terhadap parpol atau kepentingan politik tertentu,” terang Bagja dalam FGD Seminar Nasional Lemhannas RI tentang Tantangan Pemilu 2024 : Mereduksi Politik Identitas di Gedung Lemhannas RI, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Apakah politik identitas memang diharamkan untuk diterapkan di Indonesia ? Benarkan mereka yang menentang politik identitas itu memang konsisten untuk menghindari politik identitas dalam kampanyenya ? Mengapa banyak pihak begitu takut adanya politik identitas sehingga mereka bertekad untuk menjauhinya ?,

 

Diharamkan?

Istilah “politik identitas” pertama kali dicetuskan oleh feminis kulit hitam Barbara Smith dan Combahee River Collective pada tahun 1974.

Politik identitas umumnya mengacu pada bentuk politik di mana kelompok orang dengan identitas ras, agama, etnis, sosial atau budaya yang sama berusaha untuk mempromosikan kebutuhan atau kepentingan khusus mereka.

Kalau didefinisikan dalam kalimat sederhana, politik identitas adalah ketika orang-orang dari ras, etnis, jenis kelamin, atau agama tertentu ini membentuk aliansi dan berorganisasi secara politik untuk membela kepentingan kelompok mereka secara bersama sama.

Dalam setiap pemilu yang digelar di Indonesia, politik identitas selalu saja dimainkan untuk menarik simpati massa.

Para aktor politik sadar betul bahwa untuk menang tidak cukup mengandalkan adu gagasan dan tawaran-tawaran rasional tentang bagaimana menciptakan lapangan kerja, memberantas korupsi, memerangi terorisme, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan seterusnya.Mereka merasa perlu jualan identitas untuk menarik calon pemberi suara.

Apakah cara menjual identitas seperti itu memang diharamkan di Indonesia sehingga harus dihindarkan oleh setiap orang yang berkampanye untuk menarik simpati massa?

Sesungguhnya politik identitas sah sah saja diterapkan di Tanah Air kita karena memang tidak ada ketentuan yang melarangnya. Sebab, Indonesia menganut paham demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lagi pula Konstitusi UUD 1945 Pasal 28, menghargai atas hak asasi manusia, yang isinya merupakan penguatan identitas warga negara.

Sementara itu UU Nomor 2 tahun 2008, dinyatakan bahwa asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, ayat kedua, parpol dapat mencantumkan identitas tertentu yang mencerminkan parpolnya.

Dengan demikian sah sah saja orang memilih calon pemimpinnya karena sederhananya, karena dia tampan, karena dia taat dalam menjalankan perintah agamanya dan sebagainya.

Sehingga masyarakat boleh boleh saja jika memilih berdasarkan suku, ras dan agama. Yang tidak boleh dilakukan adalah memaksa orang untuk memilih yang bukan pilihannya.

Bahkan dalam sejarahnya konon kabarnya, dahulu politik identitas ini dipakai oleh elite politik bangsa kita untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Waktu itu Politik identitas digunakan sebagai salah satu strategi untuk melepaskan Indonesia dari Belanda.

Sultan Hamengkubowono ketika membuka Kongres Umat Islam ke tujuh, menyampaikan bahwa Jamiatul Khair di tahun 1903 menyatakan membebaskan diri dari penjajahan Belanda merupakan suatu usaha perjuangan yang wajib hukumnya.

Identitas tersebut menegaskan bahwa fenomena ini menjadi bingkai dasar tentang kemerdekaan Indonesia. Jong Islamic Bond yang melibatkan diri ke dalam Sumpah Pemuda, kian memperkuat bahwa identitas Islam memiliki pengaruh dalam kemerdekaan Indonesia.

Jangankan di Indonesia, di negara yang penuh sesak dengan sentimen-sentimen komunal, isu-isu identitas masih berperan penting dalam kontestasi pemilu seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Identitas tersebut menegaskan bahwa fenomena ini menjadi bingkai dasar tentang kemerdekaan Indonesia. Jong Islamic Bond yang melibatkan diri ke dalam Sumpah Pemuda, kian memperkuat bahwa identitas Islam memiliki pengaruh dalam kemerdekaan Indonesia.

Jangankan di Indonesia, di negara yang penuh sesak dengan sentimen-sentimen komunal, isu-isu identitas masih berperan penting dalam kontestasi pemilu seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Sumber: Law-justice.co

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *